Senin, 04 Februari 2013

ILMU FISIKA


Relevansi Fisika dengan Ajaran Islam
Islam mendorong manusia untuk mencari ilmu dan kemajuan dalam penemuan-penemuan, serta menjanjikan ganjaran yang besar, dan upaya-upaya ini dianggap bagian dari pengabdian kepada Allah.[1] 
Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam, yang merupakan himpunan dari Firman-firman Allah banyak sekali menyebutkan tentang pentingnya memperhatikan dan memikirkan alam semesta. Di dalam beberapa ayat Allah telah menegaskan kepada manusia untuk melakukan pemeriksaan terhadap ciptaan-ciptaan-Nya.
Pemahaman terhadap Fisika adalah salah satu usaha untuk melaksanakan perintah Allah yang disyari‘atkan di dalam al-Qur’an. Bagaimanapun seseorang tidak boleh lupa bahwa al-Qur’an bukan buku teks sains eksperimental. Jika ia menerangkan beberapa fenomena alam, itu dikarenakan beberapa alasan di bawah ini:
·         Studi fenomena alam dan keajaiban-keajaiban penciptaan akan memperkuat keimanan manusia kepada Tuhan.[2]
·         Dengan keakraban terhadap kesempatan-kesempatan yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dia lebih dapat mengenal Allah dan dengan mendapatkan manfaat-manfaat darinya, dia dapat bersyukur kepada-Nya.[3]
Dari dua alasan tersebut dapat dipahami bahwasanya Fisika merupakan salah satu jalan bagi manusia untuk menjadi umat yang bertaqwa kepada Allah. Di samping itu Fisika menghindarkan generasi umat Islam dari kebiasaan taklid buta (mengikuti sesuatu tanpa tahu alasannya). Mereka akan memeluk Islam dan berpegang teguh pada keimanan tersebut bukan sebagai agama turun-temurun akan tetapi karena mereka benar-benar menyadari akan kebenaran ajaran-ajarannya, yang telah mereka buktikan sendiri dari pemahaman terhadap alam semesta.
 Kita melihat bahwa pencarian para ilmuwan muslim terhadap fenomena alam disebabkan oleh fakta bahwa mereka menganggap masalah studi ini merupakan salah satu cara terbaik untuk mendekati Allah. Mereka yakin bahwa dengan mempelajari tanda-tanda Allah dalam ciptaan-Nya di alam semesta, seseorang akan dapat menyingkap kesaling hubungan seluruh bagian alam semesta dan kesatuan yang tersembunyi di belakang dunia yang penuh keragaman ini, yang pada gilirannya akan membimbing kepada Sang Pencipta.
Sekarang segala sesuatu berputar di sekitar poros sains dan teknologi. Oleh karenanya, agar menjadi merdeka dan mandiri, kebijaksanaan Islam harus meliputi seluruh kemampuan keilmuan dan teknologi  yang penting bagi kemandirian dan kemenangannya.[4]
Pergulatan Islam adalah pergulatan sistem nilai sosial yang ada. Islam diharapkan dapat berperan sebagai pengendali sistem dan sekaligus pengontrol prilaku sistem itu. Umat Islam bukan hanya harus cermat mengawasi prilaku sistem, melainkan juga harus mampu dan cakap untuk terlibat di dalamnya. [5]
Ilmu pengetahuan atau sains dan teknologi yang melengkapi orang perorang untuk melaksanakan ibadah ritual kepada Tuhan (sebagai pertanggungjawaban pribadi).[6] Penguasaan Fisika diperlukan bukan hanya untuk menghasilkan produk berupa teknologi, akan tetapi juga sangat diperlukan untuk kepentingan ibadah, dan menjalankan kewajiban sebagai seorang hamba yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. 
Untuk melaksanakan perintah Islam untuk naik haji, menguasai dan mengambil isi bumi untuk kesejahteraan umat manusia, untuk menentukan saat dimulainya puasa Ramadhan dan mengakhirinya (idul Fitri) dan sebagainya hanya akan sempurna apabila ditopang oleh iptek, baik dari tingkat rendah maupun tingkat tinggi (HiTech).[7]
Penerapan Fisika dalam menunjang kegiatan ibadah wajib umat Islam antara lain sebagai berikut:
1.      Penentuan awal dan akhir waktu shalat.
Shalat merupakan kewajiban bagi setiap individu yang menyatakan dirinya sebagai ummat Islam, sehari semalam lima kali. Shalat merupakan salah satu rukun yang harus dan wajib dilaksanakan bagi setiap pemeluk agama Islam.
Adapun dalam pelaksanaan shalat ini, orang harus memenuhi syarat dan rukun shalat, apabila ada salah satu dari syarat sah atau rukun shalat yang tidak terpenuhi maka shalatnya akan rusak atau tidak sah. Apabila shalat seseorang tidak sah, maka itu berarti bahwa orang tersebut tercatat belum melaksanakan shalat.
Syarat sah shalat telah diatur dalam fikih;
-          Suci badannya dari najis dan hadas
-          Menutup aurat dengan kain yang suci
-          Berada di tempat yang suci
-          Telah masuk waktunya
-          Menghadap Kiblat.[8]
Salah satu syarat sah shalat adalah telah masuk waktu shalat, artinya pelaksanaan shalat ini harus benar-benar pada waktunya, dan tidak sah shalat seseorang apabila belum masuk waktu shalat.
Allah SWT berfirman:
إن الصلوة كانت علىالمؤمنين كتابا موقوتا (النساء:103)
Sesungguhnya shalat itu kewajiban yang telah ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”[9](Qs, an-Nisa’ 103).
Dengan demikian untuk melaksanakan kewajiban umat Islam tersebut, seorang muslim harus tahu jatuhnya waktu shalat. Untuk itulah diperlukan suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mengetahui jatuhnya awal waktu shalat, agar dalam pelaksanaan kewajiban shalat bagi setiap muslim tidak ada kekeliruan atau kekurangan dalam pemenuhan syarat sahnya yang dapat mempengaruhi kesahan shalatnya.
Dalam hal ini Fisika memegang peranan yang sangat penting, karena penentuan awal waktu shalat dapat dilakukan dengan menggunakan ilmu Fisika. Permasalahan penentuan awal waktu shalat ini dapat dipecahkan dengan materi Fisika, pokok bahasan energi matahari.
   Penentuan awal waktu shalat dalam perspektif ilmu fisika terkait  dengan kedudukan matahari yang diukur dengan sudut datang sinar matahari (angle of incidence)dengan perumusan sebagai berikut:

*                    -
diamana;
* = Lintang (atitude) yaitu lokasi sudut setelah utara atau selatan ekuator. Sebelah utara positif, sebelah selatan negatif.
*  = Deklinasi; yaitu sudut antara sinar matahari yang sampai bumi dengan bidang ekuator.[10]  Bidang ekuator adalah bidang (datar) yang melalui pusat bumi dan tegak lurus pada porosnya.[11]
* = Sudut datang sinar matahari (angle of  incidence), yaitu sudut antara sinar matahari dengan normal bidang kolektor.[12]  adalah sudut jam (hour Angle), yaitu pergeseran sudut matahari sebelah barat atau timur meridian setempat oleh perputaran bumi sekeliling sumbunya. Pagi negatif, sore positif.[13]
Sudut deklinasi δ dicari dari persamaan Cooper;
δ = 23,45o Sin [360o ], nilai n di cari dengan table.
AST = 12.00 + jam
MST =AST- E; MST adalah Mean Sun Time
E= 9,87 Sin 2B-7,53 Cos B –1,5 Sin B
B =  ; 1≤n≤365 atau 1≤n≤366 (kabisat)
E = persamaan waktu dalam menit
LST =WIB = MST- (ψs-ψ) 4 menit, LST menunjukkan waktu shalat.
Untuk daerah Yogya; ψs= 105  ψ= 110,35 dan *= -7,8 Ls
Dengan demikian jelaslah behwa fisika merupakan jalan pemecahan bagi permasalahan penentuan awal waktu shalat yang menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Di sini dapat dibuat jadwal waktu shalat untuk tiap-tiap daerah sesuai dengan posisi daerah tersebut, sehingga umat Islam dapat melaksanakan shalat dengan tenang dan tepat waktu.
2.      Penentuan awal Ramadlan dan 1 Syawal
Rukun Islam yang keempat adalah puasa. Puasa ini wajib dilakasanakan oleh setiap umat Islam yang telah memenuhi syarat, sebagai mana telah dinashkan dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 183 yang artinya;
Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu supaya kamu termasuk orang-orang yang bertaqwa”.[14]


[1] Abdul Majid (dkk), Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Iptek, Jilid.2, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.72
[2] Mahdi Ghulsyani, Filsafat-sains menurut Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 66

[3] Mahdi Ghulsyani, Filsafat-sains menurut Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1990), hal. 66
[4] Mahdi Ghulsyani, Filsafat-sains menurut Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1990), hal.70
[5] Sukanto MM, Al-Qur’aan Sumber Inspirasi, (Surabaya:Risalah Gusti, 1994), hal.15
[6] Abdul Majid (dkk), Mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah tentang Iptek, Jilid.2, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.79

[7] Tim Perumus Fakultas Teknik UMJ Jakarata, Al-Islam dan Iptek, (Jakarta:Raja Grafindo persada,1998), hal.64
[8] M.Rifa’i (dkk), Terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, (Semarang: Toha Putra, 1978), hlm.59
[9] Al-Qur’an Terjemah, (Semarang : Toha Putra, 1998), hal.176
[10] Rini Sulistyawati, penentuan awal waktu Sahalat Mnurut Departeman Agama RI dalam Perspektif Ilmu Fisika,Skripsi tidak diterbitkan, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2003, hal.18
[11] Ibid., hal 10
[12] Ibid., hal 19
[13] Ibid., hal.20
[14] Al-Qur’an Terjemah, (Semarang : Toha Putra, 1998), hal.53

Tidak ada komentar:

Posting Komentar