PROPOSAL
TESIS
STUDI
KOMPARASI SISTEM PEMILU DI INDONESIA
ANTARA
SISTEM LANGSUNG DAN PERWAKILAN PERSPEKTIF POLITIK ISLAM
Oleh:
ARI ARKANUDIN
NIM: 1220310091
KONSENTRASI STUDI POLITIK DAN
PEMERINTAHAN DALAM ISLAM
PROGAM MAGISTER HUKUM ISLAM
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2014
A. Latar Belakang Masalah
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi
jabatan-jabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari presiden,
wakil rakyat
di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Menurut teori demokrasi klasik pemilu merupakan suatu Transmission of Belt sehingga kekuasaan
yang berasal dari rakyat dapat beralih menjadi kekuasaan negara yang kemudian
menjelma dalam bentuk wewenang pemerintah untuk memerintah dan mengatur rakyat.
Pemilihan
umum yang diselenggarakan secara berkala merupakan kebutuhan mutlak sebagai
sarana demokrasi yang akan melahirkan kedaulatan rakyat sebagai inti dalam
kehidupan bernegara. Sebab melalui
proses inilah akan dihasilkan pemerintahan yang didukung oleh rakyat,
sekaligus menentukan asas legalitas, legitimasi dan asas kredibilitas.
Peran pemilu dalam kehidupan bernegara
sangat penting,
efektifitas penyelanggaraan negara sangat ditentukan oleh partisipasi warga
negarnya. Demikian pula halnya dengan sistem ketatanegaraan yang sedang berlangsung
saat ini, dibutuhkan partisipasi, peran serta aktif dari warga negara dalam hal
membantu efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan negara. Khususnya yang
mendukung setiap kebijakan pemerintahan yang akan berdampak pada kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat.
Pemilu yang berkualitas dan pemilihan
umum yang berhasil bisa dicapai hanya jika dalam pembentukan Undang-undang
Pemilu memperhatikan berbagai aspek, antara lain jumlah maksimal anggota DPR
meskipun ada tambahan penduduk. Keseimbangan antara perwakilan, penyederhanaan
jumlah partai, keterpaduan kekuatan politik di DPR, pemilihan yang mendekatkan
wakil dengan rakyat pemilih, mendorong keanggotaan yang bermutu dan berwawasan
luas, optimalisasi fungsi partai dalam melakukan pendidikan politik terhadap kadernya,
mencegah di terjadinya pemusatan kekuatan politik pada satu partai, dan
mencegah proses sentrifugal atau fragmentasi antar kekuatan politik,
menjamin pemilu yang jujur, adil, terbuka, tertib dan terhindar dan segala
macam bentuk tekanan atau cara-cara lain yang bertentangan dengan norma hukum
atau kesusilaan, dan menjamin hak-hak perwakilan minoritas yang tidak dapat
diraih melalui pemilu. Dengan kata lain pemilu dapat di katakana sukses bila di
tinjau dari segi hasil ialah jika pemilu yang di laksanakan dapat menghasilkan
wakil-wakil rakyat dan pemimpin Negara, yang mampu mewujudkan cita-cita
nasional, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
Pemilihan
umum setelah era Orde Baru runtuh dengan sebutan pesta demokrasi kian lama
menjadikan wahana pemilu menjadi sempit yang pada akhirnya memasung keleluasaan
artikulatif pemaknaan pemilu
tersebut. Hal ini terjadi karena esensinya kurang dipahami. Pada prinsipnya
pemilu dalam ranah demokrasi lebih bermakna sebagai: Pertama, kegiatan partisipasi politik dalam menuju kesempurnaan
oleh berbagai pihak. Kedua, sistem
perwakilan bukan partisipasi langsung dalam bahasa politik kepanjangan tangan
di mana terjadi perwakilan penentuan akhir dalam memilih elit politik yang
berhak duduk mewakili masyarakat. Akibatnya muncul perlombaan make-up dalam mendapat simpati wujud
representasi masyarakat luas. Ketiga,
sirkulasi pada elit politik yang berujung pada perbaikan performa pelaksana
eksekutifnya.
Di dalam ilmu Politik
juga dikenal macam-macam sistem pemilihan umum,
akan tetapi pada dasarnya hanya ada 2 yaitu : singel member constituency (satu daerah pemilihan memilih satu
wakil, biasanya disebut sistem distrik). Multy
member constituenty (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya
dinamakan proporsional representation
atau sistem perwakilan berimbang). Dari
pengertian di atas dapat dipahami bahwa tujuan diselenggarakannya pemilu adalah untuk memilih wakil rakyat dan wakil daerah
untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan
rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasinonal. Asas Pemilu pemilu
dilaksanakan secara efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil.
Di indonesia sudah ada 9 kali menyelenggarakan pemilihan umum sejak
kemerdekaan indonesia . Sistem pemilu yang dianut indonesia adalah sistem
pemilihan proporsional , ada usulan untuk merubah sistem pemilu paska Suharto
yang tetap menggunakan sistem proporsional, namun usulan sistem pemilu distrik di tolak. Dengan alasan bahwa sistem pemilu
proporsional lebih pas di Indonesia, hal ini berkaitan dengan tingkat
kemajemukan di Indonesia, adanya kekhawatiran jika menggunakan distrik karena
akan ada kelompok kelompok yang tidak
terwakili
khususnya masyarakat kecil. Sistem
proporsional juga banyak di setujui oleh DPR , karena sistem ini lebih
mengutungkan, bisa saja sistem proporsional ini akan di gunakan selamanya di
Indonesia, karena tidak mudah untuk mengganti sistem pemilu di suatu negara
kecuali perubahan politik yang radikal di Indonesia sendiri sistem pemilu sudah
mengalami perubahan dari sistem tertutup menjadi sistem proporsional semi
daftar terbuka dan sistem proporsionalterbuka.
Pasca pemerintahan Suharto terdapat perubahan
sistem pemilu yaitu terjadinya modifikasi sistem proporsional indonesia , dari
proporsional tertutup menjadi proporsional semi daftar terbuka. Dilihat
dari perubahan yang terjadi pada tahun 1999 dengan orde baru, masa orde baru
yang menjadi pilihan nya yaitu provinsi sedangkan pada tahun 1999 provinsi itu
masih daerah pilihan tetapi telah menjadi pertimbangan kabupaten kota dan
alokasi dari partai dengan perolehan suara. Pada pemilu tahun 2004 daerah
pemilihan tidak lagi provinsi akan tetapi daerah yang lebih kecil lagi walaupun
ada daerah pemilihan yang mencakup satu provinsi seperti Riau, Jambi, Bengkulu,
Bangka Belitung, Kepri, Yogykarta, Bali semua provinsi di Kalimantan, Sulawesi
utara dan tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku utara, Papua dan Irian jaya
barat. Masing-masing pilihan mendapatkan 3-12 kursi. Pada pemilu besaran daerah
pemilihan untuk DPR diperkecil 3-10. Pada pemilu 1999
dan orde baru para pemilih cukup memilih tanda gambar peserta pemilu. Pada
tahun 2004 para pemilih boleh coblos tanda gambar kontestan pemilu dan
calonnya. Agar pemilih dapat mengenal calonnya dan menentukan siapa yang menjadi
wakil DPR dan dapat memberikan calon yang tidak ada nomor atas untuk terpilih
asalkan memenuhi jumlah bilangan peung membagi pemilih (BPP) . Di katakan
perubahan proporsional ini semi daftar terbuka karena penentuan atau pemilihan
siapa yang akan mewakili partai di dalam perolehan kursi DPR/D tidak didasarkan
perolehan suara terbanyak tetapi nomor urut. .
Sistem
proporsional semi daftar terbuka pada dasarnya merupakan hasil sebuah kompromi
dalam pembahasan RUU mengenai hasil pemilu pada 2002 PDIP, Golkar, PPP jelas
jelas menolak sistem daftar terbuka karena penentuan caleg adalah hak partai
peserta pemilu. memang jika diberlakukannya sistem daftar terbuka akan
mengurangi otoritas partai dalam menyeleksi caleg yang cocok duduk di kursi
DPR/D. Tetapi akhirnya ketiga partai itu menyetujui perubahan tetapi tidak
terbuka secara bebas melainkan setengah saja.
Kelemahan Sistem Pemilu yang
Memberikan Peluang Money Politic. Money politic (politik uang) merupakan
uang maupun barang yang diberikan untuk menyoggok atau memengaruhi keputusan
masyarakat agar memilih partai atau perorangan tersebut dalam pemilu, padahal
praktek money politic merupakan praktek yang sangat bertentangan dengan nilai
demokrasi.
Lemahnya Undang-Undang dalam memberikan sanksi tegas terhadap pelaku money politic membuat praktek money politic ini menjamur luas di
masyarakat. Maraknya praktek money
politic ini disebabkan pula karena lemahnya Undang-Undang dalam mengantisipasi
terjadinya praktek tersebut. Padahal praktek money politic ini telah hadir dari zaman orde baru tetapi sampai
saat ini masih banyak hambatan untuk menciptakan sistem pemilu yang benar-benar
anti money politic. Praktek money
politic ini sungguh misterius karena sulitnya mencari data untuk
membuktikan sumber praktek tersebut,
namun ironisnya praktek money
politic ini sudah menjadi kebiasaan dan rahasia umum di masyarakat. Real-nya Sistem demokrasi pemilu di
Indonesia masih harus banyak perbaikan, jauh berbeda dibandingkan sistem pemilu
demokrasi di Amerika yang sudah matang. Hambatan terbesar dalam pelaksanaan
pemilu demokrasi di Indonesia yaitu masih tertanamnya budaya paternalistik di kalangan elit politik.
Elit-elit politik tersebut menggunakan kekuasaan dan uang untuk melakukan
pembodohan dan kebohongan terhadap masyarakat dalam mencapai kemenangan
politik. Dewasanya, saat ini banyak muncul kasus-kasus masalah Pilkada yang
diputuskan melalui lembaga peradilan Mahkamah Konstitusi (MK) karena pelanggaran
nilai demokrasi dan tujuan Pilkada langsung. Hal itu membuktikan betapa
terpuruknya sistem pemilu di Indonesia yang memerlukan penanganan yang lebih
serius. Masyarakat yang kondisi ekonominya sulit dan pengetahuan politiknya
masih awam akan mejadi sasaran empuk para pelaku praktek money politik.
Pelaku praktek money politic ini tentu mengeluarkan biaya yang tidak sedikit dalam
menjalankan prakteknya tersebut, sehingga setelah dia menerima kekuasaan maka
terjadi penyelewengan kekuasaan seperti eksploitasi APBD, kapitalisasi
kebijakan, dan eksploitasi sumber daya yang ada sebagai timbal-balik atas biaya
besar pada saat pelaku money politik
itu melakukan kampaye.Perlunya penafsiran ulang mengenai keputusan Mahkamah
Konstitusi dalam menyelesaikan masalah-masalah di pemilu yang terkadang
menyalahi aturan UU yang berlaku. Calon-calon dalam pemilu pasti melakukan
kampanye, kampaye ini memerlukan dana yang tidak sedikit. Banyak pihak-pihak
yang membantu pendanaan dalam melakukan kampanye suatu partai atau perorangan,
namun hal ini terkadang bisa di sebut suatu penyuapan politik. Pihak-pihak yang
memberikan pendanaan biasanya mengharapkan imbalan setelah partai atau
perorangan tersebut terpilih dan memegang kekuasaan. Misalnya, anggota
legislative yang terpilih tersebut membuat peraturan Undang-Undang yang memihak
pada pihak-pihak tertentu khususnya pihak yang mendanai partai atau perorangan
dalam kampanye tersebut. Dalam pemilu banyak aksi money politic yang dapat memengaruhi hasil pemilu karena aturan yang
tidak tegas bahkan petinggi negara seperti badan legislative, eksekutif, dan
yudikatif beberapa diantaranya bisa di suap sehingga petinggi negara yang
memiliki kekuasaan tersebut dengan mudah dapat menetapkan kebijakan-kebijakan
atau melakukan kecurangan yang menguntungkan pihak yang memiliki banyak uang
tesebut.
Islam
adalah agama yang unik, satu-satunya agama yang mengatur manusia baik ibadah (ruhiyah) maupun dalam hal
kehidupan/politik (siyasah). Karena
itu sebagai kosekuensi dari iman seseorang, maka iman itu mengharuskan semua
perbuatan manusia terikat pada hukum-hukum syara’ yang telah ditetapkan.
Seorang mu’min akan senantiasa mendasarkan segala aktivitasnya pada hukum-hukum
yang telah diturunkan kepadanya dan tidak mengadakan hal-hal baru. Termasuk
dalam aktivitas perubahan ini.
Pemilu memang ada dan
dibolehkan dalam Islam. Sebab, kekuasaan itu ada di tangan umat (as-sulthan
li al-ummah). Ini merupakan salah satu prinsip dalam sistem pemerintahan
Islam (Khilafah). Prinsip ini terlaksana melalui metode baiat dari pihak umat
kepada seseorang untuk menjadi khalifah. Prinsip ini berarti, seseorang tidak
akan menjadi penguasa (khalifah), kecuali atas dasar pilihan dan kerelaan umat.
Nah, di sinilah pemilu dapat menjadi salah satu cara bagi umat untuk memilih siapa yang mereka
kehendaki untuk menjadi khalifah.
Menurut Fahmi Huwadi, jika dalam bidang
akidah saja suatu hal yang sangat penting Islam memberikan kebebasan, maka
logikanya dalam bidang-bidang yang lain seperti politik, tentu merupakan
kebebasan bagi umat untuk mengekpresikannya. Kebebasan politik menurut istilah
modern tidak lain kecuali hanya cabang pokok-pokok kebebasan yang diberikan
islam, yaitu manusia dalam kedudukannya sebagai manusia dalam kedudukannya
sebagai manusia yang telah ditetapkan dalam nash-nash baik dalam al-Qur’an
maupun as-Sunah Nabi Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas, maka masalah yang akan di teliti dalam tesis ini dapat di
rumuskan dalam beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimana perbandingan sistem pemilu
yang pernah berlaku di Indonesia dengan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing?
2. Bagaimana Politik Islam memandang
sistem pemilu yang ada di Indonesia?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Dari rumusan masalah yang telah di
kemukakan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Tujuan Penelitian
a. Menjelaskan tentang pengertian dan kegunaan pemilu di Indonesia.
b. Memberikan penjelasan tentang kelebihan
dan kekurangan sistem pemilu.
2. Kegunaan Penelitian
a.
Kegunaan secara teoritis adalah untuk memperkaya khasanah keilmuan,
terlebih untuk bahasan ilmu politik.
b. Memberikan sumbangsih pemikiran dan gambaran tentang kelebihan dan
kekurangan sistem pemilu yang ada.
c. Memberi
kontribusi bagi para pelaku pembuat undang-undang guna menimbang lebih lanjut terhadap sistem
pemilu di Negara kita.
d. Di
harapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi khasanah keilmuan di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya.
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah pustaka
yang telah penyusun lakukan mengenai studi komparasi system pemilu langsung dan
perwakilan, terdapat beberapa literatur yang sesuai dengan
pokok bahasan ini diantaranya:
Buku yang di tulis oleh Tataq Chimad
“Kritik Terhadap Pemilihan Langsung” buku ini mencoba mengkritisi tentang model
pemilu langsung. Dalam kritiknya tergambar akan scenario
besar runtuhnya bangunan (ruh) pemilu atas kesenjangan pemutusan alur
demokrasi, lewat kepentingan sesaat saja. Kritis adalah jawaban kedepan semoga
suara masyarakat tidak disepelekan oleh elit politik, jika mereka pun tidak
inggin disepelekan oleh masyarakat luas. Yang membedakan dengan tesis ini
adalah buku ini hanya fokus terhadap kritik system pemilu langsung sedang tesis
ini mencoba membandingkan antara sistem langsung dan perwakilan dalam pemilu
baik dari segi kekurangan maupun kelebihan.
Kemudian buku yang ditulis oleh Daniel S.
Salossa dengan judul “Mekanisme, Persyaratan, dan Tata Cara Pilkada Langsung (
Menurut Undang-Undang No.32 Th 2004 tentang Pemerintahan Daerah). Buku ini
memuat informasi penting yang lengkap mengenai mekanisme dan tata cara
pemilihan langsung dari awal hingga akhir. Sejumlah informasi penting yang
dipaprkan dalam buku ini antara lain mengenai: Tata cara pemilihan kepala
daerah, tata tertib kampanye dan pemunggutan suara, tugas dan wewenang KPUD.
Koirudin
dengan bukunya “Kilas Balik Pemilihan Presiden 2004”, buku ini secara
komprehensif memuat satatan-catatan penting hal-hal yang perlu diperhatikan
bagi penyempurnaan pemilihan umum yang akan datang. Pertanyaan fundamentalnya
adalah bagaimana keberhasilan procedural dalam pemilu presiden dapat memberikan
kontribusi subtansial bagi perkembangan demokrasi kedepan. Pertanyaan tersebut
perlu dijawab mengingat kesuksesan masyarakat melaksanakan demokrasi procedural
selama lebih kurang enam tahun terakhir ini justru memproduksi oligarki baik
dilingkungan partai politik maupun di lembaga-lembaga politik lainnya. Terutama
parlemen, mulai dari tingkat pusat sampai daerah. Parlemen dan partai politik
dijadikan saluran untuk menyalurkan sumberdaya Negara untuk memperkuat
patronage politik. Buku ini hanya focus terhadap pemilu presiden 2004 saja.
E. Kerangka Teoritik
Pemilihan
Umum adalah salah satu wujud demokrasi. Dalam kata lain, Pemilu adalah
pengejawantahan penting dari “demokrasi prosedural”. Berkaitan dengan ini,
Samuel P. Huntington dalam Sahid gatara (2008: 207) menyebutkan bahwa prosedur
utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin secara kompetitif oleh rakyat
yang bakal mereka pimpin. Selain itu, Pemilu sangat sejalan dengan semangat
demokrasi secara subtansi atau “demokrasi subtansial”, yakni demokrasi dalam
pengertian pemerintah yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Artinya, rakyatlah yang memegang kekuasaan tertinggi.
Berdasarkan uraian di atas, Pemilu adalah
lembaga sekaligus prosedur praktik politik untuk mewujudkan kedaulatan rakyat
yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan (representative government). Secara
sederhana, Pemilihan Umum didefinisikan sebagai suatu cara atau sarana untuk
menentukan orang-orang yang akan mewakili rakyat dalam menjalankan
pemerintahan.
Dalam
teori juga dikatakan bahwa Negara modern adalah Negara demokratis yang
memberikan ruang khusus bagi keterlibatan rakyat dalam jabatan-jabatan public.
Setiap jabatan public ini merupakan arena kompetisi yang diperebutkan secara
wajar dan melibatkan setiap warga Negara tanpa diskriminasi rasial, suku,
agama, golonngan dan stereotip lainnya yang meminimalkan partisipasi setiap
orang.
Pada 2007, berdasarkan
UU No.22 Tahun 2007, pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada)
juga dimasukan sebagai bagian dari rezim pemilihan umum. Ditengah masyarakat,
istilah “pemilu” lebih sering merujuk kepada pemilu legislatif dan pemilu presiden
dan wakil presiden yang diadakan lima tahun sekali. Umumnya yang berperan dalam
pemilu dan menjadi peserta pemilu adalah partai-partai politik. Partai politik
yang menyalurkan aspirasi rakyat dan mengajukan calon-calon untuk dipilih oleh
rakyat melalui pemilihan itu.
Pemilu
memiliki berbagai macam sistem, tetapi ada dua sistem yang merupakan prinsip
dalam pemilu dan sistem ini termasuk dari sistem pemilihan mekanis . Sistem
tersebut adalah:
1) Sistem perwakilan distrik (
satu daerah pemilihan memilih satu wakil )
didalanm
sistem distrik satu wilayah kecil memilih satu wakil tunggal atas dasar suara
terbanyak, sistem distrik memiliki variasi, yakni :
firs past the post
: sistem yang menggunakan single memberdistrict dan pemilihan yang berpusat
pada calon, pemenagnya adalah calon yang memiliki suara terbanyak.
the two round system
: sistem ini menggunakan putaran kedua sebagai landasan untuk menentukan
pemenang pemilu. hal ini dilakukan untuk menghasilkan pemenang yang memperoleh
suara mayoritas.
the alternative vote
: sama seperti firs past the post
bedanya para pemilih diberi otoritas untuk menentukan preverensinya melalui
penentuan ranking terhadap calon-calon yang ada.
block vote
: para pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon-calon yang terdapat dalam
daftar calon tanpa melihat afiliasi partai dari calon-calon yang ada.
Kelebihan
Sistem Distrik
a.
Sistem ini mendorong terjadinya
integrasi antar partai, karena kursi kekuasaan yang diperebutkan hanya satu.
b.
Perpecahan partai dan pembentukan partai
baru dapat dihambat, bahkan dapat mendorong penyederhanaan partai secara alami.
c.
Distrik merupakan daerah kecil, karena
itu wakil terpilih dapat dikenali dengan baik oleh komunitasnya, dan hubungan
dengan pemilihnya menjadi lebih akrab.
d.
Bagi partai besar, lebih mudah untuk
mendapatkan kedudukan mayoritas di parlemen.
e.
Jumlah partai yang terbatas membuat
stabilitas politik mudah diciptakan
Kelemahan
Sistem Distrik
a.
Ada kesenjangan persentase suara yang
diperoleh dengan jumlah kursi di partai, hal ini menyebabkan partai besar lebih
berkuasa.
b.
Partai kecil dan minoritas merugi karena
sistem ini membuat banyak suara terbuang.
c.
Sistem ini kurang mewakili kepentingan
masyarakat heterogen dan pluralis.
d.
Wakil rakyat terpilih cenderung
memerhatikan kepentingan daerahnya daripada kepentingan nasional.
2) Sistem
perwakilan proposional (
satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil )
Sistem perwakilan proposional ialah
sistem, di mana kursi-kursi di lembaga perwakilan rakyat dibagikan kepada
tiap-tiap partai politik, disesuaikan dengan prosentase atau pertimbangan
jumlah suara yang diperoleh tiap-tiap partai politik. Sistem ini juga disebut
perwakilan berimbang atau multi member constituenty. ada dua macam sitem di
dalam sitem proporsional, yakni ;
list proportional
representation : disini partai-partai peserta pemilu
menunjukan daftar calon yang diajukan, para pemilih cukup memilih partai.
alokasi kursi partai didasarkan pada daftar urut yang sudah ada.
the single transferable
vote : para pemilih di beri otoritas untuk menentukan
preferensinya. pemenangnya didasarkan atas penggunaan kota.
Kelebihan
Sistem Proposional
a.
Dianggap lebih mewakili suara rakyat
karena perolehan suara partai sama dengan persentase kursinya di parlemen.
b.
Setiap suara dihitung dan tidak ada yang
terbuang, hingga partai kecil dan minoritas bisa mendapat kesempatan untuk
menempatkan wakilnya di parlemen. Hal ini sangat mewakili masyarakat heterogen
dan pluralis.
Kelemahan
Sistem Proposional
a.
Berbeda dengan sistem distrik, sistem
proporsional kurang mendukung integrasi partai politik. Jumlah partai yang
terus bertambah menghambat integrasi partai.
b.
Wakil rakyat kurang akrab dengan
pemilihnya, tapi lebih akrab dengan partainya. Hal ini memberikan kedudukan
kuat pada pimpinan partai untuk memilih wakilnya di parlemen.
c.
Banyaknya partai yang bersaing
menyebabkan kesulitan bagi suatu partai untuk menjadi mayoritas.
Secara
aktivitas, maka proses memilih wakil rakyat dalam pemilu kali ini dalam sudut
pandang Islam adalah akad wakalah (perwakilan). Dimana diperlukan pemenuhan
atas rukun-rukunnya agar sempurna suatu akad wakalah tersebut. Rukun-rukun wakalah
adalah adanya (1) muwakkil atau yang mewakilkan suatu perkara, (2) wakil, yaitu
orang yang menerima perwakilan, (3) shighat at-tawkil atau redaksional
perwakilan, dan (4) al-umuur al-muawakkal biha atau perkara yang diwakilkan. Di
dalam konteks memilih wakil rakyat ini, maka yang perlu dicermati adalah rukun
keempat, yaitu perkara yang diwakilkan. Karena, syarat perkara yang boleh
diwakilkan hanyalah perkara yang syar’i (dibolehlkan dalam syari’at). Wakil
rakyat yang dipilih oleh masyarakat mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu (1)
fungsi legislasi untuk membuat UUD dan UU, (2) melantik presiden/wakil
presiden, dan (3) fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah.
F. Metode Penelitian
Karya ilmiah pada umumnya adalah
hasil penelitian yang di lakukan secara ilmiah dan bertujuan untuk menemukan,
menyumbangkan dan menyajikan kebenaran. Dalam penyusunan
skripsi ini mengunakan metode sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis
penelitian yang di gunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah library research yaitu metode penelitian
mengunakan fasilitas kepustakaan yang berupa kitab, buku, jurnal KUHP, makalah,
artikel dan sumber-sumber ilmiah lainnya yang relevan dengan pokok pembahasan
skripsi ini.
2. Sifat Penelitian
Dalam hal ini
peneliti mengunakan penelitian yang bersifat deskritif analitikdimana penyusun
bermaksud untuk mengambarkan sesuai dengan fakta mengenai perbandingan sistem pemilu yang ada di
Indonesia serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing system, serta
bagaimana kalau ditinjau dari sudut panjang hokum islam.
3. Pendekatan Masalah
Pendekatan
yang penyusun gunakan dalam menelusuri masalah yang di teliti yaitu:
a.
Pendekatan normatif, yakni
cara mendekati masalah yang di bahas dengan melihat apakah sesuatu itu baik
atau buruk, benar atau salah yang berdasarkan pada norma-norma hukum islam yang
berlaku baik yang tersurat maupun yang tersirat.
4. Pengumpulan Data
Dalam
mengumpulkan data penyusun mengunakan studi kepustakaan dalam memperoleh data
sekunder yang dalam hal ini di lakukan dengan membaca, mencatat dan mengutip
dari hal-hal yang di teliti dari berbagai sumber kepustakaan yang ada.
Sedangkan untuk memperoleh data primer yaitu dari Al-Qur’an, Hadist, dan data tersier di peroleh
dari kamus-kamus bahasa Indonesia, Inggris, Arab dan ensiklopedia tematis ilmu politik, ensiklopedi fikih
dan lain-lain.
5. Analisis Data.
Dalam
proses menganalisis dan menginterprestasikan data-data yang terkumpul penyusun
menempuh cara analisis deskritif
kualitatif yakni setelah data-data terkumpul kemudian data tersebut di
kelompokkan menurut kategori masing-masing dan selanjutnya di
interpresentasikan melalui kata-kata atau kalimat dengan kerangka berpikir
untuk memperoleh kesimpulan atau jawaban dari permaslahan yang telah di
rumuskan.
Selanjutnya
untuk menginterpresentasikan data-data yang sudah terkumpul penyusun memakai
kerangka berpikir induktif, yakni
dari pola pikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus, peristiwa-peristiwa
kongkrit, untuk menarik generalisasi yang bersifat umum. Dengan kata lain,
setelah data terkumpul, peneliti mulai menghimpun dan mengorganisasikan
data-data yang masih bersifat khusus tersebut yang selanjutnya di
pisah-pisahkan menurut kategori masing-masing untuk menjawab permasalahan dan
juga untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat khusus.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk memberikan gambaran penulisan
dan pembahasan, proposal ini akan di bagi menjadi lima bab yang terdiri dari
bagian-bagian yang berkaitan, masing-masing bab dapat di gambarkan secara
ringkas sebagai berikut:
Bab pertama berisi pendahuluan yang
memuat latar belakang masalah sebagai dasar rumusan masalah, pokok masalah
untuk membatasi lingkup permasalahan yang akan di teliti, tujuan dan kegunaan,
telaah pustaka sebagai referensi atau literatur bahan kajian yang di gunakan,
kerangka teoritik sebagai pokok analisis yang akan mengupas pokok masalah,
metode penelitian dan sistematika penelitian untuk mengarahkan kepada substansi
penelitian ini.
Bab kedua membahas tentang pengertian serta macam sistem
pemilu yang ada dalam ilmu politik islam.
Bab Ketiga membahas mengenai pengertian serta macam sistem pemilu
yang ada dalam ilmu politik serta kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
sistem.
Bab keempat, merupakan anlisis dari
permasalahan yang sedang di kaji yakni kelebihan dan kekurangan dari masing-masing
system yang ada ditinjau dari segi politik islam.
Bab kelima, bab ini merupakan
penutup dari skripsi penyusun, yang meliputi kesimpulan, saran, dan lampiran.
H. RENCANA DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
HALAMAN
PENGESAHAN...................................................................................... ii
HALAMAN NOTA
DINAS......................................................................................... iii
HALAMAN
MOTTO.................................................................................................... iv
HALAMAN
PERSEMBAHAN................................................................................... v
KATA
PENGANTAR.................................................................................................. vi
PEDOMAN
TRANSLITERASI.................................................................................. vii
DAFTAR
ISI................................................................................................................
viii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Pokok Masalah
C.
Tujuan dan Kegunaan
D.
Telaah Pustaka
E.
Kerangka Teoritik
F.
Metode Penelitian
G.
Sistematika pembahasan
BAB II. SISTEM PEMILU DALAM POLITIK ISLAM
A.
Pengertian dan Tujuan Pemilu dalam Politik Islam.
B.
Macam – Macam Sistem Pemilu dalam Politik Islam.
C.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu dalam Politik Islam.
BAB III. SISTEM PEMILU DALAM ILMU POLITIK
A.
Pengertian dan Tujuan Pemilu dalam Ilmu Politik.
B.
Macam – Macam Sistem Pemilu dalam Ilmu Politik .
C. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemilu
dalam Ilmu Politik.
BAB IV PERBANDINGAN SISTEM PEMILU DI
INDONESIA DITINJAU DARI POLITIK ISLAM
Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing sistem
pemilu di Indonesia bila di tinjau dari sudut pandang politik Islam.
BAB V. PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran-saran
C.
Penutup
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I
. DAFTAR PUSTAKA
Analisa,
1983-3, Pembangunan Politik, CSIS,
Jakarta: 1983.
Budiarjo,
Miriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta:
PT. Gramedia, 1983.
Budiardjo, Miriam . dasar-dasar ilmu politik (edisi revisi). Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 2008.
Prihatmoko, dkk..Menang Pemilu Ditengah Oligarki
Partai.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Prof. Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu
Politik, ( Jakarta: PT. Gramedia), 1983.