Kreteria Delik Penyertaan Pembunuhan
Pembunuhan menurut Wojowasito[1] adalah perampasan nyawa seseorang, sedangkan menurut ‘Abd
al-Qadir ‘Audah adalah perbuatan seorang yang menghilangkan hilangnya roh adami
akibat perbuatan manusia yang lain.jadi pembunuhan adalah perampasan atau
peniadaan nyawa seseorang oleh orang lain yang mengakibatkan tidak berfungsinya
seluruh anggota badan disebabkan ketiadaan roh sebagai unsur utama untuk
menggerakkan tubuh
Menurut hukum pidana Islam pembunuhan adalah
suatu perbuatan manusia yang menyebabkan hilangnya nyawa.[2]
Adapun menurut hukum pidana positif pembunuhan
adalah menghilangkan nyawa orang. Pembunuhan menurut hukum pidana pidana
positif dapat dibedakan menjadi dua kelompok:
1. Pembunuhan sengaja (Doodslag):
Dalam peristiwa ini perlu dibuktikan suatu
perbuatan yang mengakibatkan kematian orang lain yang memang dilakukan secara sengaja.
Untuk dapat dituntut dalam pembunuhan ini perbuatan ini harus dilakukan dengan
segera setelah timbul maksud dan tidak dipikir-pikir lebih lama. Pembunuhan ini
termasuk dalam pasal 338 KUHP: “Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa
orang, karena pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya lima
belas tahun”.
Adapun unsur delik doodslag yang
terdapat dalam pasal 338 adalah menimbulkan matinya orang lain dengan sengaja.
Pasal 338 bersifat Meterieel Delict, karena itu tidak dirumuskan
perbuatan yang dilarang hanya akibat yang dirumuskan. Karena tidak dirumuskan
secara tegas, perbuatan itu mengandung arti setiap perbuatan apapun yang dapat
mengakibatkan matinya orang lain, seperti mencekik, menikam, menembak, meracuni
dan memukul asal perbuatan itu dilakukan secara sengaja adalah pembunuhan.[3]
2. Pembunuhan berencana (Moord)
Pembunuhan ini hampir sama dengan pembunuhan
sengaja hanya terdapat perbedaannya jika pembunuhan sengaja dilakukan seketika
pada waktu timbul niat, sedangkan pada pembunuhan ini pelaksanaan ditangguhkan
setelah niat itu timbul, untuk mengatur rencana, cara bagaimana pembunuhan itu
dilaksanakan.
Jarak waktu antara niat untuk membunuh dan
pelaksanaan pembunuhan masih demikian luang sehingga pelaku dapat berfikir,
apakah pembunuhan ini diteruskan atau dibatalkan, atau pula merencanakan dengan
cara bagaimana ia melakukan pembunuhan itu?. Pembunuhan ini sesuai dengan pasal
340 KUHP “ Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu
menghilangkan nyawa orang, karena salah melakukan pembunuhan berencana,
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara
selama-lamanya dua puluh tahun.[4]
Selain kedua bentuk pembunuhan tersebut masih
ada bentuk pembunuhan dengan berbagai macam bentuk seperti pembunuhan dalam
bentuk yang dapat diperberat hukuman (Gequalificeerde Doodslag) dalam
pasal 339 KUHP, Pembunuhan atas permintaan sangat tegas oleh korban dalam pasal
344 dan masih banyak lagi.
Menurut
hukum pidana Islam Pembunuhan merupakan tindak pidana yang sangat keji dan
merupakan tindak pidana yang dapat dihukum dengan pidana qishas atau termasuk
jarimah qishas yang ancaman hukumnya adalah bunuh. Dalam hukum pidana Islam
Pembunuhan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam menurut niatan dari pelaku:
1.
Pembunuhan sengaja (qatlul
‘amd) adalah tindakan pelaku pembunuhan yang sengaja membunuh seorang
manusia yang bebas darahnya.[5]
Sedangkan menurut Hasbullah Bakri adalah suatu perbuatan yang disertai niat
(direncanakan) sebelumnya untuk menghilangkan nyawa orang lain dengan
menggunakan alat-alat yang dapat mematikan dengan sebab-sebab yang tidak
dibenarkan oleh ketentuan hukum. Hasbullah Bakri memasukkan alat pembunuhan
dalam defenisinya untuk membedakannya dari pembunuhan semi sengaja.[6]
Pembunuhan ini memiliki beberapa unsur untuk
dapat dipidananya pelaku, yaitu
a. Korban adalah orang yang masih hidup. Maksudnya ketika
pembunuhan itu dilakukan korban dalam keadaan hidup kendati dalam keadaan
kritis. Jika pembunuhan dilakukan pada orang yang telah mati maka bukan
termasuk dalam pembunuhan ini.
b. Kematian korban merupakan hasil dari perbuatan pelaku.
Dalam hal ini tidak ada keharusan bahwa pembunuhan tersebut harus dilakukan
dengan cara-cara tertentu. Namun para ulama mengkaitkan dengan alat yang
digunakan oleh pelaku. Abu Hanifah mensyaratkan bahwa alat yang digunakan
haruslah yang lazim dapat menimbulkan kematian. Jiak alat yang digunakan tidak
lazin dapat menimbulkan kematian akan mengandung syubhat, sedangkan syubhat
harus dihindari.
c. Adanya niat. Keinginan atau kesengajaan pelaku yang
merupakan itikad jahat untuk menghilangkan nyawa korban. Kematian tersebut
adalah bagian dari skenario perbuatanya, artinya kematian tersebut memang
dikehendaki sebagai tujuan akhir. Niat pelaku memang susuah untuk dibuktikan
karena meupakan sesuatu yang abstrak dan tidak dapat dilihat, akan tetapi niat
pelaku dapat dilihat dengan alat yang digunakan dalam pelakukan pembunuhan.
Seorang pelaku pembunuhan sengaja akan menggunakan alat yang dengan cepat dapat
menghilangkan nyawa orang lain.[7]
2.
Pembunuhan semi
sengaja (qatlul syibhul ‘amd) adalah pembunuhan yang dilakukan seorang
secara tidak sengaja dan tidak bermaksud untuk membunuhnya tetapi hanya
bermaksud untuk melukainya, tetapi menimbuklan kematian.[8]
Menurut Imam Syaf’i yang dikutib Sayyid Sabiq, pembunuhan semi sengaja adalah
pembunuhan yang sengaja dalam pemukulannya dan keliru dalam pembunuhannya.[9]
Menurut para ulama seperti Abd Qadir ‘Audah,
mereka berpendapat bahwa dalam pembunuhan semi sengaja tidak terletak pada niat.
Menurut Sayyid Sabiq, pembunuhan semi sengaja karena pembunuhan itu diragukan
antara kesengajaan dan kesalahan, karena secara prinsip pemukulan yang dimaksud
tetapi membunuh tidak dimaksud.[10]
Unsur-unsur pembunuhan semi
sengaja:
a. Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan
kematian. Perbuatan yang dapat mengakibatkan kematian tersebuat tidak
ditentukan, dapat beruapa pemukulan, penusukan dal lain sebagainya. Disyaratkan
korban adalah orang yang terpelihara darahnya.
b. Ada maksud penganiayaan atau permusuhan. Pelaku tidak
bermaksud melakukan pembunuhan akan tetapi melakukan penganiayaan yang dapat
berakibat pada kematian.
c. Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan
kematian korban.[11]
3.
Pembunuhan tidak
sengaja. Pembunuhan ini kebalikan dengan pembunuhan sengaja, menurut Sayyid
Sabiq, pembunuhan tidak sengaja adalah ketidak sengajaan dalam dua unsur, yaitu
perbuatan dan akibat yang ditimbulkan. Dalam pembunuhan ini perbuatan tidak
diniati dan akibat yang ditimbulkan tidak dikehendaki.
Unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja:
a. Perbuatan pelaku tidak disengaja dan tidak diniati. Pelaku
tidak mempunyai niat jahat dengan perbuatannya. Hal itu karena kesalahan
semata.
b. Akibat yang ditimbulkan tidak dikehendaki. Kematian korban
tidak diharapkan.
c. Adanya keterkaitan kausalitas antara perbuatan
dengankematian korban. [12]
[1]
Pembunuhan menurut Wojowasito tersebut dikutip dari. Rahmat Hakim, Hukum
Pidana Islam (Fiqih Jinayat), (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2000), hlm. 113.
[2]
H.A. Djazuli, Fiqih Jinayat (Upaya Penaggulangan Kejahatan dalam Islam),
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), hlm.121.
[3]
Zubair Laini, ”Kejahatan Terhadap Jiwa Manusia (Misdrijven Tegen Het Leven)”, Artikel
dalam Pidana Islam di Indonesia
(Peluang, Prospek dan Tantngannya) (ed.) Jaenal Aripin, M Arskal Salim GP,
(Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2001), hlm.147.
[4] R.
Sugandhi, KUHP dan Penjelasannya, (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm.
359.
[5] Salim
Segaf al-Jufri, Jarimah (Pidana/Kriminal), http://www.syari’ahonline.com,
akses 18 februari 2004.
[6] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam.,
hlm. 118.
[7] Ibid.,
hlm 119
[8] Salim
Segaf al-Jufri, Jarimah (Pidana/Kriminal), http://www.syari’ahonline.com,
akses 18 februari 2004.
[9] Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam.,
hlm. 122.
[10]
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Alih Bahasa Mohamamd Nabhan Husein, Cet I, 14
jilid (Bandung: PT. Alma’arif,1984), hlm. 32.
[11]
H. A. Djazuli, Fiqih Jinayat., hlm. 132.
[12]
H. Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam., hlm. 121.