Senin, 04 Februari 2013

ILMU EKONOMI ( ANALISIS HUKUM)

Analisis terhadap Ketentuan Hukum Kontrak Asuransi
Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud di sini adalah suatu sifat yang tidak kekal yang selalu menyertai kehidupan dan kehidupan manusia pada umumnya. Sifat ini pada umumnya mengakibatkan adanya suatu keadaan yang tidak dapat diramalkan lebih dahulu secara tepat; sehingga dengan demikian keadaan tersebut tidak akan perna  memberikan rasa pasti. Karena tidak terdapatnya kepastian inilah maka perusahan asusuransi di sini sangat dibutuhkan dan berperan untuk memberikan rasa aman yang lazim disebut dengan menanggung  risiko
67
 
Semua asuransi bertujuan untuk memberikan perlindungan atas semua jenis risiko yang mungkin menimpa manusia.[1] Orang masuk asuransi untuk mengalihkan beban atas kemungkinan kerugian ke pundak pihak lain yang bersedia mengambilalih risiko karena dia sendiri telah menerima imbalan sejumlah uang. Semua badan yang bergerak di bidang usaha asuransi dan menanggung risiko ditemukan melalui pengalaman secara global, dan khususnya kalkulasi sistematis, sehingga mereka dapat memperhitungkan kemungkinan keuntungan setelah menutup sejumlah biaya tertentu.
Kontrak asuransi dibuat berdasarkan prinsip ketidakpastian, kejadian yang tidak menentu yang meliputi spekulasi suatu risiko. Baik peserta asuransi maupun pengusaha asuransi  menyepakati suatu kesepakatan untuk menanggung risiko, pihak pertama mengalihkan risiko kerugian dan pihak kedua memperoleh premi.[2]
Keseluruhan kontrak asuransi dibuat dalam dokumen resmi, yang disebut polis[3] (peraturan asuransi jiwa tahun 1774) di mana pengusaha asuransi secara resmi terikat untuk menanggung persoalan peserta asuransi berdasarkan premi yang diterimanya dan apabila gagal melaksanakan kewajibannya maka ia akan dikenakan denda (peraturan premi tahun 1891). Polis itu dikeluarkan oleh pengusaha asuransi apabila yang di persyaratkan dapat diterima dan mengandung rincian-rincian kontrak sebagai berikut:


1. Premi[4]
Premi adalah suatu harga yang di tetapkan pengusaha asuransi untuk mengambil alih risiko[5] dan memikul beban kamungkinan risiko kerugian sebagaimana disepakati dalam kontrak asuransi. Berlandaskan pada rumus rata-rata, pengusaha asuransi menentukan besarnya premi berdasarkan pengalaman jumlah yang mencukupi untuk menanggung risiko termasuk biaya  lainnya, separti keuntungan, sehingga ditetapkan premi untuk menutup semua biaya dan premi tersebut dikenakan kepada peserta asuransi. Apabila premi yang dibayarkan baru sekali dan terjadi risiko, maka beban risiko belumbisa dialihkan. Sementara faktor utama yang mempengaruhi besarnya ketentuan premi adalah klaim, komisi, dan keuntungan,. Besarnya keuntungan dari akumukasi dana perusahaan asuransi juga dapat memainkan peran yang penting dalam menetukan besarnya premi.[6]
Kontrak asuransi itu dapat berlaku efektif hanya apabila premi dibayar oleh peserta asuransi dan diterima oleh pengusaha asuransi. Pada umumnya premi dibayarkan pada tanggal yang telah ditentukan setiap bulan atau minggu; baik jumlah maupun tanggal pembayarannya secara jelas diungkapkan pada polis. Polis itu dinyatakan berlaku apabila masih berlaku masa kontraknya, kecuali terjadi pelanggaran dengan tidak dibayarnya cicilan premi sesuai dengan waktu atau tanggal yang ditetapkan untuk membayar premi. Biasanya kerugian yang terjadi pada masa kelonggaran membayar premi tetap ditutup, jika cicilan tetap dibayarkan sebelum habis waktu kelonggaran.
Sekali premi itu bibayarkan dan risiko diambil alih oleh pengusaha asuransi, maka tidak ada pengembalian setelahnya, meskipun pokok subyek dan risiko mungkin dapat lenyap sebelum periode pengambil alihan risiko telah dilanggar. Dan lagi, risiko yang ditanggung secara keseluruhan, jika dilaksanakan sekali, tidak ada premi yang mencukupi bahkan kemungkinan polis itu hilang sama sekali.
Sesungguhnya, dalam beberapa hal, terjadi seseorang tidak mampu melanjutkan kontrak polis, tidak mampu memenuhi cicilan bahkan sebagian dari premi. Kasus tersebut dianggap sebagai kasus terbanyak yang dilakukan peserta asuransi dan mengakibatkan mereka kehilangan sebagian atau seluruh premi yang telah dibayarkan.[7]
Selanjutnya, ada beberapa pelanggaran atau kelalaian atas polis oleh peserta asuransi oleh karena beberapa alasan di luar kesadarannya, dan dalam hal ini, mereka merugikan dirinya sendiri karena mereka tidak mampu menutup sebagian besar preminya,. Sekali lagi, kajian asuransi di Inggris baru-baru ini menunjukkan bagaimana perusahaan asuransi menetapkan besarnya premi secara sewenang-wenang dan mengenakannya secara bervariasi atas orang yang berbeda-beda. Sebagian besar kasus ini menimpa asuransi modern,[8] dan tidak mungkin menemukan berbagai hubungan atau jumlah secara ilmiah antara premi dan risiko seperti yang dikehendaki asuransi. Semua yang tersebut di atas tadi, tidak ada ilmu atau metodenya secara rasional untuk menetukan besarnya premi yang berkaitan dengan risiko yang terjadi, khususnya asuransi jiwa, dan perusahaan-perusahaan asuransi menentukan sendiri kebijakannya untuk  menetapkan besarnya premi untuk setiap kategori asuransi. Dengan begitu, premi yang dikenakan kapada peserta asuransi sangat dimungkinkan mengandung unsur-unsur mencari keuntungan, exploitasi dan bahkan unsur taruhan.

2. Ganti Rugi
Ganti rugi[9] menunjukkan perlindungan atas kerugian, dan oleh karenanya menunjukkan pentingnya peserta asuransi mencari atau mengharap suatu keuntungan dari itu. Pada umumnya setiap kontrak asuransi adalah suatu kontrak ganti rugi sebab kontrak tersebut menjamin suatu konpensasi atas kerugian kepada peserta asuransi. Tetapi peserta asuransi tidak boleh mencari keuntungan dari kontrak tersebut. Kontrak itu memberikan kemungkinan baginya untuk mendapatkan ganti kerugian tetapi tidak lebih dari itu, kecuali adanya perjanjian sebelumnya antara kedua belah pihak. Apabila seseorang tidak memenuhi syarat untuk untuk diansuransikan, jaminan asuransinya tidak dapat diharapkan untuk diterimakan kepadanya di atas limit yang telah disepakati. Prinsip ini telah dikemukakan oleh L.J. Brett, sebagaiamana dikutip oleh Afzalur Rahman. Secara jelas Brett mengatakan:
"Yang sangat mendasar, menurut pendapat saya, dalam setiap aturan yang ditetapkan sebagai hukum asuransi dalam hal ini, yaitu bahwa asuransi yang terkandung dalam polis asuransi maritim dan kebakaran (juga sama dengan polis kecelakaan) adalah suatu kontrak ganti rugi saja, sehingga kontrak tersebut berarti bahwa peserta asuransi, dalam menghadapi kerugian sebagaimana telah dibuat dalam polis, sepenuhnya berhak atas ganti rugi, tetapi tidak akan lebih dari jaminan yang telah ditentukan. Inilah prinsip dasar asuransi, jika ada perjanjian sebelumnya masih dilibatkan pula dalam bentuk yang berbeda-beda, dapat dikatakan yaitu apakah pihak peserta asuransi tidak dapat menerima seluruh ganti rugi lebih dari yang disepakati, maka perjanjian di muka tersebut dianggap salah".[10]

Ada beberapa kontrak asuransi tertentu, misalnya, asuransi jiwa[11] dan kecelakaan personal,[12] yang bukan merupakan kontrak ganti rugi, karena dalam semua kasus, perusahaan asuransi harus membayar kompensasi jika terjadi suatu kecelakaan tanpa menghitung jumlah kerugian. Pelaksanaan dari kontrak tersebut dapat dilakukan dengan polis motor komprehensip. "Peserta asuransi memperkirakan terlebih dahulu nilai atau harga mobilnya, katakanlah Rp. 60.000.000.00,- dan membayar premi berdasarkan harga tersebut. Apabila terjadi kerusakan total karena terbakar, ia akan menerima Rp. 60.000.000,- begitu saja, mungkin ia menerima lebih dari nilai tersebut, atau mungkin pasaran mobil itu merosot pada saat kontrak asuransi itu berlaku. Apa yang akan dibayarkan oleh pengusaha asuransi adalah senilai mobil pada saat terjadi kerusakan, dan apabila mereka dapat menunjukkan pada saat itui mobil yang sama modelnya, buatannya, tipenya serta kondisinya dengan harga Rp. 45.000.000,-, mereka tidak akan membayar lebih dari Rp. 45.000.000,-. Dengan cek seharga Rp. 45.000.000,-, berarti peserta asuransi itu telah diberikan ganti rugi sepenuhnya. Prinsip yang sama juga dapat diterapkan pada kejadian kerusakan sebagian".


[1] A. Hasymi Ali, Pengantar Asuransi, cet. III, (Jakartarta: Bumi Aksara, 2002), hlm. 22. Baca juga, Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Islam Indonesia, cet. II, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 12-13

[2] Afzalur Rahman, Doktin Ekonomi Islam, alih bahasa Soeroyo dan Nastagin, (Yogyakarta: Dana Bakti Wakaf, 1995), IV: 107

[3] Menurut ketentuan Pasal 255 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis. Selanjutnya Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992. Berdasarkan ketentuan dua pasal tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa polis berfungsi sebagai alat bukti tertulis bahwa telah terjadi perjanjian asuransi antara tertanggung dan penanggung. Sebagai alat bukti tertulis, isi yang tercantum dalam polis harus jelas, tidak boleh mengandung kata-kata atau kalimat yang memungkinkan perbedaan interpretasi, sehingga mempersulit tertanggung dan penanggung merealisasikan hak dan kewajiban mereka dalam melaksanakan asuransi. Di samping itu, polis juga memuat kesepakatan mengenai syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban untuk mencapai tujuan asuransi. Untuk keteranagn lebih lengkapnya Baca, Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi, hlm. 57-72.

[4] Besarnya jumlah premi yang harus dibayarkan oleh tertanggung ditentukan dengan persentase dari jumlah asuransi ditambah dengan biaya-biaya lain, misalnya biaya materai, dan biaya pialang. Cara pembayarannya biasanya dibayar lebih dahalu. Sedangkan pada asuransi jiwa biasannya dibayar secara bulanan. Ibid., hlm. 102. Sebagai perbandingan lihat juga, Sri Rejeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, cet. IV (Jakarta: Sinar Grafaika, 2001), hlm. 122-125.

[5] Yang dimaksud risiko di sini adalah kemungkinan penyimpangan yang tidak diharapkan. Kemungkinan itu berupa terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau tidak terjadinya  hal yang dinginkan—kejadian seperti ini sering diartikan menurunnya atau hilangnya suatu nilai. Baca, A. Hasymi Ali, Pengantar Ekonomi, hlm. 156.

[6] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi, hlm. 108
[7] Ibd., hlm. 109

[8] Asuransi modern pada dasarnya berlandaskan pada totalitas pesesrta asuransi yang mengalami musibah. Landasan kerjasamanya adalah musibah umum yang mungkin mereka alami. Menghindarai risiko sejauh mungkin adalah sifat insting manusia, seluruh peserta asuransi secara bersama-sama mengahadapi musibah umum itu dengan berkerjasama satu sama lain untuk menghindarkan risiko atau kerugian umum tersebut. Jika musibah itu benar-benar terjadi, mereka mengurangi kemungkinan  bahaya terhadap orang lain atau harta benda para peserta asuransi. Ibid. hlm. 214

[9] Yang dimaksud ganti rugi di sini adalah sejumlah uang dari perusahaan asuransi yang diharapkan dibayarkan kepada peserta asuransi apabila terjadi kecelakaan atau marabahaya. Ibid., hlm. 150

[10] Ibid., hlm. 110

[11] Asuransi jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, yang mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Lihat UU No. 2 . Tahun 1992 Pasal 1 angka (1)

[12] Untuk lebih jelasnya tentang asuransi ruang lingkup kecelakaan dapat di baca dalam, Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi, hlm. 185-187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar