Selasa, 29 Januari 2013

Kiminologi

 ASPEK PSIKOLOGIS PERILAKU MENYIMPANG
KEJAHATAN DUNIA MAYA
DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ............................................................................................ 1
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 2
PENDAHULUAN ................................................................................................. 3
A.    Latar Belakang Masalah ............................................................................. 3
B.    Pokok Masalah ........................................................................................... 4
PEMBAHASAN ................................................................................................... 5
A.    Perilaku Menyimpang ................................................................................ 5
B.    Aspek Psikologis Pelaku ............................................................................ 6
C.    Cyber Crime ............................................................................................... 7
PENUTUP ............................................................................................................. 9
BIBLIOGRAFI ................................................................................................... 11















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi telah merubah struktur masyarakat dari yang bersifat lokal menuju ke arah masyarakat yang berstruktur global. Perubahan ini disebabkan oleh kehadiran teknologi informasi tersebut berpadu dengan media dan komputer sehingga lahirlah piranti baru yang dinamakan internet.
Perkembangan internet yang semakin meningkat baik teknologi dan penggunaannya, membawa dampak positif maupun negatif. Tentunya dampak yang bersifat positif pantas disyukuri, karena banyak manfaat dan kemudahan yang didapat dari teknologi ini, namun tidak dapat dipungkiri pula bahwa teknologi internet telah membuat kejahatan yang semula bersifat konvensional seperti pengancaman, pencurian, dan penipuan, kini dapat dilakukan dengan menggunakan media komputer secara online dengan resiko tertangkap yang sangat kecil.  Dalam perkembangan berikutnya muncullah kejahatan dunia maya atau lebih dikenal dengan istilah “cyber crime”.
Tinjauan dari segi berbeda mengenai para pelaku perilaku menyimpang dapat diteliti salah satunya dari sisi psikologisnya, tentang bagaimana kondisi kejiwaan pelaku ketika melakukan suatu tindak kriminal. Karena pada hakekat kemanusiaan secara fitrah, sejatinya manusia adalah sebagai khalifah di muka bumi yang harus berseru pada kebaikkan dan mencegah dari setiap kejahatan. Berangkat dari rumusan masalah tersebut, mengantarkan pada suatu pokok permasalahan yang akan diuraikan dan dibahas pada keterangan selanjutnya.


B. Pokok Masalah
Tinjauan pembahasan dalam makalah ini menitikberatkan pada suatu kajian tentang rumusan pertanyaan:
Bagaimana kondisi kejiwaan pelaku perilaku menyimpang kejahatan dunia maya dalam keterkaitan perspektif kriminologi?


























BAB II
PEMBAHASAN

A.    Perilaku Menyimpang
Seiring dengan kemajuan budaya dan IPTEK, perilaku manusia di dalam hidup bermasyarakat dan bernegara justru semakin kompleks dan bahkan multikompleks. Perilaku demikian apabila ditinjau dari segi hukum tentunya ada perilaku yang dapat dikategorikan sesuai dengan norma dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma. Terhadap perilaku yang sesuai norma (hukum) yang berlaku, tidak menjadi masalah. Terhadap perilaku yang tidak sesuai norma biasanya dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan merugikan masyarakat.
Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketenteraman kehidupan manusia. Penyelewengan yang demikan, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan, bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, sulit diberantas secara tuntas.
Semakin tinggi kemampuan manusia juga dapat menimbulkan dampak negatif, yang antara lain berupa semakin canggihnya kejahatan dilakukan. Lebih-lebih dalam era globalisasi abad ke-21 ini, kejahatan bukan saja berdimensi nasional tetapi sudah transnasional. Hal itu ditandai bukan saja kerugian yang besar dan meluas, namun juga modus operandi dan peralatan kejahatan semakin canggih. Kejahatan bukan saja dilakukan oleh perorangan tetapi sudah bersifat kelompok dan terorganisasi. Minimal ada delapan ciri-ciri kejahatan canggih (Dr. Andi Hamzah, S.H., 1991: 47) yaitu sebagai berikut:
1.    Dapat dilakukan secara transnasional, artinya melampaui batas-batas suatu negara.
2.    Alat yang dipakai ialah alat canggih seperti peralatan elektronik, komputer, telepon, dan lain-lain.
3.    Cara, metode, dan akal yang dipakai sangat canggih.
4.    Kerugian yang ditimbulkan dapat mencapai jumlah yang sangat besar.
5.    Seringkali belum tersedia norma hukum positifnya.
6.    Memerlukan keahlian khusus bagi penegak hukum untuk menanganinya.
7.    Diperlukan biaya besar dalam usaha memberantas dan menuntutnya.
8.    Di samping penyidikan dan penuntutan diperlukan pula intelijen hukum (law intelligence) untuk melacaknya.
B.    Aspek Psikologis Pelaku
Pada hakekatnya setiap manusia terlahir dalam keadaan yang baik dan sifat kemanusiaan yang dimiliki sejak masa awal muncul di dunia adalah kebaikkan, maka dari itu sepatutnya manusia harus selalu berlaku baik pada kesehariannya agar perilaku yang tampak dapat dinilai sebagai sesuatu yang normal (kebaikkan). Namun seiring dengan pertumbuhan, perkembangan, dan pengaruh dari berbagai segi, manusia terkadang menyimpang dari kenormalannya hingga melakukan tindakan-tindakan yang dinilai abnormal (buruk/perilaku menyimpang) oleh lingkungan dan masyarakat dari norma/nilai yang ada.
Beberapa aspek yang dapat ditinjau sehingga pelaku dapat menyimpang untuk melakukan tindakan abnormal tersebut, yakni:
1.    Kekuasaan bersama (power with); membuat perbedaan dengan cara bekerja sama dan saling mendukung, sehinggga memunculkan kebaranian besar dalam melakukan tindakan-tindakan penyimpangan (abnormal).
2.    Kekuasaan terhadap (power over); kekuasaan yang dicari oleh orang-orang yang tidak merasa dirinya penting dan kuat kecuali kalau mereka dapat memimpin dan mengontrol orang lain secara luar kuasa manusia, semisal merampas secara paksa dan ancaman, penyanderaan secara kejam, sabotase, dan lain sebagainya.
3.    Kekuasaan menentang (power againts); suatu pola yang dikembangkan oleh orang-orang yang mengembangkan orientasi kekuasaan bersama/power with dan (atau) kekuasaan terhadap/power over, sehingga perpaduan kejahatan atau suatu delik (perbuatan melawan hukum) dapat terjadi secara berkelompok (besar ataupun kecil).
C.    Cyber Crime
Muladi, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, berpendapat, bahwa yang sangat menarik dari tindakan pidana di bidang komputer adalah motivasi dilakukannya perbuatan tersebut.
Lebih lanjut Muladi mengatakan, bahwa pelaku tindak pidana komputer dalam melakukan perbuatannya semata-mata bukan karena uang, tetapi ada unsur “challenge”. Yang dipikirkan oleh mereka bukan karena profit, melainkan bagaimana mengakali (outsmart), suatu sistem komputer dan melakukannya untuk kesenangan.
Kalangan security data di Amerika Serikat sendiri menyebutkan komputer sebagai: “Unsmoking Gun”, karena memang komputer tidak memberikan suatu indikasi apa pun yang memperingatkan bahwa telah terjadi kesalahan.
Kualifikasi kejahatan dunia maya (cyber crime) sebagaimana dikutip Barda Nawawi Arief, bahwa kualifikasi cyber crime menurut Convention on Cyber Crime di Bunapest Hongaria pada tanggal 23 November 2001 adalah sebagai berikut:
1.    Illegal acces: yaitu sengaja memasuki atau mengakses sistem komputer tanpa hak.
2.    Illegal interception: yaitu sengaja dan tanpa hak mendengar atau menangkap secara diam-diam pengiriman dan pemancaran data komputer yang tidak bersifat publik ke, dari atau di dalam sistem komputer dengan menggunakan alat bantu teknis.
3.    Data interference: yaitu sengaja dan tanpa hak melakukan perusakkan, penghapusan, perubahan atau penghapusan data komputer.
4.    System interference: yaitu sengaja melakukan gangguan atau rintangan serius tanpa hak terhadap berfungsinya sistem komputer.
5.    Misuse of devices: penyalahgunaan perlengkapan komputer, termasuk program komputer, password komputer, kode masuk (acces code).
Sedangkan ciri-ciri pelaku penyimpangan cyber crime tersebut seperti yang ada dalam buku Introduction to Date Security and Controls karya Edward R. Buck adalah:
1.    Menyenangi tantangan.
2.    Usia antara 18 sampai dengan 46 tahun.
3.    Dorongan untuk maju sangat tinggi.
4.    Energetic.
5.    Senyum dan ramah.
6.    Cerdas.










BAB III
PENUTUP

Sebagai penutup dari makalah ini, ada beberapa kesimpulan dalam penanggulangan perilaku menyimpang (khususnya preventif dalam delik cyber crime) ditinjau dari sisi psikologis pelaku, yaitu:
1.    Pendekatan preventif: adalah pendekatan yang pertama-tama berusaha mencegah gangguan-gangguan sikis yang ringan dan yang dapat menimbulkan psikosis-psikosis yang sebenarnya. Pendekatan ini bisa dimulai di rumah dan di sekolah. Pendekatan ini dilakukan dengan mengadakan pembinaan-pembinaan hubungan orang tua-anak yang sehat dan pengadaan lingkungan sekolah yang dapat menimbulkan perkembangan minat-minat dan kemampuan yang melekat pada diri anak.
2.    Pendekatan terapeutik: perbaikkan ketidakmampuan menyesuaikan diri yang ringan dalam tingkah laku sehingga tidak berkembang menjadi hambatan-hambatan yang berat. Ketidakmampuan menyesuaikan diri yang ringan ini mungkin terjadi bertepatan dengan perubahan lingkungan sosial dan pribadi seseorang.
3.    Pendekatan kuratif (yang lebih dikenal sebagai psikiatri preventif): pendekatan ini mencakup praktek-praktek yang dilakukan untuk menemukan dan memperbaiki ketidakmampuan menyesuaikan diri yang berat dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Pelayanan dari para ahli ilmu kesehatan sikis yang terlatih, seperti psikiater dan psikolog klinis diperlukan pada tahap penyimpangan kepribadian yang berat ini.
Penggabungan seluruh pendekatan tersebut diakumulasikan dalam konsep millieu therapy  atau total push therapy (dorongan total), yaitu terapi yang dilakukan dengan menciptakan suatu lingkungan hidup (belajar) yang baru yang secara sistematis menggunakan kejadian sehari-hari sebagai pola untuk menangani masalah yang menyangkut emosi dan tingkah laku dari individu. Teori yang melatarbelakangi millieu therapy ialah lingkungan individu sangat berpengaruh terhadap tingkah laku, dan lingkungan itu dapat dibangun untuk menghasilkan pengaruh yang menguntungkan bagi perubahan tingkah laku yang menyimpang dan perubahan norma-norma dan nilai-nilai antisosial.



























BIBLIOGRAFI

Widyopramono, Kejahatan Dibidang Komputer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994.
Tahir, Ach., Cyber Crime: Akar Masalah, Solusi, Dan Penanggulangannya, Yogyakarta: Sunan Kalijaga Press, 2010.
Waluyo, Bambang, Pidana Dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Semiun, Yustinus, Kesehatan Mental 1: Pandangan Umum Mengenai Penyesuaian Diri Dan Kesehatan Mental Serta Teori-teori Yang Terkait, Yogyakarta: Kanisius, 2010.
----, Kesehatan Mental 3: Gangguan-gangguan Mental Yang Sangat Berat, Simtomatologi, Proses Diagnosis, Dan Proses Terapi Gangguan-gangguan Mental, Yogyakarta: Kanisius, 2010.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar