Senin, 04 Februari 2013

BANK KONVENSIONAL VS BANK ISLAM


Bank Konvensional (sistem bunga) dan Bank Islam.
Bank sebagai lembaga keuangan yang melalui kegiatan-kegiatannya menarik uang dari yang menyalurkannya kepada masyarakat, dengan usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bagi negara yang sedang berusaha meningkatkan ekonominya mempunyai peranan dan posisi yang sangat penting, terutama kaitannya dengan kontak-kontak ekonomi negara lain. Sulit dibayangkan melakukan kegiatan-kegiatan ekomomi tanpa behubungan dengan bank.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat Islam hampir tidak bisa menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional dalam segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan agamanya. Misalnya ibadah haji di Indonesia umat Islam masih harus memakai jasa bank, apalagi dalam kehidupan ekonomi tidak bisa lepas dari yang namanya jasa perbankan. Sebab tanpa jasa bank, perekonomian Indonesia tidak selancar dan semaju seperti sekarang ini.1
Istilah “Bank Konvensional”44 dalam hal ini dimaksudkan sebagai sebutan bagi bank yang dipraktekkan orang pada umumnya sebelum bank Islam lahir. Yaitu bank dengan penerapan sistem bunga.45 Usia lembaga perbankan sebenarnya sudah tua sehingga ketika orang Islam mulai melakukan kontak dengan bank, ia sudah berada pada tahap perbangkan dengan pola modern. Karenanya, benar bahwa kegiatan perbankan dengan sistem bunga disebut sebagai persoalan baru dalam kajian keislaman.
Dalam perekonomian modern, pada dasarnya bank adalah lembaga perantara dan penyalur dana antara pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana. Peran ini disebut “Financial Intermediary”. Dalam melaksanakan tugasnya yang paling menonjol sebagai financial intermediary itu, bank dapat dikatakan membeli uang dari masyarakat pemilik dana ketika ia menerima simpanan, dan menjual uang kepada masyarakat yang memerlukan dana ketika ia memberi pinjaman kepada mereka. Dalam kegiatan ini muncul apa yang disebut bunga. Sri Edi Swasano, seorang pakar muslim dalam disipilin ilmu ekonomi, berpendapat bahwa bunga adalah harga uang dalam transaksi jual-beli tersebut. Dengan demikian, bunga yang ditarik oleh bank dari pemakai jasa, merupakan ongkos adminitrasi dan ongkos sewa. Sehingga dari sini kelihatan bahwa penyimpanan uang di bank akan mendapat bagian keuntungan dari bank berupa bunga yang diambilkan dari bunga yang diterima oleh bank.46
Sebagai bank yang menerapkan sistem bunga, mekanisme perbankan konvensional sebagian besar ditentukan oleh kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan bunga yang menarik47 Suatu tingkat bunga simpanan akan dikatakan menarik manakalah: Pertama, lebih tinggi dari tingkat inflasi, karena pada tingkat bunga yang lebih renda, dana yang disimpan nilainya akan dikikis inflasi. Kedua, lebih tinggi dari tingkat bunga riil di luar negeri karena pada tingkat bunga yang lebih rendah dengan dianutnya sistem devisa bebas, dana-dana besar akan lebih menguntugkan untuk disimpan (diinvestasikan) di luar negeri. Ketiga, lebih bersaing di dalam negeri, karena penyimpanan dana akan memilih bank yang paling tinggi menawarkan tingkat bunga simpanannya dan memberikan berbagai jenis bonus atau hadiah. Kemudian pada sisi penyaluran dana tingkat bunga simpanan itu ditambah dengan prosentasi tertentu untuk spread yang terdiri dari; Biaya operasional, Cadangan kredit macet, Cadangan wajib, dan Profit marjin, dibebankan kepada peminjam dana. Artinya peminjam dana-lah yang sebenarnya membayar bunga simpanan dan spread bagi bank tersebut.
Sebagai intermediary, bank lalu memperoleh spread sebagai salah satu sumber pendapat yang pada umumnya justru merupakan pendapatan utama.  Hal tersebut di atas mengandung makna bahwa satu tingkat bunga simpanan yang tinggi itu bisa terjadi karena adanya tingkat inflasi yang tinggi, tingkat bunga riil di luar negeri yang tinggi, dan tingkat persaingan antar bank yang tinggi. Sebaliknya suatu tingkat buga pinjaman yang tinggi bisa terjadi karena tingkat bunga simpanan yang tinggi sebagai sumber dana dan tingkat spread yang tinggi pula.48 Proses penentuan tingkat bunga seperti tersebut di atas cenderung lebih mudah mengakomodir kenaikan dari pada penurunan tingkat bunga. Karena untuk menurunkan tingkat bunga harus dimulai dari menurunkan tingkat bunga simpanan yang mengandung resiko pindahnya penyimpanan dana dari bank yang menurunkan tingkat bunga ke bank yang memberikan tingkat bunga lebih tinggi. Oleh sebab itu, siapa yang berani terlebih dahulu menurunkan tingkat bunga? Tentu saja tidak ada walaupun melalui kesepakatan antar bank yang ada. Kesepakatan semacam itu sulit dilaksanakan karena adanya perbedaan kekuatan masing-masing bank. Di lain pihak, beban bunga pinjaman yang dibayar peminjam kepada bank itu lazimnya sebanyak mungkin akan digeserkan oleh peminjam dana kepada penanggung yang terakhir.
Jadi, apabila peminjam dana adalah perorangan untuk keperluan konsumtif, maka beban bunga pinjaman tadi tentunya harus ditangani sendiri. Tetapi apabila peminjam dana adalah pedangang maka logislah apabila beban bunga pinjaman itu digeserkannya kepada harga barang yang dijual.49 Dari mekanisme kerja antar bank dengan nasabah inilah, baik nasabah peminjam maupun nasabah penyimpan, maka bank konvensional tidak dapat mempertahankan hidupnya, apalagi mengembangkannya tanpa mekanisme sistem bunga. Oleh karenanya, di sini dapat diambil sedikit pengertian segi positif bank dari sistem bunga yaitu dengan melalui sistem bunga, bank dapat melaksanakan aktivitas perbankannya, namun dibalik semua segi positif dari sistem bunga, ternyata masih banyak kejelekan-kejelekan dari diterapkannya bank konvensional (sistem bunga). Diantaranya adalah:50 Pertama, dengan sistem ini, para wisatawan, pemerintah dan kelompok konsumen, berada dalam posisi yang terpojok. Sebab, kelompok ini akan mempunyai beban hutang dari sumber keuangan.
Kedua, kelompok yang bisa mendapatkan pinjaman pada umumnya hanyalah kelompok yang mempunyai jaminan yang lebih tinggi dan lebih terjamin. Sementara banyak kelompok lain yang lebih membutuhkan pinjaman dan mempunyai usaha yang lebih layak untuk dikembangkan, tidak mendapatkan pinjaman hanya karena tidak memiliki jaminan yang cukup dan aman.51 Ketiga, mengakibatkan tidak meratanya distribusi pendapatan. Sebagai contoh konkrit, dapat dilihat pekerjaan yang dilakukan perusahan, mulai dari proses produksi, pengelolahan sampai pada proses pemasaran. Dengan usaha yang sedemikian berat, pihak perusahaan masih penuh tanda tanya, antara berhasil atau tidak. Sementara pihak bank sendiri, hanya dan tinggal mengambil bunga bulanan.52 Keempat, perbankan dengan sistem bunga tidak mengenal adanya perbedaan antara peminjam komsumtif dan produktif. Padahal terlalu banyak orang yang meminjam uang untuk kebutuhan kosumsi, baik berupa kebutuhan sehari-hari, maupun untuk bekal masa depan yang sangat dibutuhkan, seperti rumah dan semacamnya. Semua kebutuhan konsumen tersebut, sama sekali tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara bank mebebankan bunga yang sama dengan perusahaan-perusahaan yang masih ada kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan.53 Kelima, pihak bank juga tidak membedakan antara kebutuhan usaha dengan kebutuhan-kebutuhan umum,  seperti kebutuhan air minum, listrik dan semacamnya. Padahal hal-hal semacam itu merupakan kebutuhan masyarakat secara umum. Sementara pihak bank tidak membedakan kebutuhan tersebut dengan pinjaman untuk kepentingan lainnya. Akibatnya adalah munculnya konsentrasi kekuatan keuangan di pihak bank. Sehinga akibat selanjutnya adalah munculnya ketidakmerataan pendapatan, yang bisa terjadi akan memunculkan inflasi.54
Untuk itu Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin, berusaha melalui para pakar muslim yang berkecimpung dalam dunia ekonomi untuk memberikan solusi terhadap sistem bunga bank, yaitu dengan mendirikan bank Islam,55 di mana prinsip yang dipakai dalam bank Islam ini adalah tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan lewat sistem bagi hasil.56 Bank tanpa bunga ini akan menyediakan fasilitas kredit dan melaksanakan semua fungsi bank perdagangan. Prinsip bagi hasil akan mendorong investor untuk menanam uang mereka di bank non konvensional, sebab kongsi dalam bank ini akan menanggung untung dan rugi secara bersama, yang berbeda dengan sistem perbankan modern di mana kerugian hanya akan ditanggung oleh peminjam, sedangkan pemberi pinjaman dalam hal ini adalah pihak bank akan selalu mendapatkan keuntungan.57
Sebagai pengganti sistem bunga, bank Islam menggunakan berbagai cara atau prinsip yang bersih dari unsur riba, antara lain adalah sebagai berikut: Pertama. Wadiah, yaitu titipan uang, barang, dan surat-surat berharga atau deposito. Lembaga fiqh Islam “wadiah” ini, bisa diterapkan oleh bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya (rente atau riba), tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya (depositor) memerlukannya.58
Kedua. Mudarabah, yaitu suatu usaha kerjama antara tenaga kerja dengan pemilik modal bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja. Ini bukan semata-mata usaha dalam arti modern. Ia punya kelebihan karena Islam telah memberikan kode etik ekonomi yang menggabungkan nilai material dan spiritual untuk jalankan sistem ekonominya. Kode etik ekonomi ini harus dicerminkan bila prinsip mudarabah dilaksanakan dalam praktek. Sistem perbankan Islam dapat membantu pembentukan lembaga tertentu atas dasar mudarabah dan dengan demikian, dapat menyelesaikan pertentangan yang berabad-abad lamanya antara tenaga kerja dan majikannya.59
Sungguh menyenangkan melihat bank Islam turut mngurus kontrak mudarabah, yaitu bank memberikan modal, sedangkan para nasabah memberikan keahlian mereka, sementara keuntungan dibagi menurut rasio yang disetujui. Telah dikemukan bahwa prinsip mudarabah dapat dimintakan dalam hal transaksi jangka pendek yang dapat membiayai dirinya sendiri (self liquidating), dan akibatnya permintaan untuk pinjaman jangka  pendek sedikit- banyak dapat dikurangi, karena dalam ekonomi Islam pinjaman jangka pendek dengan bunga seperti yang diberikan bank dagang tradisional atau lembaga diskonto tidak akan tersedia.60
Ketiga. Musyarakah (persekutuan), yaitu kerja sama antara pihak bank dan pihak pengusaha yang sama-sama memiliki andil (saham) pada usaha persekutuan (join venture). Karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi langsung mengelola usaha perseketuan tersebut mulai dari menanggung untung dan ruginya bersama atas dasar perjanjian profit and lose sharing (PLS agreement).61 Sehingga dengan musyarakah ini, baik bank atau klien menjadi mitra usaha dengan menyumbangkan modal dalam berbagai tingkat dan mencapai kata sepakat atas suatu rasio laba di muka untuk suatu waktu tertentu.62
Keempat. Murabahah, yaitu jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, orang pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam-meminjam menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and purchase transaction).63 Di sini bank Islam bisa membelikan atau menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas harga pembelinya. Syarat transaksi murabahah ini adalah si pemilik barang, dalam hal ini bank Islam harus memberikan informasi yang sebenarnya atau sejujurnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit margin) dari pada cost plus-nya itu.
Kelima. Qard Hasan, yaitu pinjaman yang baik (benevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang memiliki deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank terhadap para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.64
Keenam. Bank Islam dalam melakukan transaksi juga diperbolehkan memungut dan menerima pembayaran untuk;65 1. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya biaya telegram, telepon, telex dalam memindahkan atau memeberitahukan rekening nasabah dan sebagainya. 2. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya adminitrasi pada umumnya.
Dari keterangan tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa perbedaan prinsipil antara sistem bank konvensional dengan bank bebas bunga (bank Islam) adalah terletak pada cara penentuan keuntungan. Pada bank konvensional misalnya, jasa atau bunga pinjaman ditentukan lebih dahulu dan diperhitungkan menurut besar bunga yang ditetapkan dan jumlah pinjaman atau tabungan.66 Seorang atau suatu badan hukum yang meminjam uang dari bank sejak mulai hari pinjaman atau sejak saat yang ditentukan dalam perjanjian, ia sudah menanggung beban membayar bunga, tanpa diperhitungkan apakah uang pinjaman itu akan mendatangkan hasil atau tidak.
Sementara bank Islam menetukan keuntungan menurut laba yang telah diperoleh. Kedua belah pihak sama-sama menanggung untung dan rugi. Keuntungan bisa naik atau turun tergantung kepada besar kecilnya laba yang diperoleh. Kepada peminjam, bank Islam tidak menentukan bunga dan kepada penabung tidak memberikan bunga, yang diberikan adalah keuntungan yang diperhitungkan atas dasar besar kecilnya laba yang didapat.67


43 Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, hlm. 111-112.

44 Bank non Islam atau konvensional, ialah sebuah lembaga keuangan yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan semacamnya dengan adanya sistem bunga. Ibid., hlm. 109.

45 Teori dan sistem bunga muncul sejak manusia mulai melakukan pemikiran ekonomi. Para filosof Yunani Kuno telah melakukan pembahasan tentang bunga, diantara filosof tersebut adalah Plato dan Aristoteles. Mereka melarang dan mengutuk orang yang melakukan aktivitas ekonomi dengan sistem bunga. Mereka memandang uang bukan sesuatu yang dapat berbunga atau membuahkan harta, akan tetapi uang adalah merupakan alat tukar. Setelah itu, maka pemikiran bunga semakin berkembang. Para pakar ekonomi masa lalu telah mengembangkan berbagai teori atau sistem bunga uang. Pro dan kontra pembahasannya selalu  terjadi di antara mereka. Namun secara umum, perkembangan teori bunga dapat dikelompokkan menjadi dua. Yaitu kelompok pertama adalah teori bunga murni dan kelompok kedua adalah teori bunga moneter. Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah, cet. I (Yogayakarta: UII Press, 2001), hlm. 14.

46 Muhammad Zuhri, Riba dalam al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Jakarta: Raja Gradindo Persada, 1996), hlm. 148.

47 Muhammad, Lembaga-lembaga  Keuangan, hlm. 155-156.

50 Khoiruddin Nasution, Riba dan Poligami, hlm. 67              

55 Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum syariat Islam—yakni menggunakan sistem bagi hasil. Sudah tentu bank  Islam tidak memakai sistem bunga, sebab bunga dilarang dalam Islam. Sementara pemikiran ke arah pembentukan Bank Islam telah menghasilkan deklarasi yang dicetuskan oleh Menteri-menteri Keuangan negara-negara Islam di Jedah pada tahun 1393 H atau 1973 M. Pada tahun 1975 secara resmi dibuka Islamic Development Bank, berpusat di Jedah Saudi Arabia. Keanggotaannya terdiri dari negara-negara Islam. Pada awal berdirinya bank ini beranggotakan 22 negara, dan sampai tahun 1988 telah berkembang menjadi 44 negara. Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, hlm. 109. Dan Ahmad Sukarja, “Riba, Bunga Bank”, hlm. 46.

56 Barang kali timbul pertanyaan dalam  dunia perbankan  modern, apakah yang dimaksud dengan bagi hasil? Bagi hasil menurut termenologi asing (Inggris) dikenal dengan sebutan profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif  profit sharing diartikan:distribusi beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil, hlm. 22.

57 Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam (Jakarta: PT. Rhineka Cipta, 1994), hlm. 51.

58 Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, hlm. 109
59 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam: Dasar-dasar Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1997), hlm. 167.


61 Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, hlm. 109-110.

62 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, hlm 168

63 Masjfuk Zuhdi,  Masail Fiqhiyah, hlm. 110

66 Ahmad Sukarja, “Riba, Bunga Bank”, hlm. 49

Tidak ada komentar:

Posting Komentar