Pengertian
Jarimah Qazf
Qazf dari segi bahasa berarti ar-ramyu
(melempar). Menurut istilah, qazf adalah menuduh wanita baik-baik
berbuat zina tanpa adanya alasan yang meyakinkan.[1] Dalam
Islam, kehormatan merupakan suatu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu,
tuduhan zina yang tidak terbukti dianggap sangat berbahaya dalam masyarakat. Dalam
hukum Islam, perbuatan seperti ini masuk kategori tindak pidana hudud yang diancam dengan hukuman berat,
yaitu 80 kali dera. Hukuman
Bagi orang yang menuduh zina tapi tidak
terbukti (qazf) didasarkan pada firman Allah dalam surat an-Nur ayat 4:
وَالَّذِيْنَ يَرْمُوْنَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ
لَمْ يَأْتُوْا بِأَرْبَعَةَ شُهَـدَاءَ فَاجْلِدُوْهُمْ ثَمَانِيْنَ جَلْدَةً
وَلاَ تَقْبَلُوْا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.
Korban
dari tuduhan palsu zina ini bisa perempuan dan bisa laki-laki. Perempuan
baik-baik dinyatakan secara jelas dalam ayat sebagai contoh karena tuduhan
palsu terhadap perempuan lebih serius dan lebih jahat sifatnya ketimbang palsu
terhadap laki-laki.[2]
Unsur
tindak pidana dalam jarimah qadzaf
ini ada tiga, yaitu (1) menuduh zina atau mengingkari nasab; (2) orang yang
dituduh itu muhsan, dan bukan pezina;
3) ada itikad jahat. Orang yang menuduh zina itu harus membuktikan kebenaran
tuduhannya.[3]
Tuduhan zina itu harus diucapkan dalam bahasa yang tegas (eksplisit), seperti
“Hai Pezina”, atau “Aku telah melihatmu berzina”.[4] Sementara
itu, terhadap tuduhan yang berupa sindiran harus ada bukti-bukti lain yang
menunjukkan maksud qadzaf. Untuk
menuduh zina tidak disyaratkan menggunakan kata-kata tuduhan, tapi cukup dengan
membenarkan tuduhan. Contohnya, A berkata kepada B, “Ibumu pezina”, kemudian C
berkata, “Itu benar”, maka A dan C sama-sama penuduh zina. Namun demikian,
dalam tuduhan disyaratkan sasarannya atau orang yang dituduh itu harus jelas.
Dalam tindak pidana ini juga disyaratkan adanya gugatan (pengaduan) dari orang
yang terkena tuduhan zina.[5]
Pembuktian dalam tindak pidana ini dapat diperoleh baik melalui pengakuan
terdakwa maupun alat bukti dua orang saksi.[6]
Tuduhan
palsu sodomi dan lesbian, sama hukumannya dengan tuduhan palsu zina, tetapi
tuduhan palsu terhadap sodomi dan lesbian tidak dijatuhi hukuman hadd, melainkan dengan ta’zir.[7]
[1] Pengertian ini dapat dipahami
dari isi surat an-Nur ayat 4: "Barang siapa yang menuduh wanita baik-baik
berbuat zina tanpa mendatangkan empat orang saksi, maka deralah ia delapan
puluh kali deraan."
[2] Ibid., hlm. 68-69.
[3] H. A. Djazuli, Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan
dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1996), hlm. 66.
[4] Ibid., hlm. 69.
[5] H. A. Djazuli, Fiqh...,
hlm. 66-67.
[6] As-Sayid Sabiq, Fiqh..., II: 372-74.
[7] Topo Santoso, Membumikan
Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema
Insani, 2003), hlm. 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar