Bank Konvensional (sistem
bunga) dan Bank Islam.
Bank sebagai lembaga keuangan yang melalui
kegiatan-kegiatannya menarik uang dari yang menyalurkannya kepada masyarakat,
dengan usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran dan peredaran uang. Bagi negara yang sedang berusaha meningkatkan
ekonominya mempunyai peranan dan posisi yang sangat penting, terutama kaitannya
dengan kontak-kontak ekonomi negara lain. Sulit dibayangkan melakukan
kegiatan-kegiatan ekomomi tanpa behubungan dengan bank.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat Islam
hampir tidak bisa menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional
dalam segala aspek kehidupannya, termasuk kehidupan agamanya. Misalnya ibadah
haji di Indonesia umat
Islam masih harus memakai jasa bank, apalagi dalam kehidupan ekonomi tidak bisa
lepas dari yang namanya jasa perbankan. Sebab tanpa jasa bank, perekonomian Indonesia tidak
selancar dan semaju seperti sekarang ini.1
Istilah “Bank Konvensional”44
dalam hal ini dimaksudkan sebagai sebutan bagi bank yang dipraktekkan orang
pada umumnya sebelum bank Islam lahir. Yaitu bank dengan penerapan sistem
bunga.45 Usia lembaga perbankan sebenarnya
sudah tua sehingga ketika orang Islam mulai melakukan kontak dengan bank, ia
sudah berada pada tahap perbangkan dengan pola modern. Karenanya, benar bahwa
kegiatan perbankan dengan sistem bunga disebut sebagai persoalan baru dalam
kajian keislaman.
Dalam perekonomian modern, pada dasarnya bank adalah lembaga
perantara dan penyalur dana antara pihak yang berkelebihan dana dengan pihak
yang kekurangan dana. Peran ini disebut “Financial Intermediary”. Dalam melaksanakan tugasnya yang
paling menonjol sebagai financial intermediary itu, bank dapat dikatakan membeli uang
dari masyarakat pemilik dana ketika ia menerima simpanan, dan menjual uang
kepada masyarakat yang memerlukan dana ketika ia memberi pinjaman kepada
mereka. Dalam kegiatan ini muncul apa yang disebut bunga. Sri Edi Swasano,
seorang pakar muslim dalam disipilin ilmu ekonomi, berpendapat bahwa bunga
adalah harga uang dalam transaksi jual-beli tersebut. Dengan demikian, bunga
yang ditarik oleh bank dari pemakai jasa, merupakan ongkos adminitrasi dan
ongkos sewa. Sehingga dari sini kelihatan bahwa penyimpanan uang di bank akan
mendapat bagian keuntungan dari bank berupa bunga yang diambilkan dari bunga
yang diterima oleh bank.46
Sebagai bank yang menerapkan sistem bunga, mekanisme
perbankan konvensional sebagian besar ditentukan oleh kemampuannya dalam
menghimpun dana masyarakat melalui pelayanan dan bunga yang menarik47 Suatu tingkat bunga simpanan akan
dikatakan menarik manakalah: Pertama, lebih tinggi dari tingkat inflasi,
karena pada tingkat bunga yang lebih renda, dana yang disimpan nilainya akan
dikikis inflasi. Kedua,
lebih
tinggi dari tingkat bunga riil di luar negeri karena pada tingkat bunga yang
lebih rendah dengan dianutnya sistem devisa bebas, dana-dana besar akan lebih
menguntugkan untuk disimpan (diinvestasikan) di luar negeri. Ketiga, lebih
bersaing di dalam negeri, karena penyimpanan dana akan memilih bank yang paling
tinggi menawarkan tingkat bunga simpanannya dan memberikan berbagai jenis bonus
atau hadiah. Kemudian pada sisi penyaluran dana tingkat bunga simpanan itu
ditambah dengan prosentasi tertentu untuk spread yang terdiri dari; Biaya operasional, Cadangan
kredit macet, Cadangan wajib, dan Profit marjin, dibebankan kepada peminjam
dana. Artinya peminjam dana-lah yang sebenarnya membayar bunga simpanan dan spread bagi bank
tersebut.
Sebagai intermediary, bank lalu memperoleh spread sebagai
salah satu sumber pendapat yang pada umumnya justru merupakan pendapatan
utama. Hal tersebut di atas mengandung
makna bahwa satu tingkat bunga simpanan yang tinggi itu bisa terjadi karena
adanya tingkat inflasi yang tinggi, tingkat bunga riil di luar negeri yang tinggi,
dan tingkat persaingan antar bank yang tinggi. Sebaliknya suatu tingkat buga
pinjaman yang tinggi bisa terjadi karena tingkat bunga simpanan yang tinggi
sebagai sumber dana dan tingkat spread yang tinggi pula.48
Proses penentuan tingkat bunga seperti tersebut di atas cenderung lebih mudah
mengakomodir kenaikan dari pada penurunan tingkat bunga. Karena untuk
menurunkan tingkat bunga harus dimulai dari menurunkan tingkat bunga simpanan
yang mengandung resiko pindahnya penyimpanan dana dari bank yang menurunkan
tingkat bunga ke bank yang memberikan tingkat bunga lebih tinggi. Oleh sebab
itu, siapa yang berani terlebih dahulu menurunkan tingkat bunga? Tentu saja
tidak ada walaupun melalui kesepakatan antar bank yang ada. Kesepakatan semacam
itu sulit dilaksanakan karena adanya perbedaan kekuatan masing-masing bank. Di
lain pihak, beban bunga pinjaman yang dibayar peminjam kepada bank itu lazimnya
sebanyak mungkin akan digeserkan oleh peminjam dana kepada penanggung yang
terakhir.
Jadi, apabila peminjam dana adalah perorangan untuk
keperluan konsumtif, maka beban bunga pinjaman tadi tentunya harus ditangani
sendiri. Tetapi apabila peminjam dana adalah pedangang maka logislah apabila
beban bunga pinjaman itu digeserkannya kepada harga barang yang dijual.49 Dari mekanisme kerja antar bank dengan
nasabah inilah, baik nasabah peminjam maupun nasabah penyimpan, maka bank
konvensional tidak dapat mempertahankan hidupnya, apalagi mengembangkannya
tanpa mekanisme sistem bunga. Oleh karenanya, di sini dapat diambil sedikit
pengertian segi positif bank dari sistem bunga yaitu dengan melalui sistem
bunga, bank dapat melaksanakan aktivitas perbankannya, namun dibalik semua segi
positif dari sistem bunga, ternyata masih banyak kejelekan-kejelekan dari
diterapkannya bank konvensional (sistem bunga). Diantaranya adalah:50 Pertama, dengan sistem ini, para wisatawan,
pemerintah dan kelompok konsumen, berada dalam posisi yang terpojok. Sebab,
kelompok ini akan mempunyai beban hutang dari sumber keuangan.
Kedua,
kelompok
yang bisa mendapatkan pinjaman pada umumnya hanyalah kelompok yang mempunyai
jaminan yang lebih tinggi dan lebih terjamin. Sementara banyak kelompok lain
yang lebih membutuhkan pinjaman dan mempunyai usaha yang lebih layak untuk
dikembangkan, tidak mendapatkan pinjaman hanya karena tidak memiliki jaminan
yang cukup dan aman.51 Ketiga,
mengakibatkan tidak meratanya distribusi pendapatan. Sebagai contoh konkrit,
dapat dilihat pekerjaan yang dilakukan perusahan, mulai dari proses produksi,
pengelolahan sampai pada proses pemasaran. Dengan usaha yang sedemikian berat,
pihak perusahaan masih penuh tanda tanya, antara berhasil atau tidak. Sementara
pihak bank sendiri, hanya dan tinggal mengambil bunga bulanan.52 Keempat, perbankan dengan sistem bunga tidak
mengenal adanya perbedaan antara peminjam komsumtif dan produktif. Padahal
terlalu banyak orang yang meminjam uang untuk kebutuhan kosumsi, baik berupa
kebutuhan sehari-hari, maupun untuk bekal masa depan yang sangat dibutuhkan,
seperti rumah dan semacamnya. Semua kebutuhan konsumen tersebut, sama sekali
tidak ada kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan. Sementara bank mebebankan
bunga yang sama dengan perusahaan-perusahaan yang masih ada kemungkinan untuk
mendapatkan keuntungan.53 Kelima, pihak
bank juga tidak membedakan antara kebutuhan usaha dengan kebutuhan-kebutuhan
umum, seperti kebutuhan air minum,
listrik dan semacamnya. Padahal hal-hal semacam itu merupakan kebutuhan
masyarakat secara umum. Sementara pihak bank tidak membedakan kebutuhan
tersebut dengan pinjaman untuk kepentingan lainnya. Akibatnya adalah munculnya
konsentrasi kekuatan keuangan di pihak bank. Sehinga akibat selanjutnya adalah
munculnya ketidakmerataan pendapatan, yang bisa terjadi akan memunculkan
inflasi.54
Untuk itu Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin, berusaha melalui para pakar
muslim yang berkecimpung dalam dunia ekonomi untuk memberikan solusi terhadap
sistem bunga bank, yaitu dengan mendirikan bank Islam,55 di mana prinsip yang dipakai dalam
bank Islam ini adalah tidak didasarkan pada sistem bunga, melainkan lewat
sistem bagi hasil.56 Bank
tanpa bunga ini akan menyediakan fasilitas kredit dan melaksanakan semua fungsi
bank perdagangan. Prinsip bagi hasil akan mendorong investor untuk menanam uang
mereka di bank non konvensional, sebab kongsi dalam bank ini akan menanggung
untung dan rugi secara bersama, yang berbeda dengan sistem perbankan modern di
mana kerugian hanya akan ditanggung oleh peminjam, sedangkan pemberi pinjaman
dalam hal ini adalah pihak bank akan selalu mendapatkan keuntungan.57
Sebagai pengganti sistem bunga, bank Islam menggunakan
berbagai cara atau prinsip yang bersih dari unsur riba, antara lain adalah
sebagai berikut: Pertama. Wadiah, yaitu titipan uang, barang, dan
surat-surat berharga atau deposito. Lembaga fiqh Islam “wadiah” ini, bisa
diterapkan oleh bank Islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat,
dengan cara menerima deposito berupa uang, surat-surat berharga sebagai amanat
yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang
didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya (rente atau riba), tetapi
bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu pada waktu pemiliknya
(depositor) memerlukannya.58
Kedua. Mudarabah, yaitu suatu usaha kerjama antara tenaga
kerja dengan pemilik modal bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk
kerja. Ini bukan semata-mata usaha dalam arti modern. Ia punya kelebihan karena
Islam telah memberikan kode etik ekonomi yang menggabungkan nilai material dan
spiritual untuk jalankan sistem ekonominya. Kode etik ekonomi ini harus
dicerminkan bila prinsip mudarabah dilaksanakan dalam praktek. Sistem
perbankan Islam dapat membantu pembentukan lembaga tertentu atas dasar mudarabah dan dengan
demikian, dapat menyelesaikan pertentangan yang berabad-abad lamanya antara
tenaga kerja dan majikannya.59
Sungguh menyenangkan melihat bank Islam turut mngurus
kontrak mudarabah,
yaitu
bank memberikan modal, sedangkan para nasabah memberikan keahlian mereka,
sementara keuntungan dibagi menurut rasio yang disetujui. Telah dikemukan bahwa
prinsip mudarabah
dapat
dimintakan dalam hal transaksi jangka pendek yang dapat membiayai dirinya
sendiri (self
liquidating), dan akibatnya permintaan untuk pinjaman jangka pendek sedikit- banyak dapat dikurangi,
karena dalam ekonomi Islam pinjaman jangka pendek dengan bunga seperti yang
diberikan bank dagang tradisional atau lembaga diskonto tidak akan tersedia.60
Ketiga. Musyarakah (persekutuan), yaitu kerja sama antara
pihak bank dan pihak pengusaha yang sama-sama memiliki andil (saham) pada usaha
persekutuan (join
venture). Karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi langsung
mengelola usaha perseketuan tersebut mulai dari menanggung untung dan ruginya
bersama atas dasar perjanjian profit and lose sharing (PLS agreement).61 Sehingga dengan musyarakah ini, baik bank
atau klien menjadi mitra usaha dengan menyumbangkan modal dalam berbagai
tingkat dan mencapai kata sepakat atas suatu rasio laba di muka untuk suatu
waktu tertentu.62
Keempat. Murabahah, yaitu jual beli barang dengan tambahan
harga atau cost
plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur. Dengan murabahah ini, orang
pada hakikatnya ingin mengubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam-meminjam
menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and purchase
transaction).63 Di
sini bank Islam bisa membelikan atau menyediakan barang-barang yang diperlukan
oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas
harga pembelinya. Syarat transaksi murabahah ini adalah si pemilik barang, dalam hal
ini bank Islam harus memberikan informasi yang sebenarnya atau sejujurnya
kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit margin) dari
pada cost plus-nya itu.
Kelima. Qard Hasan, yaitu pinjaman yang baik (benevolent loan). Bank
Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga kepada para nasabah yang baik,
terutama nasabah yang memiliki deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan
penghargaan bank terhadap para deposan, karena deposan tidak menerima bunga
atas depositonya dari bank Islam.64
Keenam. Bank Islam dalam melakukan transaksi juga
diperbolehkan memungut dan menerima pembayaran untuk;65 1. Mengganti biaya-biaya yang langsung
dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnya
biaya telegram, telepon, telex dalam memindahkan atau memeberitahukan rekening
nasabah dan sebagainya. 2. Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan
pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang
disediakan oleh bank, dan biaya adminitrasi pada umumnya.
Dari keterangan tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa
perbedaan prinsipil antara sistem bank konvensional dengan bank bebas bunga
(bank Islam) adalah terletak pada cara penentuan keuntungan. Pada bank
konvensional misalnya, jasa atau bunga pinjaman ditentukan lebih dahulu dan
diperhitungkan menurut besar bunga yang ditetapkan dan jumlah pinjaman atau
tabungan.66 Seorang atau suatu
badan hukum yang meminjam uang dari bank sejak mulai hari pinjaman atau sejak
saat yang ditentukan dalam perjanjian, ia sudah menanggung beban membayar
bunga, tanpa diperhitungkan apakah uang pinjaman itu akan mendatangkan hasil
atau tidak.
Sementara bank Islam menetukan keuntungan menurut laba yang
telah diperoleh. Kedua belah pihak sama-sama menanggung untung dan rugi.
Keuntungan bisa naik atau turun tergantung kepada besar kecilnya laba yang
diperoleh. Kepada peminjam, bank Islam tidak menentukan bunga dan kepada
penabung tidak memberikan bunga, yang diberikan adalah keuntungan yang diperhitungkan
atas dasar besar kecilnya laba yang didapat.67
43 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, hlm. 111-112.
44 Bank non Islam atau konvensional, ialah sebuah lembaga keuangan
yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan
dana, baik perorangan atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang
produktif dan semacamnya dengan adanya sistem bunga. Ibid., hlm. 109.
45 Teori dan sistem bunga muncul sejak manusia mulai melakukan
pemikiran ekonomi. Para filosof Yunani Kuno telah melakukan pembahasan tentang bunga,
diantara filosof tersebut adalah Plato dan Aristoteles. Mereka melarang dan
mengutuk orang yang melakukan aktivitas ekonomi dengan sistem bunga. Mereka
memandang uang bukan sesuatu yang dapat berbunga atau membuahkan harta, akan
tetapi uang adalah merupakan alat tukar. Setelah itu, maka pemikiran bunga
semakin berkembang. Para pakar ekonomi masa lalu telah mengembangkan berbagai teori atau
sistem bunga uang. Pro dan kontra pembahasannya selalu terjadi di antara mereka. Namun secara umum,
perkembangan teori bunga dapat dikelompokkan menjadi dua. Yaitu kelompok
pertama adalah teori bunga murni dan kelompok kedua adalah teori
bunga moneter. Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syari’ah,
cet. I (Yogayakarta: UII Press, 2001), hlm. 14.
46 Muhammad Zuhri, Riba dalam al-Qur’an dan Masalah Perbankan (Jakarta:
Raja Gradindo Persada, 1996), hlm. 148.
47 Muhammad, Lembaga-lembaga Keuangan, hlm. 155-156.
55 Bank Islam adalah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan
operasinya menurut hukum syariat Islam—yakni menggunakan sistem bagi hasil.
Sudah tentu bank Islam tidak memakai
sistem bunga, sebab bunga dilarang dalam Islam. Sementara pemikiran ke arah
pembentukan Bank Islam telah menghasilkan deklarasi yang dicetuskan oleh
Menteri-menteri Keuangan negara-negara Islam di Jedah pada tahun 1393 H atau
1973 M. Pada tahun 1975 secara resmi dibuka Islamic Development Bank, berpusat
di Jedah Saudi Arabia. Keanggotaannya terdiri dari negara-negara Islam. Pada
awal berdirinya bank ini beranggotakan 22 negara, dan sampai tahun 1988 telah
berkembang menjadi 44 negara. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, hlm. 109. Dan Ahmad
Sukarja, “Riba, Bunga Bank”, hlm. 46.
56 Barang kali timbul pertanyaan dalam
dunia perbankan modern, apakah
yang dimaksud dengan bagi hasil? Bagi hasil menurut termenologi asing (Inggris)
dikenal dengan sebutan profit sharing. Profit sharing dalam kamus
ekonomi diartikan pembagian laba. Secara definitif profit sharing diartikan: “distribusi
beberapa bagian dari laba pada para pegawai dari suatu perusahaan”. Lebih
lanjut dikatakan, bahwa hal itu dapat berbentuk suatu bonus uang tunai tahunan
yang didasarkan pada laba yang diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau
dapat berbentuk pembayaran mingguan atau bulanan. Muhammad, Teknik
Perhitungan Bagi Hasil, hlm. 22.
57 Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan dalam Islam (Jakarta:
PT. Rhineka Cipta, 1994), hlm. 51.
58 Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, hlm. 109
59 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam: Dasar-dasar
Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bakti Prima Yasa, 1997), hlm. 167.
61 Masjfuk Zuhdi, Masail
Fiqhiyah, hlm. 109-110.
62 Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, hlm 168
66 Ahmad Sukarja, “Riba, Bunga Bank”, hlm. 49
Tidak ada komentar:
Posting Komentar