KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
(Diumumkan dengan Maklumat tgl. 30 April 1847, S. 1847-23.)
B U K U P E R T A M
A
O R A N G
BAB I. MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK-HAK KEWARGAAN
(Berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi
golongan Tionghoa.)
Pas. 1. Penikmatan hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak
kenegaraan.
Pasal 2.
Anak dalam kandungan
seorang wanita dianggap telah lahir, setiap kali kepentingannya menghendakinya.
Bila telah mati waktu
dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada. (KUHPerd. 348, 489, 758, 836, 899,
1679.)
Pasal 3.
Tiada
suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata atau hilangnya segala
hak-hak kewargaan. (ISR. 144.)
BAB II. AKTA-AKTA CATATAN
SIPIL
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Bagian 1. Daftar Catatan Sipil
Pada Umumnya.
Pasal 4.
(s.d.u. dg. S. 1916-38
jo. S. 1917-18; S. 1907-205pasal 3jo. S.
1919-816;S.1937-595.) Tanpa mengurangi ketentuan pasal 10
Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan di Indonesia, maka untuk golongan
Eropa di seluruh Indonesia ada daftar kelahiran, daftar lapor kawin, daftar
izin kawin, daftar perkawinan dan perceraian, dan daftar kematian. (KUHPerd. 5;
BS. 1.)
Pegawai yang ditugaskan
menyelenggarakan daftar-daftar itu, disebut pegawai catatan sipil.
Pasal 5.
Pemerintah
(Gouverneur-Generaal), setelah mendengar Mahkamah Agung (Hooggerechtshof),
dengan peraturan tersendiri, menentukan tempat dan cara menyelenggarakan
daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun akta-aktanya dan
syarat-syarat yang harus diindahkan.
Dalam peraturan itu juga ditetapkan hukuman-hukuman terhadap
pelanggaran-pelanggaran oleh pegawai catatan sipil, sejauh dalam hal itu belum
atau tidak akan diatur dengan ketentuan undang-undang hukum pidana. (KUHP 436,
556 dst. lihat peraturan BS. golongan Eropa, Indonesia dan
Indonesia-Kristen dan catatan di bawah judul BS.)
Bagian 2. Nama, Perubahan
Nama, Dan Perugahan Nama Depan.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 5a.
(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Anak sah, dan
juga anak tak sah tetapi yang diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan
ayahnya; anak yang tidak diakui oleh ayahnya, menyandang nama keturunan ibunya.
(KUHPerd. 250 dst., 255, 256 dst., 261, 272 dst., 280, 283 dst., 306; BS. 41.)
Pasal 6.
Siapa pun tidak
diperkenankan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama lain pada
namanya tanpa izin pemerintah. (BS. 28, 40; S. 1824-13 pasal 2; S. 1837-11; S.
1867-168 § V; S. 1917-12.)
(s.d.t. dg. S. 1937-595.) Barangsiapa tidak dikenal nama-keturunannya atau nama
depannya, boleh mengambil suatu nama-keturunan atau nama-depan dengan izin
pemerintah.
Pasal 7.
(s.d.u. dg. S.
1937-595 dan S. 1941-370.) Permohonan untuk itu tidak dapat dikabulkan
sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung mulai dari hari pemberitaan
permohonan itu dalam Berita Negara. (S. 1883-192 pasal 3.)
Pasal 8.
(s.d.u. dg. S. 1883-190.)
Selama jangka waktu tersebut dalam
pasal yang lain, pihak-pihak yang berkepentingan boleh mengemukakan kepada
pemerintah, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang mereka anggap menjadi
keberatan untuk menentang permohonan tersebut di atas. (S. 1883-192 p'asal 3.)
Pasal 9.
(s.d.u. dg. S.
1937-595.) Bila dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama pasal 6
permohonan dikabulkan, maka surat penetapannya harus disampaikan kepada pegawai
catatan sipil di tempat tinggal si pemohon, dan pegawai itu harus menuliskannya
dalam buku daftar yang sedang berjalan, dan membuat catatan tentang hal itu
pada margin akta kelahiran si pemohon. (BS. 26.)
(s.d.t. dg. S. 1937-595.)
Surat penetapan yang diberikan
berkenaan dengan dikabulkannya permohonan termaksud dalam pasal 6 alinea kedua,
dibukukan dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat tinggal yang
bersangkutan, dan dalam hal termaksud dalam pasal 43 alinea pertama Reglemen
tentang Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada margin akta
kelahiran. (s.d.t. dg. S. 1937-595.) Bila suatu permohonan tidak
dikabulkan seperti yang dimaksud pada alinea yang lain, pemerintah dapat
memberikan nama-keturunan atau nama-depan kepada yang berkepentingan. Surat
penetapan ini harus diperlakukan sesuai dengan pasal yang lain.
Pasal 10.
(s.d.u. dg. S.
1937-595.) Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam
keempat pasal yang lain, sekali-kali tidak boleh diajukan sebagai bukti adanya
hubungan sanak-saudara. (KUHPerd. 262; S. 1883-192 pasal 3.)
Pasal 11.
Tiada seorang pun boleh
mengubah nama-depannya atau menambahkan nama-depan pada namanya, tanpa izin
pengadilan negeri (raad van justitie) tempat tinggalnya atas permohonan untuk
itu, setelah mendengar jawatan kejaksaan (openbaar ministries. (BS. 40.)
Pasal 12.
Bila pengadilan negeri
mengizinkan penggantian atau penambahan nama depan, maka surat penetapannya
harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil tempat tinggal si pemohon, dan
pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang sedang berjalan, dan
mencatatnya pula pada margin akta kelahiran. (BS. 26.)
Bagian 3. Pembetulan Akta
Catatan Sipil, Dan Penambahannya. (S. 1836-16.)
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 13.
Bila daftar tidak pernah
ada, atau telah hilang, dipalsu, diubah, robek, dimusnahkan, dgelapkan atau
dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam daftar itu, atau bila dalam
akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan atau kesalahan lain, maka
hal-hal itu dapat menjadi dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan
dalam daftar itu. (BS. 26 dst., 36; KUHPerd. 14, 101; S. 1854-40, ]that BS.
67.)
Pasal 14.
Permohonan untuk itu
hanya dapat diajukan kepada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya
daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan, dan untuk
itu pengadilan negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar jawatan
kejaksaan dan pihak-pihak yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan
tidak mengurangi kesempatan banding. (Rv. 844 dst.)
Pasal 15.
Keputusan ini hanya
berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon, atau yang pernah dipanggil.
(KUHPerd. 1917.)
Pasal 16.
Semua keputusan tentang
pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh kekuatan tetap,
harus dibukukan oleh pegawai catatan sipil dalam daftar-daftar yang sedang
berjalan segera setelah diterbitkan dan bila ada perbaikan, hal itu harus diberitakan
pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen
tentang Catatan Sipil. (BS. 26; Rv. 166.)
BAB III. TEMPAT TINGGAL ATAU
DOMISILI
(Berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 17.
Setiap orang dianggap
bertempat tinggal di tempat yang dbadikan pusat kediamannya.
Bila tidak ada tempat
tinggal yang demikian, maka tempat kediaman yang sesungguhnya dianggap sebagai
tempat tinggalnya. (Rv. 6-71, 99.)
Pasal 18.
Perubahan tempat tinggal terjadi
dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai niat untuk menempatkan
pusat kediamannya di sana. (KUHPerd. 19, 53 dst.)
Pasal 19.
Niat itu dibuktikan
dengan menyampaikan pernyataan kepada kepala pemerintahan, baik di tempat yang
ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman. (KUHP 515; S.
1919-573 jis. 1931-373, 423.)
Bila tidak ada
pernyataan, maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari
keadaan-keadaannya.
Pasal 20.
Mereka yang ditugaskan
untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka
melaksanakan dinas. (RO. 21; Rv. 99.)
Pasal 21.
(s.d.u, dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Seorang wanita yang telah kawin dan tidak pisah meja dan
ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya;
anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dari kedua orang
tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal
wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat
tinggal pengampu mereka. (KUHPerd. 106, 207, 211, 242, 298, 301, 383, 452.)
Pasal 22.
(s.d.u. dg. S.
1926-335 jis. 458, 565 dan S. 1927-108.) Dengan tidak mengurangi ketentuan
dalam pasal yang lain, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka
bila mereka tinggal serumah dengannya. (KUHPerd. 17-2, 1061a dst.)
Pasal 23.
Yang dianggap sebagai
rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah tempat tinggalnya
yang terakhir. (KUHPerd. 1023; Rv. 7, 99; Weesk. 47.)
Pasal 24.
Dalam suatu akta dan
terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak bebas untuk
memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang sebenarnya.
Pemilihan itu dapat
dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi pelaksanaan keputusan hakim,
atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana dikehendaki kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal
ini surat-surat juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang
tercantum atau termaksud dalam akta itu, boleh dilakukan di tempat tinggal yang
dipilih dan di muka hakim tempat tinggal itu. (KUHPerd. 1186, 1194, 1393, 1405,
1412; Rv. 8, 13, 85, 99, 106 dst., 411, 443, 461, 477, 504, 533, 550, 561, 594,
597, 601, 606, 655, 662, 666, 729, 816, 860 dst.)
Pasal 25.
Bila hal sebaliknya tidak
disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat tinggal yang dipilih
untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dari sepuluh pal
jauhnya dari tempat tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada
pihak yang lain.
BAB IV. PERKAWINAN.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Catatan: Ketentuan-ketentuan perkawinan
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata dan dalam peraturan-peraturan lain, oleh Pasal 66
UU No. 1 Tahun 1974 dinyatakan tidak berlaku lagi, sejauh telah diatur dalam UU
No. 1 Tahun 1974.
Ketentuan Umum.
Pasal 26.
Undang-undang memandang
soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata. (KUHPerd. 81.)
Bagian 1. Syarat-syarat Dan
Segala Sesuatu yang Harus Dipenuhi Untuk Dapat Melakukan Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Lihal Peraturan Peralihan
mengenai diberlakukannya perundang-undangan anak-anak
S. 1927-31 jis. 390, 421
sebelum Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Pasal 27.
Pada waktu yang sama,
seorang lelaki hanya boleh terikat oleh perkawinan dengan satu orang perempuan saja; seorang perempuan hanya
dengan satu orang lelaki saja. (KUHPerd. 60-4', 62, 63-21, 65, 70-4-, 83, 86,
93, 95 dst., 493 dst.; KUHP 279 dst.)
Pasal 28.
Asas perkawinan
menghendaki adanya persetujuan bebas dari calon suami dan calon istri. (KUHPerd.
61-3', 4', 62, 63_21, 65, 83, 87 dst., 95 dst. 901.)
Pasal 29.
Laki-laki yang belum
mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum mencapai umur
lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah berkuasa menghapuskan larangan ini dengan memberikan dispensasi.
(ISR. 43; KUHPerd. 61-41, 62, 63-21, 65, 83, 89; BS. 55, 61; W & B II-283.)
Pasal 30.
Perkawinan dilarang
antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis ke
atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena
kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping,
antara kakak-beradik laki-perempuan, sah atau tidak sah. (KUHPerd. 61-41, 62,
63-2', 65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 290, 295, 297.)
Pasal 31.
Juga dilarang perkawinan:
10. (s.d.u. dg. S. 1941-370.) antara ipar
laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau istri
yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas dasar
ketidakhadiran si suami atau si istri telah diberikan izin oleh hakim kepada
suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
20. antara paman atau paman orang tua dan kemenakan
perempuan atau anak perempuan kemenakan,
demikian pula antara bibi atau bibi orang tua dan kemenakan laki-laki atau anak
laki-laki kemenakan, yang sah atau tidak sah.
Jika ada alasan-alasan penting,
pemerintah dengan memberi dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang
tercantum dalam pasal ini. (ISR. 43; KLTHPerd. 29, 61-4-, 62, 63-2', 65, 83,
90, 93, 95 dst., 98, 295, 297.)
Pasal 32.
Seseorang yang dengan
keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zinah, sekali-kali tidak
diperkenankan kawin dengan pasangan zinahnya itu. (KUHPerd. 61-4', 62, 63- 2',
65, 83, 90, 93, 95 dst., 98, 209.)
Pasal 33.
(s.d.u. dg. S. 1923-31.) Antara orang-orang yang
perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan pasal 199 nomor 31 atau
4', tidak boleh untuk kedua kalinya dilaksanakan perkawinan kecuali setelah
lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka yang didaftarkan dalam
daftar catatan sipil.
Perkawinan lebih lanjut
antara orang-orang yang sama dilarang. (KUHPerd. 61-40, 62, 63-20, 65, 83, 90,
93, 199, 207 dst., 232a, 268, 493.)
Pasal 34.
Seorang wanita tidak
boleh melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau jangka waktu tiga ratus
hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir. (KUHPerd. 61-41, 62, 63-21, 64
dst., 71-4-, 83, 99, 252, 494 dst.)
Pasal 35.
(s.d.u. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Untuk melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur
memerlukan izin kedua orang tuanya.
Akan tetapi bila hanya
salah seorang dari mereka memberi izin dan yang lainnya telah dipecat dari
kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka pengadilan negeri di
daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya, berwenang memberi izin
melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka
yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga keluarga sedarah atau
keluarga-keluarga semenda.
Bila salah satu orang tua
telah meninggal atau berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya,
maka izin cukup diperoleh dari orang tua yang lain. (KUHPerd, 37, 40 dst., 49,
61-10,
71-20, 50, 83, 91,
151, 299 dst., 330, 424, 458, 901; BS. 61-40.)
Pasal 36.
(s.d.u. dg. S. 1927 31 jis. 390, 421.) Selain izin
yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak sah yang belum dewasa
memerlukan juga izin dari wajib mereka, bila yang melakukan perwalian adalah
orang lain daripada ayah atau ibu mereka; bila izin itu diperlukan untuk kawin
dengan wali itu atau dengan salah satu dari keluarga sedarahnya dalam garis
lurus, diperlukan izin dari wali pengawas.
Bila wali atau wali
pengawas atau ayah atau ibu yang telah dipecat dari kekuasaan orang tua atau
perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya,
maka berlakulah alinea kedua pasal yang lain, asal orang tua yang tidak dipecat
dari kekuasaan orang tua atau dari perwaliannya atas anaknya telah memberikan
izin itu. (KUHPerd. 42, 49, 62, 71-20, 51, 83 dst., 91, 151, 424, 901; BS. 61-40.)
Pasal 37.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila ayah dan
ibu telah meninggal atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendak
mereka, maka mereka masing-masing hal dgantikan oleh orang tua mereka, sejauh
mereka masih hidup dan tidak dalam keadaan yang sama.
Bila orang lain daripada
orang-orang tersebut di atas melakukan perwalian atas anak-anak di bawah umur
itu, maka dalam hal seperti yang dimaksud dalam alinea yang lain, si anak
memerlukan lagi izin dari wali atau wali pengawas, sesuai dengan perbedaan
kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu.
Alinea kedua pasal 35
berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea satu atau
alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau lebih
tidak menyatakan pendiriannya. (KUHPerd. 49, 62, 71-20, 50, 83 dst., 91, 151, 424, 497,
901; BS. 61-40.)
Pasal 38.
(s. d. u. dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila
ayah dan ibu serta kakek dan nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka, anak sah yang masih
di bawah umur tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali
pengawasnya.
Bila baik wali maupun
wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi izin atau
tidak menyatakan pendirian, maka pengadilan negeri di daerah tempat tinggal
anak yang masih di bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk
melakukan perkawinan, setelah mendengar dan memanggil dengan sah wali, wali
pengawas, dan keluarga sedarah atau keluarga semenda. (KUHPerd. 39, 49, 61-20, 63 dst;
KUHP 524.)
Pasal 39.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak luar kawin yang diakui sah, selama masih di bawah
umur, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin ayah dan ibu yang
mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah seorang masih hidup dan tidak
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka.
Bila semasa hidup ayah
atau ibu yang mengakuinya, orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu,
maka hal pula diperoleh izin dari wali itu atau dari wali pengawas bila izin
itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu, sendiri atau dengan salah
seorang dari keluarga sedarah dalam garis lurus.
Bila terjadi
perselisihan pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea
pertama dan kedua, dan salah seorang atau lebih menolak memberikan izin itu,
maka pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur
itu, atas permohonan si anak, berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan.
Bila baik ayah maupun
ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendak mereka, diperlukan izin dari wali dan
wali pengawas.
Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau
tidak menyatakan pendirian, maka berlaku pasal 38 alinea kedua, kecuali apa
yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal 40.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh
melakukan perkawinan tanpa izin wali atau wali pengawas, selama ia masih di
bawah umur.
Bila kedua-duanya,
atau salah seorang, menolak untuk memberikan izin atau untuk menyatakan
pendirian, pengadilan negeri di daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di
bawah umur itu, atas permohonannya, berkuasa memberikan izin untuk itu, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali pengawas si anak. (KUHP
524.)
Pasal 41.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penetapan-penetapan pengadilan negeri dalam hal-hal
yang termaksud dalam enam pasal yang lalu, diberikan tanpa bentuk hukum
acara. Penetapan-penetapan itu, baik
yang mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan
banding,
(s.d.u. dg, S.
1927-456.) Mendengar mereka yang
izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam enam pasal yang lain, bila
mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat kedudukan pengadilan negeri
itu, boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggal atau tempat
kedudukan mereka, dan pengadilan negeri ini akan menyampaikan berita acaranya
kepada pengadilan negeri. yang disebut pertama.
Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan, dilakukan dengan cara seperti
yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan keluarga
semenda. Mereka yang disebut pertama,
atau pun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan diri dengan cara
seperti yang tercantum dalam pasal 334.
Pasal 42.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390,421.)Anak sah, yang
telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk mohon izin
ayah dan ibunya untuk melakukan perkawinan.
Bila ia tidak
memperoleh izin itu, ia boleh memohon perantaraan pengadilan negeri tempat
tinggalnya, dan dalam hal itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal berikut.
Pasal 43.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang
lain jika dianggap perlu oleh pengadilan negeri, terhitung dari hari pengajuan
surat permohonan itu, pengadilan harus berusaha menghadapkan si ayah dan si
ibu, beserta anak itu, agar dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi
penjelasan-penjelasan yang dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan
mereka masing-masing. Mengenai pertemuan
pihak-pihak tersebut hal dibuat berita acara tanpa mencantumkan alasan-alasan
yang mereka kemukakan.
Pasal 44.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila baik ayahnya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan
dengan penunjukan akta yang memperlihatkan ketidak hadiran itu.
Pasal 45.
Bila anak itu tidak
hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali sesudah permohonan
diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan. (KUHPerd. 47, 48.)
Pasal 46.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila, setelah anak itu dan kedua orang tua atau salah
satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak,
maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan,
terhitung dari hari pertemuan.
Pasal 47.
(sd.u. dg, S.
1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan
dalam lima pasal terakhir ini juga
berlaku untuk anak tak sah terhadap ayah dan ibu yang mengakuinya.
Pasal 48.
(s.d.u. dg. S.
1,928-546.) Sekiranya kedua orangtua
atau salah satu tidak berada di
Indonesia, pemerintah berkuasa memberi dispensasi dari kewajiban-kewajiban yang
tercantum dalam pasal 42 sampai dengan Pasal 47.
Pasal 49.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam pengertian ketidak mampuan orang tua atau para
kakek-nenek untuk memberi izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan
perkawinan, dalam hal-hal yang diatur dalam pasal 35, 37, 38 dan 39,
sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran terus menerus atau sementara di
Indonesia. (S. 1927-31, peraturan peralihan.)
Bagian 2. Acara yang Harus
Mendahului Perkawinan.
(berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 50.
Semua orang yang
hendak melangsungkan perkawinan, hal memberitahukan hal itu kepada pegawai
catatan sipil di tempat tinggal salah satu pihak. (KUHPerd. 17; BS. 54 dst.)
Pasal 51.
Pemberitahuan ini hal
dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan cukup jelas
memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang pemberitahuan itu hal
dibuat sebuah akta oleh pegawai catatan sipil. (BS. 54 dst.)
Pasal 52.
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Sebelum
pelaksanaan perkawinan itu, pegawai catatan sipil harus mengumumkan hal itu dan
menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar catatan sipil itu. Surat
itu hal tetap tertempel selama sepuluh hari.
Pengumuman itu tidak
boleh dilangsungkan pada hari Minggu; yang disamakan dengan hari Minggu dalam
hal ini ialah hari Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal,
hari Kenaikan Isa Almasih, dan hari Mikraj Nabi. (s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat pengumuman ini harus
memuat:
10. nama, nama depan, umur, pekerjaan dan
tempat tinggal calon suami-istri dan, bila mereka sebelumnya pernah kawin, nama
suami atau istri mereka yang dulu;
20. hari, tempat dan jam terjadinya
pengumuman. (KUHPerd. 53, 61-60, 63-20, 75, 82 dst., 99; BS. 54 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1937-595.) Surat itu ditandatangani oleh pegawai catatan sipil
itu.
Pasal 53.
(s.d.u. dg. S.
1916-338 jo. S. 1917-18.) Bila kedua
calon suami-istri tidak bertempat tinggal dalam wilayah catatan sipil yang
sama, maka pengumuman itu akan dilakukan oleh pegawai catatan sipil di tempat
tinggal masing-masing pihak. (KUHPerd. 17, 76, 83; BS. 56 dst.)
Pasal 54.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 191 7-18.) Bila calon suami-istri belum sampai enam bulan penuh bertempat
tinggal dalam daerah suatu catatan sipil, pengumumannya harus juga dilakukan
oleh pegawai catatan sipil di tempat tinggal mereka yang terakhir.
(s.d.u. dg. S. 1937-572, S. 1939-288.) Bila ada alasan-alasan yang penting, dari kewajiban
membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh kepala
Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin. (BS.
56 dst.)
55, 56. Dihapus S. 1916-338 jo.
1917-18.
Pasal 57.
(s.d.u. dg.S.
1916-338jo. S. 1917-18.) Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu pengumuman, perkawinan
itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya diadakan pengumuman lagi.
(KUHPerd. 75.)
Pasal 58.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 1917-18.) Jadi kawin
tidak menimbulkan hak untuk menuntut di muka hakim berlangsungnya perkawinan,
juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan
bunga, akibat tidak dipenuhinya jadi itu; semua persetujuan untuk ganti rugi
dalam hal ini adalah batal.
Akan tetapi, jika
pemberitahuan kawin itu telah diikuti oleh suatu pengumuman, maka hal itu dapat
menjadi dasar untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan
kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya
sebagai akibat dari penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh
diperhitungkan soal kehilangan keuntungan.
Tuntutan ini
kedaluwarsa dengan lampaunya waktu delapan belas bulan, terhitung dari
pengumuman perkawinan itu. (AB 23; KUHPerd. 154, 1243 dst., 1305, 1320, 1335,
1337.)
Bagian 3. Pencegahan
Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 59.
Hak untuk mencegah
berlangsungnya perkawinan hanya ada pada orang-orang dan dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut. (Rv.
816 dst.)
Pasal 60.
Barangsiapa masih
terikat oleh perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk juga anak-anak yang
lahir dari perkawinan itu, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan,
tetapi hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada. (KUHPerd. 27, 61-41, 62
dst., 68, 86.)
Pasal 61.
(s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18; S. 1917-497; S. 27-31jis. 390,
421.) Ayah atau ibu boleh mencegah
perkawinan dalam hal-hal berikut:
10. bila anak mereka yang masih di bawah
umur, belum mendapat izin yang menjadi syarat;
20. bila anak mereka, yang sudah dewasa
tetapi belum genap tiga puluh tahun, lalai meminta izin mereka, dan dalam hal
permohonan izin itu ditolak, lalai untuk meminta perantaraan pengadilan negeri
seperti yang diwajibkan menurut pasal 42;
30. bila salah satu pihak, yang karena cacat
mental berada dalam pengampuan, atau dengan alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan,
tetapi atas permohonan itu belum diambil keputusan; (KUHPerd. 434.)
40. bila salah satu pihak tidak memenuhi
syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
bagian pertama bab ini; (KUHPerd. 27 dst., 60, 62 dst.)
50. bila pengumuman perkawinan yang menjadi
syarat tidak diadakan; (KUHPerd. 52 dst.)
60. bila salah satu pihak, karena sifat
pemboros ditaruh di bawah pengampuan, dan perkawinan yang hendak dilangsungkan
tampaknya akan membawa ketidak-bahagiaan bagi anak mereka. (KUHPerd. 434.)
Bila yang menjalankan
perwalian atas anak itu orang lain daripada ayah atau ibunya, maka wali atau
wali pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali,
mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor-nomor
10, 30, 40, 50 dan 60.
Pasal 62.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31jis. 390, 421.) Dalam hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek-nenek
dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si
wali, berhak untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum
dalam nomor 30,
40, 50 dan 60, pasal yang lain.
Kakek-nenek dan wali
atau wali pengawas, bila yang disebut terakhir ini menggantikan si wali, berhak
untuk mencegah perkawinan dalam hal-hal yang tercantum pada nomor 11, jika izin
mereka menjadi syarat.
Pasal 63.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31jis. 390, 421.) Dalam hal kakek-nenek tidak ada, maka saudara
laki-laki dan perempuan, paman dan bibi, demikian pula wali, dan wali pengawas,
pengampu dan pengampu pengawas, berhak mencegah perkawinan:
10. bila
ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak
diindahkan;
20. karena alasan-alasan seperti yang
tercantum datam nomor 30, 40, 50 dan 60 pasal 61.
(KUHPerd. 58.)
Pasal 64.
Suami yang
perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan bekas
istrinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari sejak
pembubaran perkawinan yang dulu. (KUHPerd. 34, 60, 61-40, 62, 20, 65.)
Pasal 65.
Jawatan kejaksaan
wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan didar6 hal-hal yang
tercantum dalam pasal 27 sampai dengan 34. (RO. 55; KUHPerd. 94; RV. 323.)
Pasal 66.
Pencegahan perkawinan
ditangani oleh pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat
kedudukan pegawai Catatan sipil yang harus melangsungkan perkawinan itu. (Rv.
817.)
Pasal 67.
Dalam akta pencegahan
harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan , dan tidak
diperkenankan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul setelah
pencegahan. (BS. 59; Rv. 816.)
68. Dihapus dg. S. 1937-595,
berlaku terhitung; 1 Januari 1939.
Pasal 69.
Bila pencegahan itu
ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti biaya, kerugian dan
bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga dalam garis ke atas dan garis
ke bawah atau jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 62 dst.; Rv. 58.)
Pasal 70.
Bila terjadi
pencegahan perkawinan, pegawai Catatan sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan-suatu
putusan pengadilan yang telah mendapat kekuatan hukum tetap atau suatu akta
otentik dengan mana pencegahan itu ditiadakan; pelanggaran atas ketentuan ini
kena ancaman hukuman penggantian biaya, kerugian dan bunga.
Bila perkawinan itu
dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan, maka perkara mengenai
pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan boleh dinyatakan batal
sekimnya gugatan penentang dikabulkan. (KUHPerd. 71-60, 82; BS. 59.)
Bagian 4. Pelaksanaan
Perkawinan
Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa,
kecuali KUHPerd. 71-60, 74, 75.)
Pasal 71.
Sebelum melangsungkan
perkawinan, pegawai catatan sipil harus meminta agar kepadanya disampaikan:
10. akta kelahiran masing-masing calon
suami-istri; (KUHPerd. 29, 35 dst.; Chin. 16.)
20. (s.d.u. dg. S. 1913-338 jo. S. 191 7-18;
S. 1927--31 jis. 390, 421.) akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil dan
didaftarkan dalam daftar izin kawin, atau akta otentik lain yang berisi izin
ayah, ibu, kakek, nenek, wali, atau wali Pengawas, ataupun izin yang diperoleh
dari hakim, dalam hal-hal di mana izin itu diperlukan; (KUHPerd. 35 dst., 42
dst., 452.)
lzin itu dapat juga
diberikan pada akta perkawinan sendiri;
30. akta yang menunukkan adanya perantaraan
pengadilan negeri; (KUHPerd. 38 dst., 41 dst.)
40. dalam hal perkawinan kedua atau perkawinan
berikutnya: akta kematian suami atau istri yang dulu, atau akta perceraian,
atau salinan surat izin dari hakim yang diberikan dalam hal pihak lain dari
suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 27, 32, 44, 493; Chin. 16.)
50. akta kematian dari mercka yang seharusnya
memberikan izin kawin; (KUHPerd. 71-20; Chin. 16.)
60. (s.d.u. dg. S. 1916-338jo. S. 1917-18.) bukti, bahwa pengumuman
perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat yang disyaratkan
menurut pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa pencegahan yang dilakukan
telah dihentikan; (KUHPerd. 70; BS. 59.)
70. dispensasi yang telah diberikan; (KUHPerd.
29, 31, 48, 54, 56.)
80. izin untuk Para perwira dan tentara bawahan
yang menjadi syarat untuk melakukan perkawinan.
Pasal 72.
Jika di antara calon
suami-istri ada yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran seperti yang
disyaratkan pada nomor 11 pasal yang lampau, maka hal itu dapat dganti dengan
akta tanda kenal yang dikeluarkan oleh kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir
atau tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki
atau perempuan, keluarga atau bukan keluarga.
Keterangan ini harus
menyebutkan tempat dan waktu kelahirannya secermat-cermatnya, serta sebab-sebab
yang menghalanginya untuk menunjukkan akta kelahiran.
Tidak adanya akta
kelahiran dapatjuga dganti dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah yang
diberikan oleh saksi-saksi yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu,
ataupun dengan keterangan yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai
catatan sipil oleh calon suami atau istri, dan sumpah itu berisi, bahwa dia
tidak dapat memperoleh akta kelahiran atau akta tanda kenal.
Dalam akta
perkawinannya, keterangan yang satu dan yang lain harus dicantumkan. (KUHPerd.
13, 76 dst.; BS. 27, 61; Chin. 16.)
Pasal 73.
Bila para pihak tidak
dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam pasal 71 nomor 50, maka
kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti yang tercantum
dalam pasal yang lain. (KUHPerd. 13, 82; BS. 27.)
Pasal 74.
Bila pegawai catatan
sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak lengkapnya surat
surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh pasal-pasal yang lain,
maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri; setelah mendengar jawatan kejaksaan, bila ada alasan untuk
itu, dan mendengar pegawai catatan sipil, pengadilan negeri itu secara singkat
dan tanpa kemungkinan banding, akan mengambil keputusan tentang lengkap atau
tidak lengkapnya surat-surat.
Pasal 75.
(s.d.u. dg. S. 1916-338 jo. S. 191 7-18.) Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari
kesepuluh setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk.
(KUHPerd. 52, 57, 71-60, 99.)
Jika ada alasan
penting, kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan
pemberitahuan kawin, berkuasa memberikan dispensasi dari pengumuman dan waktu
tunggu yang diharuskan.
Jika dispensasi telah
diberikan, berita tentang hal itu hal ditempel secepat-cepatnya pada pintu
utama gedung yang dimaksud pada alinea pertama pasal 52.
Dalam berita tempel
itu harus disebutkan kapan perkawinan itu akan atau telah dilaksanakan.
Pasal 76.
(s.d.u. dg. S. 1901-353jo. S. 1905-552; S. 1932-42.) Perkawinan harus dilaksanakan di muka umum, dalam
gedung tempat membuat akta catatan sipil, dihadapan pegawai catatan sipil
tempat tinggal salah satu pihak, dan di hadapan dua orang saksi, baik keluarga
maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur dua puluh satu tahun dan
berdiam di Indonesia. (KUHPerd. 17 dst., 53, 83, 92 dst., 99; BS. 13, 61 dst.)
Pasal 77.
Bila salah satu pihak
karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke gedung tersebut,
perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah ruangan khusus di daerah pegawai
catatan sipil yang bersangkutan.
Jika terjadi demikian,
dalam akta perkawinan hal dicantumkan sebab-sebab terjadinya. tentang sah tidaknya
halangan tersebut dalam pasal ini, diserahkan kepada pegawai catatan sipil itu.
(KUHPerd. 99; BS. 62.)
Pasal 78.
Kedua calon
suami-istri harus datang secara pribadi menghadap pegawai catatan sipil pada
waktu pelaksanaan perkawinan itu. (S. 1947-137.)
Pasal 79.
Jika ada alasan-alasan
penting, pemerintah berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang bersangkutan
melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil yang khusus
diberi kuasa penuh dengan akta otentik.
Bila pemberi kuasa
itu, sebelum perkawinan itu dilaksanakan, telah kawin orang lain secara sah,
maka perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak
pernah terjadi. (KUHPerd. 27, 29, 31, 48, 58, 1792 dst., 1815, 1818; BS. 12,
62.)
Pasal 80.
Kedua calon suami-istri,
di hadapan pegawai catatan sipil dan dengan kehadiran para saksi harus
menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain suami atau istrinya, dan bahwa
dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh
undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami-istri. (BS. 13, 60 dst.)
Pasal 81.
Tidak ada upacara
keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak membuktikan kepada
pejabat agama mereka, bahwa perkawinan di hadapan pegawai catatan sipil telah
berlangsung. (KUHPerd. 26; KUHP 530.)
Pasal 82.
Jika terjadi
pelanggaran oleh pegawai catatan sipil atas ketentuan-ketentuan dalam bab ini,
maka selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana para
pegawai itu boleh dihukum oleh pengadilan negeri dengan denda-denda yang tidak
melebihi seratus gulden, tanpa mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan
untuk menuntut ganti rugi, bila ada alasan untuk itu. (KUHPerd. 99; BS. 28;
KUHP 530; ketentuan hukum yang terkandung dalam KUHPer. 82 telah dihapus dengan
Inv. Sv. 3.)
Bagian 5.
Perkawinan-perkawinan yang Dilaksanakan Di Luar Negeri.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 83.
(s.d.u. dg. S.
1915-299jo. 642.) Perkawinan yang
dilangsungkan di luar baik antara sesama warganegara Indonesia, maupun antara
warganegara Indonesia dan warganegara lain, adalah sah bila perkawinan itu
dilangsungkan menurut hukum yang biasa di negara tempat berlangsungnya
perkawinan itu, dan sang istri yang warganegara Indonesia tidak melanggar
ketentuan-ketentuan tersebut dalam
Bagian I bab ini. (AB 3, 16, 18; KUHPerd. 27 dst., 52 dst.; BS. 63.)
Pasal 84.
Dalam waktu satu tahun
setelah kembalinya suami-istri ke wilayah Indonesia, akta tentang perkawinan
mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat
tinggal mereka. (KUHPerd. 4 dst., 91, 152; BS.
1 dst., 63.)
Bagian 6. Batalnya Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa; lihat KUHPerd.
99.)
Pasal 85.
Batalnya suatu
perkawinan dapat dinyatakan hanya oleh hakim. (KUHPerd. 70.)
Pasal 86.
Batalnya suatu
perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan pasal 27, dapat dituntut oleh
orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dari
suami-istri itu, oleh suami-istri itu sendiri, keluarga sedarah dalam garis ke
atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan itu,
dan oleh jawatan kejaksaan.
Bila batalnya
perkawinan yang terdahulu dipertahankan, maka terlebih dahulu harus diputuskan
ada tidaknya perkawinan terdahulu itu. (KUHPerd. 60-65, 83, 93 dst., 493 dst.)
Pasal 87.
Keabsahan suatu
perkawinan, yang berlangsung tanpa persetujuan bekas kedua suami-istri atau
salah seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami-istri itu, atau oleh
salah seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas.
Bila telah terjadi
kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu hanya
dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu.
Dalam hal-hal tersebut
dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh
diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus selama tiga bulan
sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak mengetahui
kekeliruannya. (KUHPerd. 28, 58, 61-30 dan 41,
62, 63-20,
65, 83, 901.) 88. Bila perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental
ditaruh di bawah pengampuan, keabsahan perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh
ayahnya, ibunya dan keluarga sedarah dalam garis ke atas, saudara laki-laki dan
perempuan, paman dan bibinya, demikian pula oleh pengampunya, dan akhimya oleh
jawatan kejaksaan.
Setelah pengampuan itu
dicabut, pembatalan perkawinannya hanya boleh dituntut oleh suami atau istri
yang telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat
diterima bila kedua suami-istri telah tinggal bersama selama enam bulan,
terhitung dari pencabulan pengampuan itu. (KUHPerd. 28, 61-30, 62, 63-20, 65, 83, 433
dst., 447, 460.)
Pasal 89.
Bila perkawinan
dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam pasal 29,
maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang belum cukup
umur itu, maupun oleh jawatan kejaksaan.
Namun keabsahan
perkawinan itu tidak dapat dibantah:
10. bila pada hari tuntutan akan pembatalan itu
diajukan, salah seorang atau kedua suami-istri telah mencapai umur yang
disyaratkan;
20. bila si istri, kendati belum mencapai umur
yang disyaratkan, telah hamil sebelum tuntutan diajukan. (KUHPerd. 61-40, 62, 63-20, 65, 83.)
Pasal 90.
Semua perkawinan yang
dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal 30, 31, 32,
dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami-istri itu sendiri, maupun
oleh orang tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau
oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun
oleh-jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 61-40, 62, 63-20, 65, 83, 93.)
Pasal 91.(
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421,456.) Bila suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin ayah,
ibu, kakek, nenek, wali atau wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh
ataupun wali harus didengar menurut pasal-pasal 35, 36, 37, 38, 39, dan 40,
pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang yang harus diperoleh
izinnya atau harus didengar menurut undang-undang.
Para keluarga sedarah
yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan, bila
perkawinan itu telah mereka setujui secara tegas atau secara diam-diam, atau
perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan apa pun dari mereka
terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu.
Mengenai perkawinan
yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya
perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami-istri itu tetap lalai
untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan mereka dalam daftar umum
perkawinan sesuai dengan ketentuan pasal 84. (KUHPerd. 35 dst., 61-l0, 62, 63-l0, 83 dst, 95
dst, 901; S. 1927-31 ketentuan peralihan 1.)
Pasal 92.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perkawinan yang dilangsungkan tidak di hadapan pegawai
catatan sipil yang berwenang dan tanpa kehadiran sejumlah saksi yang
disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh suami-istri itu, oleh ayah,
ibu dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke atas, dan pula oleh wali, wali
pengawas, dan oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dalam hal itu, dan
akhimya oleh jawatan kejaksaan.
Jika terjadi
pelanggaran terhadap pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi, maka
perkawinan itu tidak mutlak harus batal; hakimlah yang akan mengambil keputusan
menurut keadaan.
Bila tampak jelas
adanya hubungan selaku suami-istri, dan dapat pula diperlihatkan akta
perkawinan yang dibuat di hadapan pegawai catatan sipil, maka suami-istri itu
tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan mereka menurut pasal
ini. (KUHPerd. 76 dst., 83, 99 dst. -1 BS. 13; S. 1927-31 ketentuan perauhan
1.)
Pasal 93.
Dalam segala hal di
mana sesuai dengan pasal-pasal 86, 90, dan 92 suatu tuntutan hukum pernyataan
batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu, yang
demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat dalam garis ke samping, oleh anak
dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami-istri itu
kedua-duanya masih hidup, dan tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam
hal itu telah memperoleh atau akan segera memperoleh kepentingan.
Pasal 94.
Setelah perkawinan
dibubarkan, jawatan kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Pasal 95.
Suatu perkawinan,
walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik
terhadap suami-istri, maupun terhadap anak-anak mereka bila perkawinan itu
dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu. (KUHPerd. 27 dst.,
86 dst., 97.)
Pasal 96.
Bila itikad baik hanya
ada pada salah seorang dari suami-istri, maka perkawinan itu mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan
anak-anak yang lahir dari perkawinan
itu.
Suami istri yang
beritikad buruk boleh dijatuhi hukuman mengganti biaya, kerugian dan bunga
terhadap pihak yang lain. (KUHPerd. 97.)
Pasal 97.
Dalam hal-hal tersebut
dalam dua pasal yang lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai akibat-akibat
perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal.
Pasal 98.
Batalnya suatu
perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga, bila dia telah berbuat dengan itikad
baik dengan suami-istri itu.
Pasal 99.
Tiada satu perkawinan
pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 34, 42, 46, 52, dan 75, atau, kecuali apa yang diatur dalam pasal
77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka tempat akta-akta catatan
sipil dibuat.
Dalam hal-hal itu berlakulah
ketentuan pasal 82 bagi pegawai-pegawai catatan sipil.
Pasal 99.
(sd.u. dg. S.
1937-59,5, mb. 1 Januari 1939)
Pembatalan suatu perkawinan oleh pengadilan negeri atas tuntutan jawatan
kejaksaan di pengadilan didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan
oleh catatan sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang yang
sesuai dengan alinea pertama pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk
golongan Eropa atau alinea pertama pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan
Tionghoa. Tentang pendaftaran itu harus
dibuat catatan pada margin akta perkawinan.
Bila perkawinan itu
berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di Jakana.
Bagian 7. Bukti Adanya Suatu
Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 100.
Adanya suatu
perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta
pelaksanaan perkawinan itu yang didaftarkan dalam catatan sipil, kecuali dalam
hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal (KUHPerd. 4, 92; BS. 1, 7, 61; S. 1847-64
pasal 5.)
Pasal 101.
Bila ternyata, bahwa
daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta perkawinan itu
tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup tidaknya bukti-bukti
tentang adanya perkawinan diserahkan kepada hakim, asalkan kelihatan jelas
adanya hubungan selaku suami-istri. (KUHPerd. 13; BS. 27; S. 1847-64 pas. 5.)
Pasal 102.
Keabsahan seorang anak
yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang sudah
meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan kedudukannya
sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya telah hidup
secara jelas sebagai suami-istri. (KUHPerd. 250, 261 dst.)
BAB V. HAK DAN KEWAJIBAN
SUAMI-ISTRI
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 103.
Suami-istri wajib
setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu. (KUHPerd. 140, 145
dst., 193, 225, 227, 237; KUHP 304.)
Pasal 104.
Suami-istri, dengan
hanya melakukan perkawinan, telah saling mengikat diri untuk memelihara dan
mendidik anak mereka. (KUHPerd. 109, 145 dst., 193, 214, 230, 293, 318, 320
dst., 1097, 1601i; KUHP 304.)
Pasal 105.
Sang suami menjadi
kepala persatuan perkawinan. (KUHPerd. 124, 140.)
Sebagai kepala, ia
wajib memberi bantuan kepada istrinya atau tampil untuknya di muka hakim,
dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. (KUHPerd.
110 dst.)
Dia harus mengurus
harta kekayaan pribadi si istri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya.
(KUHPerd. 140, 194, 215, 244; LN. 1953-86 pasal 6.)
Dia harus mengurus
harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya
bertanggungjawab atas segala ketalaian dalam pengurusan itu. (KUHPerd. 195.)
Dia tidak
diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak
istrinya tanpa persetujuan si istri.
Pasal 106.
Sang istri harus patuh
kepada suaminya. (KUHPerd. 140.)
Dia wajib tinggal
serumah dengan suaminya dan mengikuti dia di mana pun dianggapnya perlu untuk
bertempat tinggal. (KUHPerd. 21, 140, 211 dst., 242.)
Pasal 107.
Sang suami wajib
menerima istrinya di rumah yang ditempatinya. (KUHPerd. 21.)
Dia wajib melindungi
istrinya, dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan
kemampuannya. (KUHPerd. 193, 213, 225 dst., 237.)
Pasal 108.
Sang istri, sekalipun
dia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda terpisah, tidak dapat
menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh apa pun, baik secara
cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam akta atau izin
tertulis.
Sekalipun suami telah
memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si
istri tidaklah berwenang untuk menerima pembayaran apa pun, atau memberi
pembebasan untuk itu tanpa izin tegas dari suami. (KUHPerd. 109, 112 dst., 115
dst., 118, 125, 194, 896, 1006, 1046, 1171, 1330 dst., 1446, 1454, 1601f, 1676,
1678, 1684, 1702, 1722m, 1798.)
Pasal 109.
(s.d.u. dg. S.
1926-333 jis. 458, 565, S. 1927-108.) Mengenai perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang istri karena
apa saja yang menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga
mengenai perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk
keperluan rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat
persetujuan dari suaminya. (KUHPerd. 1601a, 1601c, 1601f, 1916.)
Pasal 110.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.)
Istri tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia
kawin tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia
secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas. (KUHPerd. 105, 113 dst., 139, 194,
1171; Rv. 815.)
Pasal 111.
Bantuan suami tidak
diperlukan: (LN. 1953-86 pasal 6; KUHPerd. 1601f.)
10. bila si istri dituntut dalam perkara pidana;
20. dalam perkara perceraian, pisah meja dan
ranjang, atau pemisahan harta. (Rv. 819 dst., 831 dst., 841.)
Pasal 112.
Bila suami menolak
memberi kuasa kepada istrinya untuk membuat akta, atau menolak tampil di
pengadilan, maka si istri boleh memohon kepada pengadilan negeri di tempat
mereka tinggal bersama supaya dikuasakan untuk itu. (KUHPerd. 114; Rv. 813
dst.)
Pasal 113.
(s.d.u. dg. S.
1938-276.) Seorang istri yang atas
usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya, secara tegas atau
secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan dengan
usaha itu tanpa bantuan suaminya.
Bila dia kawin dengan
suaminya dengan penggabungan harta, maka si suami juga terikat pada perjanjian
itu.
Bila si suami menarik
kembali izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu. (KUHPerd. 108,
110, 121, 130, 132, 1330 dst., 1916; Rv. 581.)
Pasal 114.
Bila si suami, karena
sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang untuk membantu
istrinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai kepentingan yang
berlawanan, maka pengadilan negeri di tempat tinggal suanti-istri itu boleh
memberikan wewenang kepada si istri untuk tampil di pengadilan mengadakan
perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta lain. (KUHPerd. 112,
125, 496; Rv. 813.)
Pasal 115.
Pemberian kuasa umum,
pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak lebih daripada
yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si istri itu sendiri. (KUHPerd.
108, 125, 140, 194, 1387, 1798.)
Pasal 116.
Batalnya suatu
perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut si istri, suaminya, atau oleh para ahli waris
mereka. (KUHPerd. 108, 1046. 1331, 1387. 1446, 1451, 1454, 1821.)
Pasal 117.
Bila seorang istri,
setelah pembubaran perkawinan, melaksanakan suatu perjanjian atau akta,
seluruhnya atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan,
maka dia tidak berwenang untuk minta pembatalan perjanjian atau akta itu.
(KUHPerd. 1456.)
Pasal 118.
Istri dapat membuat
wasiat tanpa izin suami. (KUHPerd. 895.)
BAB VI. HARTA-HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG DAN
PENGURUSANNYA
(Tidak
berlaku untuk golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Bagian.1. Harta Bersama
Menurut Undang-undang. (Ov. 62.)
(Untuk golonganTimur Asing
selain Tionghoa, lihal: Bep. Vr.02; untuk Ind. Kristen: HCI 50.)
Pasal 119.
Sejak saat dilangsukan
perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta-bersama menyeluruh antara
suami-istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain
dalam perjanjian perkawinan.
Harta bersama itu,
selama perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami-istri. (KUHPerd. 126, 139, 149, 153, 180, 186; F. 60,
62.)
Pasal 120.
Berkenaan dengan soal
keuntungan, maka harta-bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan
barang-barang tak bergerak suami-istri itu, baik yang ada maupun yang akan ada,
juga barang-barang yang mereka peroleh cuma-cuma, kecuali bila dalam hal
terakhir ini yang mewariskan atau yang
memenentukan kebalikannya dengan tegas. (KUHPerd. 158.)
Pasal 121.
Berkenaan dengan beban-beban,
maka harta-bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-istri, baik
sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. (KUHPerd. 130 dst., 163, F. 62.)
Pasal 122.
Semua penghasilan dan
pendapatan, begitu pula semua keuntungan dan yang diperoleh selama perkawinan,
juga menjadi keuntungan dan kerugian bersama itu. (KUHPerd. 155; Rv. 823j.)
Pasal 123.
Semua utang kematian,
yang terjadi setelah seseorang meninggal dunia, hanya menjadi beban para ahli
waris dari yang meninggal itu. (KUHPerd. 126- 10, 128.)
Bagian 2. Pengurusan
harta-Bersama.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 124.
Hanya suami saja yang
boleh mengurus harta-bersama itu.
Dia boleh menjualnya,
memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal
yang diatur dalam pasal 140.
Dia tidak boleh
memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih
hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian
atau jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak
yang lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan.
Bahkan dia tidak boleh
menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila
dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (KUHPerd.
105, 119, 186, 320, 434, 903; LN 1953-86 pasal 6, bdk. catatan KUHPerd. 105.)
Pasal 125.
Bila si suami tidak
ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya,
sedangkan hal itu dibutuhkan segera, maka si istri boleh mengikatkan atau
memindahtangankan barang-barang dari harta-bersama itu, setelah dikuasakan
untuk itu oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 108, 112, 114 dst., 496; Rv. 813
dst.)
Bagian 3.
Pembubaran Gabungan Harta Bersama Dan Hak Untuk Melepaskan Diri
Dari Padanya.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 126.
Harta-bersama bubar demi
hukum:
10. karena kematian;
20. karena perkawinan atas izin hakim setelah
suami atau istri tidak ada; (KUHPerd. 493 dst.)
30. karena perceraian; (KUHPerd. 207 dst.)
40. karena pisah meja dan ranjang; (KUHPerd. 233
dst.)
50. karena pemisahan harta. (KUHPerd. 186 dst.)
Akibat-akibat khusus
dari pembubaran dalam hal-hal tersebut pada nomor 20, 30, 40 dan 50 pasal ini, diatur dalam bab-bab yang
membicarakan soal ini. (KUHPerd. 119, 222 dst.)
Pasal 127.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Setelah salah
seorang dari suami istri meninggal, maka bila ada ditinggalkan anak yang masih
di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan pendaftaran
harta-benda yang merupakan harta-bersama dalam waktu empat bulan. Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan
di bawah tangan, tetapi harus dihadiri oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta-bersama itu tidak
diadakan, gabungan harta bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak
yang masih di bawah umur, dan sekali-kali tidak boleh merugikannya. (KUHPerd.
311, 315, 370, 408, 417; Wsk. 48.)
Pasal 128.
Setelah bubarnya
harta-bersama, kekayaan-bersama mereka dibagi dua antara suami dan istri, atau
antara Para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dari pihak mana asal
barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan,
berlaku terhadap pembagian harta bersama menurut undang-undang. (KUHPerd. 123,
156, 243, 408, 903, 1066 dst., 1071 dst.; Rv. 689 dst.)
Pasal 129.
Pakaian, perhiasan dan
perkakas untuk mata-pencaharian salah seorang dari suami-istri itu, beserta
buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhimya surat atau
tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal-usul keturunan salah
seorang dari suami-istri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan
membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli. (KUHPerd.
132.)
Pasal 130.
Sang suami, setelah
pembubaran harta-bersama, boleh ditagih atas utang dari harta-bersama
seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dari utang
itu kepada istrinya atau kepada para ahli waris si istri. (KUHPerd. 121, 124,
128.)
Pasal 131
Suami atau istri,
setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta bersama, tidak boleh dituntut
oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak lain dari
suami atau istri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap menjadi
tanggungan suami atau istri yang telah membuatnya atau para ahli warisnya; hal
ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada pihak
yang lain atau ahli warisnya. (KUHPerd. 121, 128, 132.)
Pasal 132.
Istri berhak
melepaskan haknya atas harta-bersama; segala perjanjian yang bertentangan
dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut
kembali apa pun dari harta-bersama, kecuali kain seprei dan pakaian pribadinya.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dari kewajiban
untuk ikut membayar utang-utang harta-bersama.
(s.d.u. dg. S. 1938-276.) Tanpa mengurangi hak Para kreditur atas hartabersama,
si istri tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh
ke dalam harta-bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian
seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya. (AB. 23; KUHPerd. 113, 121, 129,
131, 136, 138, 153, 483, 1023, 1045.)
Pasal 133.
Istri yang hendak
mempergunakan hak tersebut dalam pasal yang lampau, wajib untuk menyampaikan
akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta-bersama itu,
kepada panitera pengadilan negeri di tempat tinggal bersama yang terakhir,
dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai).
Bila gabungan itu
bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si
istri mengetahui kematian itu. (Ov. 14; KUHPerd. 134, 108, 1023 dst., 1989; Rv.
135, 829.)
Pasal 134.
Bila dalam jangka
waktu tersebut di atas istri meninggal dunia, sebelum mendapatkan akta
pelepasan, Para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama
itu dalam waktu satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui
kematian itu, dan dengan cara seperti yang dimaksud dalam pasal terakhir.
Hak istri untuk
menuntut kembali kain seprei dan pakaiannya dari hartabersama itu, tidak dapat
diperjuangkan oleh Para ahli-warisnya. (Ov. 14; KUHPerd. 132, 138, 903, 1023
dst).
Pasal 135.
Bila Para ahli waris
istri tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima yang lain
melepaskan diri dari harta-bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat
memperoleh lebih dari bagian warisan yang menjadi atas barang-barang yang
sedianya menjadi bagian istri itu seandainya terjadi pemisahan harta.
Sisanya dibiarkan
tetap pada si suami, atau pada ahli warisnya, yang sebaliknya berkewajiban
terhadap ahli waris yang melakukan pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang
sedianya akan dituntut oleh si istri dalam hal pelepasan, tetapi hanya sebesar bagian warisan yang menjadi hak
ahli waris yang melakukan pelepasan. (KUHPerd. 132, 134, 138, 903, 1048, 1051,
1061.)
Pasal 136.
Istri yang telah
menarik pada dirinya barang-barang dari harta-bersama, tidak berhak melepaskan
diri dari harta-bersama itu.
Tindakan-tindakan yang
menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan tidak membawa akibat
seperti itu. (KUHPerd. 137, 483, 1048 dst.)
Pasal 137.
Istri yang telah
menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dari harta-bersama, tetap berada
dalam penggabungan, meskipun telah melepaskan drinya; hal yang sama berlaku
bagi para ahli warisnya. (KUHPerd. 136, 1031, 1064.)
Pasal 138.
Dalam hal gabungan
harta-bersama berakhir karena kematian si istri, para ahli warisnya dapat
melepaskan diri dari harta-bersama itu, dalam waktu dan dengan cara seperti
yang diatur mengenai si istri sendiri. (Ov. 14; KUHPerd. 132 dst., 135, 242
dst., 1023.)
BAB VII. PERJANJIAN KAWIN
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Bagian I (Ov 62.) Perjanjian
Kawin Pada Umumnya.
Pasal 139.
Para calon suami-istri,
dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dari peraturan undang-undang mengenai
harta-bersama, asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata-susila yang baik
atau dengan tata-tertib umum, dan diindahkan pula ketentuan-keetentuan berikut.
(AB. 23; KUHPerd. 119, 132, 153, 180, 888, 1254, 1;3:37.)
Pasal 140.
Perjanjian itu tidak
boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami,
dan pada kekuasaan sebagai ayah, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang
diberikan kepada yang masih hidup paling lama. (KUHPerd. 105 dst., 110, 298
dst., 300, 307 dst., 311, 345 dst., 355.)
Demikian pula
perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami
sebagai kepala persatuan suami-istri; namun hal ini tidak mengurangi wewenang
istri untuk mempersyaratkan bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi,
baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak, di samping
penikmatan penghasilannya pribadi secara bebas. (KUHPerd. 105, 115.)
Mereka juga berhak
untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada gabungan harta-bersama,
barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar piniaman-pinjaman
negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh alas
nama istri, atau yang selama perkawinan dari pihak istri jatuh ke dalam
harta-bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa
persetujuan si istri. (KtJHPerd. 124, 132.)
Pasal 141.
Para calon
suami-istri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak
yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka,
pun tidak boleh mengatur warisan itu. (KUHPerd. 852 dst., 1063, 1334.)
Pasal 142.
Mereka tidak boleh
membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar dalam
utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungankeuntungan harta-bersama.
Pasal 143.
Mereka tidak boleh
membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lain, bahwa ikatan perkawinan
mereka akan diatur oleh undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa adat kebiasaan,
undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah berlaku
di Indonesia.
Pasal 144.
Tidak adanya gabungan
harta-bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian bersama,
kecuali jika hal ini secara tegas ditiadakan.
Penggabungan
keuntungan dan kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini. (KUHPerd. 155 dst., 164;
F. 60 dst.)
Pasal 145.
Juga dalam hal tidak
dgunakannya atau dibatasina gabungan hartabersama, boleh ditetapkan jumlah yang
harus disumbangkan oleh si istri setiap tahun dari hartanya untuk biaya rumah
tangga dan pendidikan anak-anak. (KUHPerd. 104, 193.)
Pasal 146.
Bila tidak ada
perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dari harta istri masuk
dalam penguasaan suami. (KUHPerd. 105, 193; Rv. 823j.)
Pasal 147.
Perjanjian kawin harus
dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi
batal bila tidak dibuat secara demikian. (KUHPerd. 232a.)
Perjanjian itu akan
mulai berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan; tidak boleh ditentukan saat
lain untuk itu. (KUHPerd. 119, 149.)
Pasal 148.
Perubahan-perubahan
dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan,
tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperti akta
perjanjian yang dulu dibuat.
Lagipula tiada
perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran dan izin orang-orang yang
telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu. (KUHPerd. 1873.)
Pasal 149.
Setelah perkawinan
berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa pun. (KUHPerd.
196 dst., 232a, 237, 1678.)
Pasal 150.
Jika tidak ada
gabungan harta-bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali
surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat
piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara
mencantumkannya dalam perjanjian kawin, atau dengan pertelaan yang
ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak yang bersangkutan, dan dilekatkan
pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus tercantum,
(KUHPerd. 165 dst., 513; F. 60 dst., HCI 50; Bep.Vr.O. 2.)
Pasal 151.
Anak di bawah umur yang
memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi
persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin,
asalkan dalam perbuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu
dibantu oleh orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu
diperlukan.
Bila perkawinan itu
harus berlangsung dengan izin tersebut dalam pasal 38 dan pasal 41, maka
rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar
tentang hal itu dapat sekaligus diambil ketetapan. (KUHPerd. 29, 35, 40 dst.,
452, 458, 1447, 1677.)
Pasal 152.
Ketentuan yang
tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dari harta-bersama menurut
undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga
sebelum hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus
diselenggarakan di kepaniteraan pada pengadilan negeri, yang di daerah hukumnya
perkawinan itu dilangsungkan, atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu
didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri. (KUHPerd. 84, 147,
245, 249; F. 60 dst.)
Pasal 153.
Segala ketentuan mengenai
gabungan harta-bersama selalu berlaku, selama tidak ada penyimpangan
daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam
perjanjian kawin.
Bagaimanapun sifat dan
cara gabungan harta-bersama diperjanjikan, istri atau para ahli warisnya berhak
untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur
dalam bab yang lalu. (Ov. 14; KUHPerd. 119 dst., 132 dst., 138 dst., 1423.)
Pasal 154.
Perjanjian kawin,
demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku bila
tidak diikuti oleh perkawinan. (KUHPerd. 58, 168 dst., 176 dst., 1258.)
2. Gabungan Keuntungan Dan
Kerugian Dan Gabungan Hasil Dan Pendapatan.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golonganTionghoa; untuk
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, lihal Bep. Vr. 0. ps. 2.)
Pasal 155.
Bila para calon
suami-istri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan keuntungan dan
kerugian, maka persyaratan ini menutup jalan untuk mengadakan gabungan
harta-bersama secara menyeluruh menurut undang-undang, dan segala keuntungan
yang diperoleh suami-istri selama perkawinan harus dibagi antara mereka,
sedangkan segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan harta-bersama
bubar. (KUHPerd. 144; 165.)
Pasal 156.
Masing-masing dari
suami-istri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila
mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
(KUHPerd. 128, 142, 185.)
Pasal 157.
yang dianggap sebagai
keuntungan pada harta-bersama suami-istri ialah bertambahnya harta-kekayaan
mereka berdua, yang selama perkawinan timbul hasil harta-kekayaan mereka dan
pendapatan masing-masing, dari usaha dan kerajinan masing-masing dan dari
penggabungan pendapatan yang tidak dihabiskan; yang dianggap sebagai kerugian
ialah berkurangnya harta-benda itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dari
pendapatan. (KUHPerd. 120.)
Pasal 158.
Apa saja yang diperoleh
seorang suami atau istri selama perkawinan dari wasiat atau hibah, entah
berasal dari keluarga entah dari orang lain, tidak termasuk keuntungan, dengan
tidak mengurangi ketentuan pasal 167. (KUHPerd. 120, 166.)
Pasal 159.
Barang-barang tetap
dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga, dianggap
sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal 160.
Naik atau turunnya
harga barang salah seorang dari suami-istri itu, tidak dihitung sebagai
keuntungan atau kerugian bersama.
Pasal 161.
Perbaikan
barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur,
penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai
keuntuhgan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu.
(KUHPerd. 596 dst.)
Pasal 162.
Kerusakan atau
pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya, tidak
termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang rusak
atau berkurang itu.
Pasal 163.
Semua utang kedua
suami-istri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus dihitung
sebagai kerugian bersama.
Apa yang dirampas
akibat kejahatan salah seorang dari suami-istri itu, tidak termasuk kerugian
bersama itu. (KUHPerd. 121, 130 dst.)
Pasal 164.
Perjanjian, bahwa
antara suami-istri hanya akan ada gabungan penghasilan dan pendapatan saja,
mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan harta bersama secara
menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan keuntungan dan
kerugian. (KUHPerd. 165.)
Pasal 165.
Barang-barang bergerak
kepunyaan masing-masing suami-istri sewaktu melakukan perkawinan, harus
dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam surat
pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan para pihak yang berjanji, dan
dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum
hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan,
maupun jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang
diuraikan dalam pasal 155 dan 164; tanpa bukti ini, barang-barang bergerak itu
dianggap sebagai keuntungan. (KUHPerd. 150, 513, 1977; F. 60 dst.)
Pasal 166.
Adanya barang-barang
bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dari suami-istri itu dengan
pewarian, hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan, harus dapat
diperlihalkan dengan surat pertelaan.
Bila tidak ada surat
pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami selama perkawinan,
atau bila tidak ada surat yang dapat memperlihatkan hal itu, maka suami itu
tidak berwenang untuk mengambil kembali barang-barang itu sebagai kepunyaannya.
Bila tidak ada surat
pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si istri selama perkawinan,
atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan
berapa harga masing-masing, istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk
membuktikan adanya dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika
perlu, dengan menunjukkan bahwa umum mengetahuinya. (KUHPerd. 165, 513.)
Pasal 167.
yang termasuk
penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat, hibah atau penerimaan
uang tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup; dan
dengan demikian tercakup kedua jenis gabungan yang dibicarakan dalam bagian
ini. (KUHPerd. 120, 157 dst.)
Bagian 3. Hibah-hibah Antara
Kedua Calon Suami-Isteri.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 168.
Dalam mengadakan
perjanjian kawin, kedua calon suami-istri, secara timbal-balik atau secara
sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas
diberikan, tanpa mengurangi kemungkinan pemotongan hibah itu sejauh penghibahan
itu kiranya akan merugikan mereka yang berhak atas suatu bagian menurut
undang-undang. (KUHPerd. 182, 222, 913 dst., 919 dst., 1666 dst., 1678, 1692.)
Pasal 169.
Hibah-hibah itu dapat berkenaan
dengan barang-barang yang telah ada seperti yang diperinci dalam aktanya, dapat
pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si penghibah. (KUHPerd. 175,
179, 222, 224, 1334, 1667.)
Pasal 170.
Pemberian hibah-hibah
demikian itu berlaku biarpun disambut tanpa pernyataan setuju secara tegas oleh
pihak yang diberi hibah. (KUHPerd. 151, 402, 452, 1683, 1685.)
Pasal 171.
Hibah-hibah itu dapat
diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung pada
kehendak si penghibah. (KUHPerd. 179, 1256, 1668.)
Pasal 172.
Hibah yang terdiri
dari barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik kembali,
kecuali jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan hibah itu. (KUHPerd. 179,
1253-1255, 1688.)
Pasal 173.
Hibah yang mencakup
seluruh atau sebagian warisan si pengbibah tidak dapat ditarik kembali, dengan
pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barangbarang yang termasuk dalam
hibah itu, kecuali uang dalam jumlali-jumlah kecil untuk upah, atau untuk soal-seal
lain menurut pertimbangan hakim.
Bila syarat-syarat
tidak dipenuhi, hibah-hibah itu dapat ditarik kembali. (KUHPerd. 173, 178 dst.,
1608.)
Pasal 174.
Hibah yang terdiri
dari barang-barang yang telah ada dan terperinci secara tertentu, dan diberikan
antara suami-istri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan dengan
syarat, bahwa penerima hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya,
kecuali bila syarat dibuat secara tegas dalam perjanjian. (KUHPerd. 1666,
1672.)
Pasal 175.
Tiada hibah seluruh
atau sebagian dari warisan si penghibah, yang diberikan dalam perjanjian kawin,
baik yang diberikan oleh yang seorang dari suami istri kepada yang lain, maupun
yang diberikan secara timbal-balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir
dari perkawinan mereka, bila yang diberi hibah meninggal sebelum si penghibah.
(KUHPerd. 174, 178, 231, 899.)
Bagian 4. Hibah-hibah yang
Diberikan Kepada Kedua Calon Suami-Istri Atau Kepada Anak-anak Dari Perkawinan Mereka.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 176.
Baik dalam
perjanjian kawin, maupun dengan akta notaris tersendiri, yang dibuat sebelum
pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang menurut
pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami-istri atau kepada
salah seorang dari mereka, dengan tidak mengurangi hibah itu, bila dengan hibah
itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut undang-undang itu
dirugikan. (KUHPerd. 228, 913 dst.,
1090, 1334, 1693.)
Pasal 177.
Bila hibah-hibah itu
diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara sah tidak perlu
ada persetujuan tegas dari yang diberi hibah; sebaliknya bila hibah itu diberikan dengan akta tersendiri, maka hal itu tidak
mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan tegas untuk menerima.(KUHPerd.
170, 1666, 1683.)
Pasal 178.
Suatu hibah yang
terdiri dari seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun diberikan
hanya untuk kedua suami-istri atau untuk salah seorang dari mereka, selalu dia
diberikan untuk anak-anak dan keturunan mereka, bila st penghibah hidup lebih
lama daripada yang diberi hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain.
Hibah seperti itu
hapus, bila si penghibah hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan
mereka selanjutnya yang diberi hibah. (KUHPerd. 173, 175, 231, 1334, 1679.)
Pasal 179.
Ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang
dibicarakan dalam bagian ini.
BAB VIII. GABUNGAN
HARTA-BERSAMA ATAU PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa.)
Pasal 180.
Juga dalam perkawinan kedua
dan berikutnya, menurut hukum ada harta-benda menyeluruh antara suami-istri,
bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. (KUHPerd. 119, 139.)
Pasal 181.
Akan tetapi pada
perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dari perkawinan
yang sebelumnya, suami atau istri yang baru, oleh percampuran harta dan
utang-utang pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih
besar daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak, atau bila
anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh keturunannya dalam penggantian ahli
waris, dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi
seperempat bagian dari harta-benda suami atau istri yang kawin lagi itu.
Anak-anak dari
perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya warisan dari
suami atau istri yang kawin lagi, berhak menuntut pemotongan atau pengurangan;
dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam warisan itu.
(KUHPerd. 182, 185, 231, 842, 902, 913 dst., 920, 929, 1060.)
Pasal 182.
Suami atau istri, yang
mempunyai anak-anak dari perkawinan yang terdahulu dan melakukan perkawinan
berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau istri yang baru, dengan
perjanjian kawin pun, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam
pasal sebelum ini. (KUHPerd. 168, 902.)
Pasal 183.
Suami-istri tidak
diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah lebih daripada
yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas.
Semua hibah yang
diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang
perantara, adalah batal. (KUHPerd. 911, 1057 dst.)
Pasal 184.
yang dimaksud dengan
hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang diberikan oleh seorang
suami atau istri kepada semua anak atau salah seorang anak dari perkawinan
terdahulu istri atau suaminya, demikian pula hibah yang diberikan kepada
keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan akan menjadi
warisan istri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau istri pengbibah ini
mungkin tidak hidup lebih lama dari penerima hibah. (KUHPerd. 911, 1916-l',
1921.)
Pasal 184a.
(s.d.t. dg. S. 1923-31.) Pasal-pasal 181-184, dalam hal suami-istri yang kawin
kembali satu sama lain, tidak berlaku bagi anak-anak atau keturunan dari perkawinan
mereka yang terdahulu.
Pasal 185.
Juga jika ada
anak-anak dari perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus dibagi
rata antara suami dan istri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan atau
diubah oleh perjanjian kawin. (KUHPerd. 128, 156, 164.)
BAB IX. PEMISAHAN
HARTA-BENDA
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 186.
Selama
perkawinan, Si istri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta-benda
kepada hakim, tetapi hanya dalam hal-hal berikut:
10. bila suami, dengan kelakukan buruk yang
nyata, memboroskan barangbarang dari gabungan harta-bersama, dan membiarkan
rumah-tangga terancam bahaya kehancuran;
20. bila karena kekacau-balauan dan keburukan
pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan untuk harta perkawinan istri serta
untuk apa yang menurut hukum menjadi hak istri akan hilang, atau jika karena
kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan si istri, harta itu berada
dalam keadaan bahaya.
Pemisahan harta-benda
yang dilakukan hanya atas persetujuan bersama, adalah batal. (KUHPerd. 105,
119. 124, 126-1 nomor 51, 149; Rv. 819 dst., 825.)
Pasal 187.
Tuntutan akan
pemisahan harta-benda harus diumumkan secara terbuka. (Rv. 822.)
Pasal 188.
Orang yang berpiutang
kepada Si suami dapat ikut-campur dalam penyidangan perkara untuk menentang
tuntutan akan pemisahan harta-benda itu. (KUHPerd. 192; Rv. 279 dst.)
Pasal 189.
Putusan hakim yang
mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta-benda itu, sebelum pelaksanaannya,
harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya
bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. (Rv. 81 1.)
Putusan tentang
dikabulkannya pemisahan harta-benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai
kekuatan berlaku surut, terhitung dari hari gugatan diajukan. (KUHPerd. 192.)
Pasal 190.
Selama penyidangan,
istri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin hakim, untuk menjaga,
agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan. (Rv. 823 dst.)
Pasal 191.
Keputusan, di mana
pemisahan harta-benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu tidak
dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barangbarang itu, seperti yang
ternyata dari akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan
setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si istri tidak mengajukan
tuntutan untuk pelaksanaannya kepada hakim dan tidak melanjutkan penuntutan
secara teratur. (KUHPerd. 1066; Rv. 827.)
Pasal 192.
Para kreditur si suami
yang tidak campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan itu, meskipun
hal itu telah dilaksanakan, bila hak-hak mereka, dengan pelaksanaan itu, secara
sengaja dirugikan. (KUHPerd. 188, 215, 1341; Rv. 828.)
Pasal 193.
Meskipun ada pemisahan
harta-benda, si istri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah-tangga dan
pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si suami
itu, menurut perbandingan antara harta si istri dan harta si suami.
Bila si suami itu ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya
itu menjadi tanggungan si istri saja. (KUHPerd. 104, 145 dst., 298.)
Pasal 194.
Istri yang berpisah
harta-benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya,
dan meskipun ada ketentuan-ketentuan pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum
dari hakim untuk menguasai barang bergeraknya. (KUHPerd. 105, 110, 115, 124.)
Pasal 195.
Suami tidak
bertanggung-jawab kepada istrinya, bila si istri, setelah terpisah
harta-bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang
penjualan barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang
diperolehnya dari hakim, kecuali bila si suami telah ikut membantu dalam
mengadakan kdntrak, atau bila dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima
oleh suami, atau telah dipergunakan untuk kepentingan suami.
Pasal 196.
harta-benda yang telah
dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua suami-istri.
Persetujuan yang
demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta otentik. (KUHPerd. 149, 232a,
1868; Rv. 826, 830.)
Pasal 197.
Bila gabungan
harta-bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan kekeadaan
semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi kewajiban si
istri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu sejak pemisahan
sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta-bersama itu.
Segala perjanjian yang
oleh suami-istri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan
harta-bersama itu dengan syarat-syarat yang lain dari syarat-syarat yang
semula, adalah batal. (AB 23; KUHPerd. 119, 149, 232a, 1340.)
Pasal 198.
Suami-istri itu wajib
untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu secara terbuka.
Selama pengumuman
seperti itu belum dilaksanakan, suami-istri itu tidak boleh mempersoalkan
akibat-akibat pemulihan gabungan harta-bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
(KUHPerd. 232a; Rv. 828, 830.)
BAB X. PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa;
untuk Ind.-Kristen, lihat HCI 51. dst.)
Bagian 1. Pembubaran
Perkawinan Pada Umumnya.
Pasal 199.
Perkawinan bubar:
10. oleh kematian; (KUHPerd. 3, 220.)
20. oleh tidak-hadirnya si suami atau si istri
selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan baru istrinya atau suaminya,
sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab XVIII; (KUHPerd. 493 dst.)
30. (s.d.u. dg.
S. 1916-530.) oleh keputusan hakim setelah pisah meja dan ranjang
dan pendaftaran pernyataan pemutusan perkawinan itu dalam daftar-daftar catatan
sipil, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini; (KUHPerd. 200 dst.)
40. Oleh perceraian, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bagian 3 bab ini. (KUHPerd. 207 dst.)
Bagian 2. Pembubaran
Perkawinan Setelah Pisah Meja Dan Ranjang. (Ov. 64; S. 1927-31.)
(Tidak Berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, Tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 200.
Bila suami-istri pisah
meja dan ranjang, baik karena salah satu alasan dari alasan-alasan yang
tercantum dalam pasal 233, maupun atas permohonan kedua belah pihak, dan
perpisahan itu tetap berlangsung selama lima tahun penuh tanpa perdamaian
antara kedua belah pihak, maka mereka masing-masing bebas untuk menghadapkan
pihak lain ke pengadilan, dan menuntut agar perkawinan mereka dibubarkan.
(KUHPerd. 233, 236, 242, 248.)
Pasal 201.
Tuntutan itu hal
segera ditolak, bila pihak tergugat, setelah tiga kali dari bulan ke bulan
dipangggil ke pengadilan tidak muncul-muncul, atau datang dengan mengadakan
perlawanan terhadap tuntutan itu, atau menyatakan bersedia untuk berdamai
dengan pihak lawan. (KUHPerd. 248.)
Pasal 202.
Bila pihak tergugat
menyetujui tuntutan, pengadilan negeri hal memerintahkan, agar suami-istri itu
secara pribadi bersama-sama menghadap seorang atau lebih hakim anggota, yang akan
berusaha mendamaikan mereka.
Bila usaha
itu tidak berhasil, hakim harus memerintahkan untuk menghadap kembali lagi,
paling cepat tiga bulan dan paling lambat enam bulan setelah pertama kali
menghadap. (Ov. 46; KUHPerd. 208, 236, 239, 248, 1023; Rv. 31.)
(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila ada alasan sah untuk tidak menghadap, maka
anggota atau para anggota yang ditunjuk itu harus pergi ke rumah suami istri
itu.
(s.d.t. dg. S.
192,3-287, 441, s.d.u. dg. S. 1,925-497,
678jo. S. 1926-63.) Bila salah seorang dari suami-istri, atau
kedua-duanya, bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri yang
kepadanya permohonan itu diajukan, maka pengadilan negeri itu boleh meminta
pengadilan negeri yang di daerah hukumnya kedua suami-istri itu bertempat
tinggal untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam tiga alinea terdahulu.
Pengadilan negeri ini akan membuat berita acara tentang tindakan-tindakan yang
dilakukannya dan segera mengirimkannya kepada pengadilan negeri tersebut
per-tama.
(s.d.t. dg. S.
1923-287jo. 441.) Bila salah seorang
dari suami-istri, atau kedua-duanya, bertempat tinggal di luar Indonesia,
pengadilan negeri boleh meminta kepada seorang pejabat pengadilan di negara
tempat mereka berdiam, untuk melakukan tindakan-tindakan tersebut dalam alinea
satu dan dua, atau memerintahkannya kepada pegawai perwakilan Indonesia di
tempat tinggal suami istri itu. Berita
acara mengenai hal itu dikirimkan kepada pengadilan negeri itu.
Pasal 203.
(s.d.u. dg. S.
1923-286 jo. 441.) Bila pertemuan yang
kedua ternyata sia-sia juga, maka setelah mendengar penuntut umum, pengadilan
negeri harus mengambil keputusan dan menerima tuntutan itu, jika segala
persyaratan acara telah dipenuhi seperti yang dikemukakan di atas.
Namun demikian,
setelah mengadakan pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menangguhkan
putusan selama enam bulan, bila ternyata baginya masih ada kemungkinan untuk
berdamai. (KUHPerd. 240.)
Pasal 204.
Terhadap putusan
pengadilan negeri ini boleh dimintakan banding kepada hakim yang lebih tinggi
selambat-lambamya dalam waktu satu bulan. (Ov. 45; KUHPerd. 241, 1023.)
Pasal 205.
(s.d.u. dg. S. 1916-530.) Perkawinan itu dibubarkan oleh putusan tersebut dan
pendaftarannya dalam daftar-daftar catatan sipil.
Pendaftarannya hal
dilakukan dengan cara, dalam jangka waktu dan dengan ancaman hukuman seperti
yang ditentukan dalam pasal 221 tentang perceraian. (KUHPerd. 245; BS. 64;
bdgk. S. 1945-14, S. 1946-24.)
Pasal 206.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pembubaran
perkawinan tidak mengurangi akibat-akibat yang diatur dalam pasal-pasal 222
sampai dengan 228 dan pasal 231 yang berdasarkan pasal 246 juga berlaku
terhadap pisah meja dan ranjang, dan juga tidak mengurangi syarat-syarat, yang
berdasarkan permufakatan berkenaan dengan pasal 237, telah ditetapkan oleh
suami-istri itu, baik terhadap diri mereka maupun terhadap pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak.
Pada waktu memutuskan
pisah meja dan ranjang itu, hakim mengangkat salah seorang dari antara orang
tua yang telah melakukan kekuasaan orang tua sebagai wali.
Atas permohonan kedua
orang tua atau salah seorang dari mereka, pengadilan negeri, berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pembubaran perkawinan mempunyai kekuatan
hukum yang pasti, boleh mengubah penetapan yang telah diberikan berdasarkan
alinea yang lalu, dan persyaratan-prsyaratan terhadap anak-anak seperti yang
termaksud dalam alinea pertama, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
para orang tua, wali pengawasnya dan keluarga sedarah atau semenda dari
anak-anak yang masih di bawah umur.
Boleh dinyatakan, bahwa penetapan ini dapat segera dilaksanakan,
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (KUHPerd. 230,
246a; Rv. 54 dst.)
(s.d.u. dg. S. 1.927-456.) Pemeriksaan terhadap orang tua dan wali
pengawas, yang bertempat tinggal di luar daerah hukum pengadilan negeri itu,
boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri di tempat tinggat atau tempat kediaman
mereka, yang akan menyampaikan berita acara tentang hal itu kepada pengadilan
negeri tersebut pertama. Pemanggilan
para orang tua dan wali pengawas dilakukakan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah, dan semenda. Mereka dapat mewakilkan diri dengan cara
seperti yang ditentukan dalam pasal 334.;
Salah satu dari kedua
orang tua yang tidak mengajukan permohonan dan yang tidak menghadap atas
panggilan, boleh mengadakan perlawanan dalam waktu tiga puluh hari setelah suatu penetapan atau
suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaan penetapan
itu, disampaikan kepada orang tua itu sendiri. Atau setelah dia melakukan suatu
perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa dia telah maklum tentang
penetapan itu atau tentang pe laksanaannya yang dimulai. Orang tua yang permohonannya telah ditolak,
dan orang tua yang kendati mengadakan perlawanan telah dinyatakan salah,
demikian pula yang perlawanannya telah ditolak, boleh mohon banding dalam waktu
tiga puluh hari setelah keputusan itu diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Bila anak yang belum
dewasa belum benar-benar berada dalam kekuasaan orang yang berdasarkan salah
satu ketentuan pasal ini ditugaskan menjadi wali, maka dalam putusan atau dalam
penetapan harus diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku
terhadap hal ini.
Pasal 206a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis 390, 421; s.d.u. dg. S. 1938-622.) Dalam menyatakan, pemutusan atau pada pengubahan
seperti yang dimaksud dalam alinea ketiga pasal 206, bila ada ketakutan yang
beralasan, jangan-jangan orang tua yang tidak diserahi tugas perwalian tidak
akan memberi cukup bantuan untuk pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang
belum dewasa, pengadilan negeri dapat pula memberi perintah tersebut dalam
pasal 230b, dengan cara dan akibat-akibat seperti yang ditentukan dalam pasal
itu.
Dalam hal tidak ada
perintah ini, dewan perwalian boleh menuntut pembayaran itu pada pengadilan,
setelah penetapan pembubaran perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar
catatan sipil. (KUHPerd. 2982.)
Pasal 206b.
(s.d.t. dg. S.
1923-31.) Ketentuan pasal 232a berlaku juga bagi orang-orang yang kawin kembali
satu sama lain, setelah perkawinan mereka yang dahulu dibubarkan sesuai dengan
pasal-pasal sebelum ini.
Bagian 3. Perceraian
Perkawinan.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 207.
(s.d.u. dg.
S.1925-199 jo. 273.) Gugatan
perceraian perkawinan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang di daerah
hukumnya si suami mempunyai tempat tinggal pokok, pada waktu memajukan
permohonan termaksud dalam pasal 831 Reglemen Acara Perdata, atau tempat
tinggal yang sebenarnya bila tidak mempunyai tempat tinggal pokok.
Jika pada waktu
mengajukan surat permohonan tersebut di atas si suami tidak mempunyai tempat
tinggal pokok atau tempat tinggal yang sesungguhnya di Indonesia, maka gugatan
itu harus diajukan kepada pengadilan negeri tempat kediaman si istri yang
sebenarnya. (KUHPerd. 17, 20 dst., 33; Rv. 831 dst.)
Pasal 208.
Perceraian perkawinan
sekali-kali tidak dapat terjadi hanya dengan persetujuan bersama. (KUHPerd. 200
dst., 236; Rv. 78.)
Pasal 209.
Dasar-dasar yang dapat
berakibat perceraian perkawinan hanya sebagai berikut:
10. zinah; (KUHPerd. 32, 310, 909.)
20. meninggalkan tempat tinggal bersama dengan
itikad buruk; (KUHPerd. 211, 218.)
30. (s.d.u. dg. S. 1917-497io. 645.) dikenakan hukuman
penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat lagi, setelah dilangsungkan
perkawinan; (KUHPerd. 210.)
40. pencederaan berat atau penganiayaan, yang
dilakukan oleh salah seorang dari suami-istri itu terhadap yang lainnya
sedemikian rupa, sehingga membahayakan keselamatan jiwa, atau mendatangkan
luka-luka yang berbahaya. (Ov. 63; KUHPerd. 233.)
Pasal 210.
Bila salah seorang
dari suami-istri itu dengan keputusan hakim dikenakan hukuman, karena telah
berzinah, maka untuk mendapatkan perceraian perkawinan, cukuplah salinan surat
putusan itu disampaikan kepada pengadilan negeri, dengan surat keterangan,
bahwa putusan itu telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti.
(s.d.u. dg. S.
1917-497 jo. 645.) Ketentuan ini
berlaku juga, bila perceraian perkawinan ini dituntut karena si suami atau si
istri dikenakan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat.
(KUHPerd. 219, 233 dst., 909.,1918; Sv. 189, 314.)
Pasal 211.
(s.d.u. dg. S.
1925-199 jo. 273.) Dalam hal
perbuatan meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad buruk, demikian
pula dalam hal perubahan tempat tinggal pokok atau tempat tinggal sebenarnya,
yang terjadi setelah timbulnya sebab perceraian perkawinan, tuntutan perceraian
perkawinan itu boleh juga diajukan kepada pengadilan di tempat tinggal bersama
yang terakhir.
Tuntutan akan
perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat tinggal bersama dengan
itikad buruk hanya dapat dikabulkan, bila yang meninggalkan tempat tinggat
bersama tanpa alasan sah, tetap menolak untuk kembali kepada suami atau
istrinya.
Tuntutan itu tidak
boleh dimulai sebelum lampau lima tahun, terhitung sejak suami atau istri itu
meninggalkan tempat tinggal bersama mereka.
Bila kepergian itu
mempunyai alasan yang sah, jangka waktu lima tahun itu akan dihitung sejak
berakhimya alasan itu. (KUHPerd. 21, 106 dst., 199, 218, 233 dst., 463, 493.)
Pasal 212.
Isteri itu, baik
sebagai penggugat untuk perceraian maupun sebagai tergugat, dengan izin hakim
boleh meninggalkan rumah suaminya selama berlangsungnya persidangan.
Pengadilan negeri akan
menunjuk rumah di mana istri itu harus tinggal. (KUHPerd. 21, 106, 214, 216;
Rv. 835.)
Pasal 213.
Isteri itu berhak
untuk menuntut tunjangan nafkah, yang setelah ditentukan hakim harus dibayar
oleh si suami kepada istrinya selama berlangsungnya perkara itu.
Bila istri itu, tanpa
izin hakim, meninggalkan tempat tinggal yang ditunjuk baginya, maka tergantung
pada keadaan, dia boleh tidak diberi hak lagi untuk menuntut tunjangan, bahkan
bila dia adalah penggugat, dia dapat dinyatakan tidak dapat diterima untuk
melanjutkan tuntutan hukumnya. (KUHPerd. 105, 107, 212, 217, 226, 324 dst.; Rv.
839.)
Pasal 214.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan
negeri, selama persidangan masih berjalan, bebas untuk mencabut pelaksanaan
kekuasaan orang tua untuk sementara, seluruhnya atau sebagian, dan sejauh
dianggap perlu, memberi wewenang-wewenang yang demikian atas diri dan
barang-barang anak-anak kepada pihak lain dari antara orang tua itu, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau kepada dewan perwalian.
Terhadap
penetapan-penetapan ini tidak diperkenankan memohon banding. Penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai
putusan yang menolak gugatan Perceraian memperoleh kekuatan hukum yang pasti;
dalam hal gugatan diterima, penetapan-penetapan itu tetap berlaku sampai satu
bulan berlalu, setelah penetapan yang diberikan berkenaan dengan itu untuk
mengatur soal perwalian memperoleh kekuatan hukum yang pasti. (Rv. 835, 839.)
Mengenai biaya-biaya
yang dikeluarkan sesuai dengan alinea pertama, berlaku alinea ketujuh dan
kedelapan pasal 319f.
Pasal 215.
Hak-hak si suami
mengenai pengurusan harta si istri tidak terhenti selama perkara berjalan; hal
ini tidak mengurangi wewenang si istri untuk melindungi haknya, dengan
melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang ditunjukkan dalam
ketentuan-ketentuan Reglemen Acara Perdata.
Semua akta
Si suami yang sengaja mengurangi hak-hak si istri adalah batal. (KUHPerd. 105,
124, 192, 1341; Rv. 840.)
Pasal 216.
Hak untuk menuntut
perceraian perkawinan gugur jika terjadi perdamaian suami-istri, entah
perdamaian itu terjadi sesudah si suami atau si istri mengetahui
perbuatan-perbuatan yang sedianya boleh dipakai sebagai alasan untuk menggugat,
entah setelah gugatan untuk perceraian dilakukan.
Undang-undang
menganggap telah ada perdamaian, bila si suami dan si istri tinggal bersama
lagi setelah si istri dengan izin hakim meninggalkan rumah mereka bersama.
(KUHPerd. 212 dst., 217, 220, 235, 1921; Rv. 831 dst.)
Pasal 217.
Suami atau istri, yang
mengajukan gugatan baru atas dasar suatu sebab baru yang timbul setelah
perdamaian, boleh mempergunakan alasan-alasan yang lama untuk mendukung
gugatannya. (KUHPerd. 209, 213, 219.)
Pasal 218.
Gugatan untuk
perceraian perkawinan atas dasar meninggalkan tempat itikad buruk, gugur bila
suami atau istri, sebelum diputuskan
perceraian kembali ke rumah kediaman bersama. Namun bila setelah kembali, suami atau istri
itu meninggalkan lagi rumah tinggal bersama tanpa sebab yang sah, pihak lain
boleh memulai gugatan baru untuk perceraian perkawinan enam bulan setelah
kepergian itu, dan boleh menggunakan alasan-alasan lama untuk mendukung
gugatannya.
Dalam hal itu, gugatan
perceraian perkawinan tidak akan gugur bila pihak yang kan tempat tinggal
bersama itu kembali sekali lagi. (KUHPerd. 21 1, 216 dst.)
Pasal 219.
Dalam kedua hal yang
diatur dalam pasal 210, suami atau istri yang membiarkan lampau waktu enam
bulan terhitung dari hari putusan hakim mendapat kekuatan hukum yang pasti,
tidak dapat diterima lagi untuk memulai gugatan perceraian perkawinan.,
Bila salah seorang
dari suami-istri itu berada di luar negeri pada waktu pihak yang lain mendapat
putusan hukuman, maka jangka waktu yang ditetapkan adalah enam bulan dihitung
mulai dari hari kembalinya ke Indonesia.
Pasal 220.
Gugatan untuk
perceraian gugur, bila salah seorang dari kedua suami-istri meninggal sebelum
ada putusan. (KUHPerd. 199-1 1.)
Pasal 221.
(s.d.u. dg. S.1916-530.)
Perkawinan dibubarkan oleh keputusan hakim dan pendaftaran perceraian yang
ditetapkan dengan putusan itu dalam daftar catatan sipil.
Pendaftaran itu harus
dilakukan atas permohonan kedua suami-istri atau salah dari mereka di tempat
pendaftaran perkawinan itu.
Jika perkawinan itu
dilaksanakan di luar Indonesia, maka pendaftaran harus dilakukan dalam daftar-daftar catatan sipil di Jakana.
Pendaftaran itu harus
dilakukan dalam jangka waktu enam bulan, terhitung dari hari putusan itu memperoleh kekuatan hukum
yang pasti.
Bila pendaftaran itu
tidak dilakukan dalam jangka waktu itu, kekuatan putusan perceraian itu hapus,
dan perceraian tidak dapat dituntut sekali lagi atas dasar dan alasan yang
sama. (KUHPerd. 245, 254; BS. 64; Rv. 843; untuk ketentuanketentuan
sementara yang menyimpang dan pengaturan-pengaturan tentang pendaftaran,
lihal S. 1945-14, S. 1946-24.)
Pasal 222.
Suami atau istri yang
gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, boleh menikmati
keuntungan-keuntungan yang dijadikan kepadanya oleh pihak lain berkenaan dengan
perkawinan mereka, sekalipun keuntungankeuntungan itu dikan secara
timbal-balik. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 327.)
Pasal 223.
Sebaliknya, suami atau
istri yang dinyatakan kalah dalam putusan perceraian itu, kehilangan semua
keuntungan yang dijanjikan oleh pihak lain kepadanya berkenaan dengan
perkawinan mereka. (KUHPerd. 139, 168 dst., 228, 317.)
Pasal 224.
Dengan berlakunya
perceraian perkawinan, keuntungan-keuntungan, yang dijanjikan akan keluar
setelah kematian salah seorang dari suami-istri itu, tidak segera dapat
dituntut; pihak yang gugatannya untuk perceraian perkawinan dikabulkan, baru
boleh mempergunakan haknya akan keuntungan-keuntungan itu setelah pihak
lawannya meninggal. (KUHPerd. 168 dst., 173, 175, 317.)
Pasal 225.
Bila suami atau istri,
yang atas permohonannya dinyatakan perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang
mencukupi untuk biaya penghidupan, maka pengadilan negeri akan menetapkan
pembayaran tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. (KUHPerd. 103,
227.)
226. Dihapus dg. S, 1938-622.
Pasal 227.
Kewajiban untuk
memberi tunjangan hidup terhenti dengan kematian si suami atau si istri.
Pasal 228.
Tunjangan-tunjangan yang
dijanjikan oleh pihak ketiga dalam perjanjian perkawinan, tetap harus dibayar
kepada si suami atau si istri yang mendapat janji untuk kepentingannya.
(KUHPerd. 176 dst., 222.)
Pasal 229.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis 390, 421.) Setelah
memutuskan perceraian, dan setelah mendengar atau memanggil dengan sah para
orang tua atau keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang di bawah umur,
pengadilan negeri akan menetapkan siapa dari kedua orang tua akan melakukan
perwalian atas tiap-tiap anak, kecuali jika kedua orang tua itu telah dipecat
atau dilepaskan dari kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan
hakim terdahulu yang mungkin memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaan
orang tua. (KUHPerd. 230a, b, 319a.)
Penetapan ini tidak
berlaku sebelum hari putusan perceraian perkawinan itu memperoleh kekuatan
hukum yang pasti. Sebelum itu tidak usah
dilakukan pemberitahuan, dan tidak boleh dilakukan perlawanan atau banding.
Terhadap penetapan
ini, si ayah atau si ibu yang tidak diangkat menjadi wali boleh melakukan
perlawanan, bila dia tidak hadir atas panggilan yang dimaksud dalam alinea
pertama. Perlawanan ini hal dilakukan
dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. (Rv.
83.)
Si ayah atau si ibu
yang setelah hadir atas panggilan tidak diangkat menjadi wali, atau yang
perlawanannya ditolak dalam tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea
kedua, dapat naik banding mengenai penetapan itu. (Rv.341.)
Alinea keempat pasal
206 berlaku terhadap pemeriksaan para orang tua.
Pasal 230.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pengadilan
negeri, atas dasar hal-hal yang terjadi setelah putusan perceraian perkawinan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti, berkuasa untuk mengubah
penetapan-penetapan yang telah diberikan menurut alinea pertama pasal yang lalu
atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang setelah mendengar atau
memanggil dengan sah kedua orang tua, para wali pengawas dan keluarga sedarah
atau semenda anak-anak yang di bawah umur.
Penetapan-penetapan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan.
Ketentuan alinea
keempat dan kelima pasal 206 berlaku terhadap hal ini.
Pasal 230a.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 390.) Bila anak-anak
yang di bawah umur belum berada dalam kekuasaan nyata orang yang berdasarkan
pasal 229 atau pasal 230 ditugaskan menjadi wali, atau dalam kekuasaan si ayah,
si ibu, atau dewan perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan
pasal 214 alinea pertama, maka dalam penetapan itu juga hal diperintahkan
penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 230b.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Pada
penetapan termaksud dalam alinea pertama pasal 229, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah seperti yang dimaksud dalam alinea itu dan setelah
mendengar dewan perwalian, bila ada kekhawatiran yang beralasan, bahwa orang
tua yang tidak diserahi tugas Perwalian, tidak akan memberikan tunjangan
secukupnya untuk biaya hidup dan pendidikan anak-anak yang masih di bawah umur,
pengadilan negeri boleh memerintahkan juga, bahwa orang tua itu untuk biaya
hidup dan pendidikan angk tiap-tiap minggu atau tiap-tiap bulan atau tiap-tiap
tiga bulan akan membayarkan kepada dewan perwalian suatu jumlah yang dalam pada
itu ditentukan.
Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, ketiga dan keempat pasal 229 berlaku juga terhadap perintah ini.
Pasal 230c.
(s.d.t. sdg. S. 192
7-31 jis. 390, 421; s. d. u. dg. S.
1938-622.) Bila tidak ada, perintah
seperti yang dimaksud dalam alinea pertama pasal sebelum ini, dewan perwalian
boleh menuntut pembayaran tunjangan itu lewat pengadilan, setelah, putusan
tentang perceraian perkawinan itu didaftarkan dalam daftar-daftar catatan
sipil.
Pasal 230d.
s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421;, hapus dg. S.
1938-622.
Pasal 231.
Bubarnya perkawinan
karena perceraian tidak akan menyebabkan anak-anak dari perkawinan itu
kehilangan keuntungan-keuntungan yang telah dijaminkan bagi mereka oleh
undang-undang, atau oleh perjanjian perkawinan orang tua mereka.
Akan tetapi anak-anak
itu tidak boleh menuntutnya, selain dengan cara yang sama dan dalam keadaan yang sama seakan-akan
tidak pernah terjadi perceraian perkawinan. (KUHPerd. 175, 178, 181 dst., 311,
317, 852 dst.)
Pasal 232.
Bila suami-istri yang
bercerai itu dahulu kawin dengan gabungan harta-bersama, pembagian harta harus
dilakukan berdasarkan dan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Bab VI.
(KUHPerd. 126, 128, 1066 dst.)
Pasal 232a.
(s.d.t. dg. S.
1923-31, s.d.u. dg. S. 1928-546.) Bila
suami-istri itu kawin kembali satu sama lain, semua akibat perkawinan itu
menurut hukum timbul kemball, seakan-akan tidak pernah terjadi perceraian.
Namun. hal ini tidak mengurangi kelanjutan berlakunya perbuatan-perbuatan yang
sekiranya telah dilakukan terhadap pihak-pihak ketiga selama waktu antara
perceraian itu dan perkawinan baru, dan tidak mengurangi kelanjutan berlakunya
penetapan-penetapan hakim, yang sekiranya telah memecat atau melepaskan
suami-istri itu dari perwalian atas anak-anak mereka sendiri,
penetapan-penetapan hakim dipandang sebagai pemecatan atau pelepasan dari
kekuasaan orang-tua.
Segala
persetujuan antara suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah Batal.
(KUHPerd. 33, 149, 196-198.)
BAB XI. PISAH MEJA DAN RANJANG
(berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi
Tionghoa; untuk Ind. Kristen, lihal HCI 68 dst.)
Pasal 233.
Jika ada hal-hal yang
dapat menjadi dasar untuk menuntut perceraian perkawinan, si suami atau si
istri berhak untuk menuntut pisah meja dan ranjang.
Gugatan untuk itu
dapat juga diajukan atas dasar perbuatan-perbuatan yang melampaui batas
kewajaran, penganiayaan dan penghinaan kasar yang dilakukan dari suami-istri
itu terhadap yang lainnya. (Ov. 63; KUHPerd. 126; 200, 209; Rv. 941.)
Pasal 234.
Gugatan itu diajukan,
diperiksa dan diselesaikan dengan cara yang sama untuk perceraian perkawinan.
(KUHPerd. 207 dst., 216 dst.; Rv. 831 dot.)
Pasal 235.
Suami atau istri yang
telah mengajukan gugatan untuk pisah meja dan ranjang, tidak dapat diterima
untuk menuntut perceraian perkawinan atas dasar yang sama. (KUHPerd. 209.)
Pasal 236.
Pisah meja dan ranjang
juga boleh ditetapkan oleh hakim atas permohonan kedua suami-istri
bersama-sama, yang boleh diajukan tanpa kewajiban untuk mengemukakan alasan
tertentu.
Pisah meja dan ranjang
tidak boleh diizinkan, kecuali bila suami-istri itu telah kawin selama dua
tahun. (KUHPerd. 200, 202, 208.)
Pasal 237.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum meminta pisah meja dan ranjang, suami-istri
itu wajib mengatur dengan akta otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang
mengenai diri mereka maupun yang mengenai pelaksanaan kekuasaan orang tua dan
urusan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak mereka.
Tindakan-tindakan yang
telah mereka rancang untuk dilaksanakan selama pemeriksaan pengadilan, hal
dikemukakan supaya dikuatkan oleh pengadilan negeri, dan jika perlu, supaya
diatur olehnya. (KUHPerd. 104 dst., 124 dst., 149, 206, 212 dst., 229, 247, 298
dst.)
Pasal 238.
Permintaan kedua suami-istri
hal diajukan dengan surat permohonan kepada pengadilan negeri tempat tinggal
mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan
maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang
lampau. (Rv. 831 dst.)
Pasal 239.
Berkenaan dengan itu
pengadilan negeri akan memerintahkan kedua suami-istri untuk bersama-sama secara
pribadi menghadap seorang atau lebih hakim anggota yang akan memberi
wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka.
Bila suami-istri itu
bertahan dengan niat mereka, hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap
lagi setelah lewat enam bulan. (Rv. 832, 834.)
(s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441.) Bila ternyata ada
alasan sah yang menghalangi mereka untuk menghadap, maka hakim yang ditunjuk
harus pergi ke rumah suami-istri itu,
(s.d.t. dg. S.
1923-287 jo. 441; s.d.u. dg. S. 1925-497, 678jo. 1926-63.) Bila suami-istri itu bertempat tinggal di luar daerah
di mana pengadilan negeri itu bertempat kedudukan, pengadilan negeri dapat
menunjuk kepala daerah setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud
dalam tiga alinea yang lampau. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat
berita acara tentang apa yang telah dilakukannya dan segera mengirimkan kepada
pengadilan negeri.
(s.d.t. dg. S. 1923-287jo. 441.) Bila seorang dari suami-istri itu atau kedua-duanya
bertempat tinggal di luar Indonesia, pengadilan negeri itu boleh memohon kepada
seorang hakim di negara tempat suami-istri itu berdiam, untuk memanggil kedua
suami-istri atau salah seorang menghadap kepadanya dengan tujuan melakukan
ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal ini kepada pejabat perwakilan Indonesia
di wilayah tempat suami-istri itu berdiam.
Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada
pengadilan negeri itu.
Pasal 240.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis390,421.) Pengadilan negeri hal mengambil keputusan enam bulan
setelah berlangsung pertemuan kedua. (KUHPerd. 202.)
(s.d.u.dg. S.
1938-622.) Ketentuan-ketentuan
pasal-pasal 230b dan 230c berlaku sama terhadap ibu dan bapak, yang tidak
ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal 241.
Bila permohonan yang
diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan keputusan,
suami-istri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding dengan surat
permohonan. (Ov. 45; KUHPerd. 204, 236 dst., 247, 1023.)
Pasal 242.
Dengan pisah meja dan
ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami-istri tidak lagi
wajib untuk tinggal bersama. (KUHPerd. 21, 106 dst., 200.)
Pasal 243.
Pisah meja dan ranjang
selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar untuk pembagian
harta bersama, seakan-akan perkawinan itu dibubarkan. (KUHPerd. 128, 186, 232,
1066 dst.)
Pasal 244.
Karena pisah meja dan
ranjang, pengurusan suami atas harta istrinya ditangguhkan.
Si istri mendapat
kembali keleluasaan untuk mengurus hartanya, dan dapat memperoleh kuasa umum
dari hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak. (KUHPerd. 105,
124, 194.)
Pasal 245.
Putusan-putusan
mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan
terang-terangan.
Selama pengumuman
terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja dan ranjang
tidak berlaku bagi pihak ketiga. (KUHPerd. 152, 205, 221, 249; Rv. 826, 843.)
Pasal 246.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketentuan-ketentuan
pasal 210 sampai dengan 220, pasal 222 sampai dengan 228, dan pasal 231,
berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah seorang
dari suami istri terhadap yang lain.
Setelah mengucapkan
putusan tentang pisah meja dan ranjang, pengadilan negeri, setelah mendengar
dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan keluarga sedarah dan semenda
anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa dari kedua orang tua
itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri tiap-tiap anak, kecuali
bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan dari kekuasaan orang
tua, dengan mengindahkan putusan-putusan hakim yang terdahulu yang mungkin
telah memecat atau melepaskan mereka dari kekuasaann orang tua. (KUHPerd.
319a.)
Ketetapan ini berlaku
setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum
yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah
dilakukan pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan.
Terhadap penetapan
ini, pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk mekekuasaan orang tua, boleh
melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea kedua dia
tidak menghadap. Perlawanan ini harus
dilakukan dalam waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan
kepadanya. (Rv. 83.)
Pihak orang tua yang
telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk menjalankan
kekuasaan orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding
terhadap penetapan itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. (Rv.
341.)
(s.d.u. dg. S.
1938-622.) Ketentuan pasal 230b dan
pasal 230c berlaku sama terhadap orang-tua yang tidak diserahi tugas melakukan
kekuasaan orang tua.
Terhadap pemeriksaan
para orang tua itu berlaku alinea keempat pasal 206.
Pasal 246a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Berdasarkan keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat
kekuatan hukum yang pasti; perubahan pada penetapan-penetapan kedua pasal yang
lampau, atas perang dari mereka, setelah mendengar me dengan sah kedua orang
tua dan para keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak yang masih di bawah
umur. Penetapan ini boleh dinyatakan
segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan. (Rv. 54
dst4)
Ketentuan alinea
keempat dan kelima pasal 206 dalam hal ini berlaku.
Pasal 246b.
(s.d.t. dg. S. 1927-31
jis 390, 421.) Bila anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam
kekuasaan nyata orang yang berdasarkan pasal 246 dan pasal 246a diserahi tugas
melakukan kekuasaan orang tua, atau dalam kekuasaan siayah, si ibu atau dewan
perwalian yang mungkin diserahi anak-anak itu berdasarkan alinea pertama pasal
246 dan sesuai dengan pasal 214, maka dalam penetapan itu juga hal
diperintahkan penyerahan anak-anak itu.
Ketentuan-ketentuan
alinea kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal 247.
Bila
setelah mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal
237, hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan atas permohonan kedua
suami-istri, maka pisah meja dan ranjang itu memperoleh segala akibat yang
dijanjikan dalam perjanjian itu. (KUHPerd. 206.)
Pasal 248.
Pisah meja dan ranjang
menurut hukum dengan sendirinya batal karena dan perdamaian itu menghidupkan
kembali segala akibat dari perkawinan mereka, tanpa mengurangi berlangsungnya
terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap pihak-pihak ketiga, yang sekiranya
telah dilakukan dalam tenggang waktu antara perpisahan itu dan perdamaiannya.
Semua persetujuan
suami-istri yang bertentangan dengan ini adalah batal. (AB. 23; KUHPerd. 149,
196 dst., 200, 216, 244.)
Pasal 249.
Bila putuan yang
menyatakan suami-istri pisah meja dan ranjg sudah diumumkan secara jelas,
suami-istri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat perdamaian
mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara jelas, bahwa
pisah meja dan ranjang itu telah tiadakan(KUHPerd. 152, 245.)
BAB XII. KEAYAHAN DAN ASAL
KETURUNAN ANAK-ANAK
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa, kecuali KUHPerd. 268, alinea
kedua.)
Bagian 1. Anak-anak Sah.
Pasal 250.
Anak yang dilahirkan
atau dibesarkan selama perkawinan, memperoleh si suami sebagai ayahnya.
(KUHPerd. 34, 95, 100-102, 106 dst., 1916)
Pasal 251
Sahnya anak yang dilahirkan sebelum hari
keseratus delapan putuh darl perkawinan, dapat diingkari oleh si suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan
dalam hal-hal berikut:
10.
bila sebelum perkawinan, suami itu telah
mengetahui kehamilan itu;
20.
bila pada pembuatan akta kelahiran dia
hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya, atau memuat suatu keterangan
darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat menandatanganinya;
30. bila anak itu dilahirkan tidak hidup.
(KUHPerd. 2; BS. 39.)
Pasal 252.
Si suami boleh
mengingkari keabsahan si anak, bila dia dapat membuktikan, bahwa sejak hari
ketiga ratus dan keseratus delapan puluh sebelum lahimya anak itu, dia telah
berada dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan
istrinya, baik karena keadaan terpisah, maupun karena sesuatu yang kebetulan
saja.
Dengan menunjuk kepada
kelemahan alamiah jasmaninya, si suami tidak dapat mengingkari anak itu sebagai
anaknya. (KUHPerd. 258, 1865.)
Pasal 253.
Si suami tidak dapat
mengingkari keabsahan si anak atas dasar perzinahan, kecuali bila kelahiran si
anak telah dirahasiakan terhadapnya; dalam hal itu, dia harus diperkenankan
untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempuma, bahwa dia bukan ayah anak
itu. (KUHPerd. 1965.)
Pasal 254.
Dia dapat mengingkari
keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusan pisah
meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak
istrinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk
menjadi bukti bahwa suaminya adalah ayah anak itu.
Bila pengingkaran itu
telah dinyatakan sah, perdamaian antara suami-istri itu tidak menyebabkan anak
itu memperoleh kedudukan sebagai anak sah. (KIJHPerd. 221, 242, 248, 1965.)
Pasal 255.
Anak yang dilahirkan
tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. (KUHPerd. 106,
199.)
(s.d.t. dg. S 1923-31). Bila kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah
putusnya perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat
memperoleh kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini.
Pasal 256.
Dalam hal-hal yang
diatur dalam pasal-pasal 251, 252, 253, dan 254, pengingkaran keabsahan anak
harus dilakukan si suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat
kelahiran anak itu, atau di sekitar itu:
dalam waktu dua bulan
setelah dia kembali, bila dia telah tidak berada di situ;
dalam waktu dua bulan
setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan
terhadapnya.
Semua akta yang dibuat
di luar pengadilan, yang berisi pengingkaran si suami, tidak mempunyai kekuatan
hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh suatu tuntutan di muka hakim.
Bila si suami, setelah
melakukan pengingkaran dengan akta yang dibuat di luar pengadilan, meninggal
dunia dalam jangka waktu tersebut di atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka
jangka waktu baru selama dua bulan untuk mengajukan tuntutan hukum mereka.
(KUHPerd. 257 dst., 1058, 1979; lihal S. 1946-67.)
Pasal 257.
Tuntutan hukum yang
diajukan oleh si suami itu gugur bila para ahli waris tidak melanjutkannya
dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya si suami. (KUHPerd.
259, 1979.)
Pasal 258.
Bila si suami
meninggal sebelum dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk
itu masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan
anak itu selain dalam hal tersebut dalam pasal 252.
Gugatan untuk
membantah keabsahan anak itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung
sejak anak itu memiliki harta_benda si suami, atau sejak para ahli warisnya
terganggu dalam memilikinya oleh si anak. (KUHPerd. 259, 472, 833 dst.)
Pasal 259.
Dalam hal-hal di mana
para ahli waris, berkenaan dengan pasal-pasal 256, 257, dan 258, mempunyai
wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk membantah keabsahan
seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu tahun, bila salah
seorang atau lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri.
Dalam hal ada perang
di laut, jangka waktu itu dilipatduakan.
Dengan S. 1946-67,
berlaku 13 Juli 1946, ditentukan:
(1) Hakim yang menangani gugatan
yang dilakukan atau mungkin akan dilakukan untuk mengingkari keabsahan seorang
anak, berwenang sampai pada waktu yang ditentukan oleh pemerintah, untuk
memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam pasal 256 sampai 259 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata untuk mepelajari keabsahan seorang anak dengan akta
yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran
semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu
tertentu ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut
di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
(2) Perpanjangan waktu termaksud
dalam ayat (1) boleh diberikan hakim
karena jabatan.
Pasal 260.
Semua gugatan untuk
mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali yang secara
khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah
untuk sidang itu. (KUHPerd. 102, 110, 310, 359, 1920.)
Pasal 261.
Asal-keturunan
anak-anak sah dibuktikan dengan akta-akta kelahiran yang didaftarkan dalam
daftar-daftar catatan sipil. (BS. 34.)
Bila tidak akta
demikian, cukuplah bila seorang anak telah mempunyai kedudukan tak terganggu
sebagai anak sah. (KUHPerd. 13, 101, 286; BS. 37.)
Pasal 262.
Pemilikan kedudukan
demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena
kelahiran dan karena perkawinan antara orang tertentu dan keluarga yang diakui
olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
yang terpenting dari
peristiwa-peristiwa ini antara lain adalah: bahwa orang-orang itu selalu
memakai nama si ayah yang dikatakannya telah menurunkannya; (KUHPerd. 10; BS. 30.)
bahwa ayah itu telah
memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam hal
pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; (KUHPerd. 104,, 298 dst.)
bahwa masyarakat
senantiasa mengakui dia selaku anak si ayah;
bahwa sanak-saudaranya
mengakui dia sebagai anak si ayah. (KUHPerd. 102.)
Pasal 263.
Tiada seorang pun
dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan yang
nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahiran, dan sebaliknya tiada
seorang pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seseorang sesuai dengan
akta kelahirannya. (KUHPerd. 102, 322.)
Pasal 264.
Bila tidak ada akta
kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak terputus-putus, dan bila
anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar catatan sipil
atau seakan-akan dilahirkan dari ayah-ibu yang tidak dikenal maka
asal-keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi.
Namun pembuktian
dengan cara demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti
permulaan tertulis; atau bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari
peristiwa-peristiwa yang tidak dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap
cukup berbobot untuk memperkenankan pembuktian demikian. (KUHPerd. 288, 1922;
BS. 27.)
Pasal 265.
Bukti permulaan tertulis
adalah surat-surat keluarga, daftar-daftar dan surat-surat rumah tangga si ayah
atau si ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah tangan yang berasal
dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau bila masih hidup,
mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu. (KUHPerd. 268,
1881, 1902; BS. 27.)
Pasal 266.
Bukti lawan itu
terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukan, bahwa orang yang
menyandarkan diri pada asal-keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya
sebagai ibunya; atau juga, bila soal ibu telah dibuktikan, bahwa dia bukan anak
dari suami ibu itu. (KUHPerd. 264 dst., 286 dst.)
Pasal 267.
Hanya hakim perdatalah
yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan.
(KUHPerd. 268, 1920.)
Pasal 268.
Tuntutan pidana karena
kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan, sebelum keputusan
akhir atas sengketa mengenai kedudukan iu diucapkan.
Akan tetapi jawatan
kejaksaan bebas untuk melancarkan suatu tuntutan pidana seperti itu, bila
pihak-pihak yang berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan
tertulis, sesuai dengan ketentuan pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan
pidana telah dinyatakan adanya bukti permulaan. (KUHPerd. 268, alinea kedua
tak berlaku terhadap golongan Tionghoa, lihat Chin. I - I -g.)
Dalam hal terakhir
ini, pemeriksaan perkara pidana di sidang umum tidak boleh lagi dihentikan
karena peineriksaan perkara perdata. (AB. 30; KUHPerd. 267, 1918; BS. 27 dst.;
Sv. 409; KUHP 529.)
Pasal 269.
Gugatan untuk menarik
kembali kedudukan terhadap si anak, tidak terkena kedaluwarsa. (KUHPerd. 1967,
1986.)
Pasal 270.
Para ahli waris anak
yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan gugatan seperti
itu, kecuali bila anak itu meninggal waktu masih di bawah umur atau dalam tiga
tahun setelah menjadi dewasa. (KUHPerd.258, 883, 1058.)
Pasal 271.
Namun Para ahli waris
itu dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah dimulai oleh
anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutan itu selama tiga
tahun sejak tindakan acara yang terakhir dilakukan, (KUHPerd. 257, 833; Rv. 273
dst.)
Pasal 271a.
(s.d.t. dg. S. 1937-5.9,5, mb. 1 Januari 1939.) Orang yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu
kedudukan perdata atau untuk mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan,
setelah putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang pasti, harus menyuruh
mendaftarkan putusan itu dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat
kelahiran anak itu didaftar. Hal ini
harus diterangkan pada margin akta kelahiran itu.
Bagian 2. Pengesahan Anak-anak
Luar Kawin.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 272.
Anak di luar kawin,
kecuali yang dilahirkan dari perzinahan atau penodaan darah, disahkan oleh
perkawinan yang menyusul dari ayah dan ibu mereka, bila sebelum melakukan
perkawinan mereka telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau
bila pengakuan itu terjadi dalam akta perkawinannya sendiri. (KUHPerd. 40, 275,
277, 280 dst., 862, 867; BS. 53, 61-90.)
Pasal 273.
Anak yang dilahirkan
dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari pemerintah tidak boleh
kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak
itu dalam akta kelahiran. (KUHPerd. 29, 31, 280, 283.)
Pasal 274.
Bila orang tua itu,
sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan, telah lalai untuk mengakui anak
di luar kawin mereka, kelalaian ini dapat diperbaiki dengan surat pengesahan
dari pemerintah, yang diberikan setelah mendengar nasihat mahkamah agung. (Ov.
16; KUHPerd. 176; BS. 61-91.)
Pasal 275.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dengan cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal
yang lampau, dapat juga disahkan anak di luar kawin yang telah diakui menurut
undang-undang:
10. bila anak itu lahir dari orang tua, yang
karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan mereka tidak jadi
dilaksanakan;
20. Bila anak itu dilahirkan oleh seorang ibu,
yang termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu; bila
ibunya meninggal dunia, atau bila ada keberatan-keberatan penting terhadap
perkawinan orang tua itu, menurut pertimbangan pemerintah. (KUHPerd. 272, 276,
278.)
Pasal 276.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal seperti yang
dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir, mahkamah agung, bila
menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus mendengar atau
memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan bahkan dapat
memerintahkan, bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam Berita Negara.
(KUHPerd. 290.)
Pasal 277.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengesahan anak,
baik dengan menyusumya perkawinan orang tuanya maupun dengan surat pengesahan
ntenurut pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku
ketentuan undang-undang yang , seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan
itu. (KUHPerd. 852.)
Pasal 278.
(s.d.u. dg. S. 1896-115.) Dalam hal-hal yang diatur
dalam pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai hari diberikannya surat
pengesahan dari pemerintah; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak
sah sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi
keluarga sedarah lairmya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir
ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu. (KUHPerd. 852 dst.)
Pasal 279.
Dengan cara yang sama
dan menurut ketentuan-ketentuan yang sama dan menurut ketentuan yang tercantum
dalam pasal-pasal yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan
keturunan, boleh juga disahkan; pengesahannya itu berakibat menguntungkan
keturunan itu, (KUHPerd. 272, 274, 842, 852.)
Bagian 3. Pengakuan Anak-anak Luar
Kawin.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 280.
Dengan pengakuan
terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata anak itu dan ayah
atau ibunya. (KUHPerd. 30 dst., 40, 47, 272 dst. 306, 319, 328, 353, 363, 862,
871, 873, 908, 916.)
Pasal 281.
Pengakuan terhadap
anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila belum
diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan . (Not.
37a.)
Pengakuan demikian
dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh pegawai catatan sipil, dan
didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatangan. Pengakuan itu
harus dicantumkan pada margin akta kelahiran, bila akta itu ada. (KUHPerd. 40, 272, 862, 908, 1868; BS. 41, 53,
61-90.)
Bila pengakuan anak
itu dilakukan dengan akta otentik lain, tiap-tiap orang yang berkepentingan
berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta kelahiramya.
Bagaimanapun kelalaian
mencatatkan pengakuan pada margin akta kelahiran itu tidak boleh dipergunakan
untuk membantah kedudukan yang telah diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal 282.
Pengakuan anak di luar
kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali jika
orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan belas
tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan, kekeliruan, penipuan atau
bujukan. (BS. 42.)
Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan
pengakuan itu, sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun. (KUHPerd. 29,
108, 330, 446, 452, 1321, 1446, 1449.)
Pasal 283.
Anak yang dilahirkan
karena perzinahan atau penodaan darah (incest), tidak boleh diakui, tanpa
mengurangi ketentuan pasal 273 mengenai anak penodaan darah. (KUHPerd. 30 dst.,
41, 252 dst., 272, 289, 867 dst.; BS. 42.)
Pasal 284.
(s.du.dg. S.
1896-108.) (1) Tiada pengakuan anak
di luar kawin dapat diterima selama ibunya hidup, meskipun ibu itu termasuk
golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila si ibu tidak menyetujui
pengakuan itu. (KUHPerd. 280 dst., 354.)
Bila anak demikian itu
diakui setelah ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain
daripada terhadap ayahnya. (KUHPerd. 288.)
Dengan diakuinya
seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk golongan Indonesia atau
golongan yang disamakan dengan itu, berakhirtah hubungan perdata yang berasal
dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat yang
berhubungan dengan pengakuan oleh si ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk
itu karena kemudian kawin dengan Si ayah.
Pasal 285.
Pengakuan yang
diberikan oleh salah seorang dari suami-istri selama perkawinan untuk
kepentingan seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan
dengan orang lain dari istrinya atau suaminya, tidak dapat kepada anak
mendatangkan kerugian, baik kepada suami atau istri itu maupun anak yang
dilahirkan dari perkawinan itu.
Walaupun demikian,
pengakuan itu mempunyai akibat-akibat setelah pembubaran perkawinan, bila dari
perkawinan itu tidak ada seorang keturunan pun yang lahir. (KUHPerd. 199, 277.)
Pasal 286.
Semua pengakuan yang
dilakukan oleh ayah atau ibunya, demikian pula semua tuntutan akan kedudukan
yang dilakukan oleh pihak anak, dapat dibantah
oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu. (KUHPerd. 261 dst.,
282.)
Pasal 287.
Dilarang menyelidiki
siapa ayah seorang anak.
(s.d.u. dg
S.1917-497.) Namun dalam hal
kejahatan tersebut dalam pasal 285 sampai dengan 288, 294 atau 132 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, bila saat dilakukannya kejahatan ini bertepatan
dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan itu, maka
atas gugatan pihak yang berkepentingan, orang yang bersalah boleh dinyatakan
sebagai ayah anak itu. (KUHPerd. 252 dst.)
Pasal 288.
Menyelidiki siapa ibu
seorang anak, diperkenankan dalam hal ini, si anak wajib membuktikan bahwa dia
adalah anak yang dilahirkan ibu ini.
Si anak tidak
melakukan pembuktian dengan saksi-saksi, kecuali bila telah ada bukti permulaan
tertulis. (KUHPerd. 265, 1902, 1914.)
Pasal 289.
Tiada seorang anak pun
diperkenankan menyelidiki siapa ayah atau ibunya, dalam hal hal di mana menurut
pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII. KEKELUARGAAN
SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 290.
Kekeluargaan sedarah
adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang, di mana yang seorang adalah
keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal
yang sama.
Hubungan kekeluargaan
sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran: setiap kelahiran disebut derajat.
(KUHPerd, 30, 872 dst., 877.)
Pasal 291.
Urutan derajat yang
satu dengan derajat yang lain disebut garis.
Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu
merupakan keturunan dari yang lain; garis-menyimpang ialah urutan derajat antara
orangorang, di mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka
mempunyai bapak asal yang sama.
Pasal 292.
Dalam garis lurus,
dibedakan garis lurus ke bawah dari garis lurus ke atas.
yang pertama merupakan
hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; yang terakhir adalah hubungan
antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. (KUHPerd. 842, 850, 852 dst.,
857.)
Pasal 293.
Dalam garis lurus
derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya kelahiran; dengan
demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian dengan ayahnya
ada dalam derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan
demikianlah seterusnya; sebaliknya, dalam garis ke atas, seorang bapak dan
seorang kakek, sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan
kedua, dan demikianlah seterusnya.
Pasal 294.
Dalam garis
menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran, mula-mula
antara keluarga sedarah yang satu dan bapak-asal yang - dan terdekat, dan
selanjutnya antara yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan
demikian, dua orang bersaudara ada dalam derajat kedua, paman dan keponakan ada
dalam derajat ketiga, saudara sepupu ada dalam derajat keempat dan demikian
seterusnya. (KUHPerd. 850.)
Pasal 295.
Kekeluargaan semenda
adalah suatu pertahan kekeluargaan karena pertalian kekeluargaan karena
perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan keluarga
sedarah dari Pihak lain.
Antara keluarga
sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak istri dan sebaliknya tidak ada
kekeluargaan semenda. (KUHPerd. 30 dst., 322, 376.)
Pasal 296.
Derajat kekeluargaan
semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat
kekeluargaan sedarah. (KUHPerd. 293.)
Pasal 297.
Dengan terjadinya
suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu suami-istri dan para
keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan (KUHPerd. 30 dst., 199,
322-20,
323.)
BAB XIV. KEKUASAAN ORANG TUA
(Tiidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Bagian 1. Akibat-akibat
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Pribadi Si Anak.
Pasal 298.
Setiap anak, berapa
pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. (Rv. 582; IR.
21 1.)
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang tua wajib memelihara dan mendidik mereka yang
masih di bawah umur. Kehilangan
kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban
untuk memberi menurut besarnya pendapatan mereka guna membiayai pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi
yang sudah dewasa berlaku ketentuan yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini.
(KUHPerd. 104, 145 dst., 193, 230, 320 dst., 328; S. 1911-55 jis. 1913-556,
1937-48.)
Pasal 299.
(s.d. u. dg.
S. 1927-31 jis. 290, 421.)
Selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam
kekuasaan mereka, sejauh mereka tidak dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan
itu. (KUHPerd. 21, 35 dst., 419, 424, 426, 430, 1367.)
Pasal 300.
(s.d.u. dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika terjadi pelepasan atau dan
berlaku ketentuan-ketentuan mengenai pisah meja dan ranjang, si ayah sendiri yang melakukan kekuasaan itu.
Bila si Ayah dalam
keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan itu
dilakukan oleh si ibu, kecuali dalam hal adanya pisah meja dan ranjang.
Bila si ibu ini juga
tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh pengadilan negeri diangkat seorang
wali sesuai dengan pasal 359. (KUHPerd. 105, 230, 451, 496.)
Pasal 301.
(Dihapus dg S.
1927-31 jis. 390, 421; s.d. t. dg, S. 1938-622.) Tanpa ketentuan dalam hal
pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang, perceraian perkawinan,
serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk tiap-tiap minggu,
tiap-tiap bulan atau tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada dewan wali sebanyak
yang ditetapkan oleh pengadilan negeri atas tuntutan dewan itu, untuk
kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak yang masih di bawah umur, pun
sekiranya mereka tidak mempunyai orang tua atau perwalian atas anak itu dan
tidak dibebaskan atau dari itu.
Pasal 302.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390,421.) Bila si ayah
atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang
sungguh-sungguh untuk merasa tak puas akan kelakuan anaknya, maka pengadilan
negeri, atas permohonannya atau atas permohonan dewan wali, asal dewan ini
diminta olehnya untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh
memerintahkan penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga
negara atau swasta yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh orang yang
melakukan kekuasaan orang tua, atau bila dia tidak mampu, oleh anak itu;
penampungan itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan
berturut-turut, bila pada waktu penetapan itu si anak belum mencapai umur empat
belas tahun, atau bila pada waktu penetapan itu dicapai umur itu, paling lama
satu tahun dan sekali-kali tidak boleh melewali saat dia mencapai kedewasaan.
Pengadilan negeri
tidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian dan,
dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama pasal 303, sebelum mendengar
anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan kekuasaan orang tua,
maka dia pun harus didengar lebih dahulu, setidak-tidaknya dipanggil dengan
sah. Alinea keempat pasal 206 berlaku
terhadap pemeriksaan tersebut terakhir.
Pasal 303.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila si anak itu tidak menghadap untuk didengar pada
hari yang ditentukan, pengadilan negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai
hari yang kemudian lantas ditentukan, dan hal memerintahkan, agar pada hari itu
anak itu dibawa ke hadapannya oleh jurusita atau polisi; penetapan ini
dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan;
bila ternyata anak itu pada hari itu tidak menghadap, maka pengadilan
negeri, tanpa mendengar anak itu,
boleh memerintahkan penampungan
atau menolaknya.
Dalam hal ini tidak
usah diindahkan tata-tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk
penampungan, yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya.
Bila pengadilan
negeri, dalam penetapan, memutuskan bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang
tua dan anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya
dibebankan kepada negara.
Penetapan yang
memerintahkan penampungan itu, hal dilaksanakan atas perintah jawatan kejaksaan
atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal 304.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dengan penetapan Menteri Kehakiman, anak itu
sewaktu-waktu boleh dilepaskan dari lembaga seperti yang dimaksud dalam pasal
302, bila alasan penampungan itu tidak ada lagi, atau bila keadaan jasmaninya
atau keadaan rohaninya tidak mengizinkan untuk tinggal lebih lama lagi di situ.
Orang yang menjalankan
kekuasaan orang tua, tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang
ditentukan dalam perintah. Untuk
perpanjangan, hal diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam pasal 302 dan pasal
303.
Pengadilan negeri
hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu tiap-tiap kali untuk jangka waktu
yang tidak lebih dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh
diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak itu tinggal waktu permohonan untuk
perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar atas permohonan
itu, jika perlu secara tertulis.
Pasal 305.
Hapus dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 306.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Anak di luar
kawin yang diakui secara sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal 298
berlaku baginya. (KUHPerd. 280 dst.)
(s.d. t. dg. S. 1938-622.) Ketentuan pasal 301 berlaku bagi orang yang telah
mengakui anak luar kawin yang belum dewasa, bila ia tidak melakukan kekuasaan
perwalian atas anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
Bagian 2. Akibat-akibat
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Barang Barang Si Anak.
Pasal 307.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang melakukan kekuasaan orang tua atas seorang
anak yang masih di bawah umur, hal mengurus barang-barang kepunyaan anak itu,
dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 237 dan alinea terakhir pasal 319e.
Ketentuan ini tidak
berlaku terhadap barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada
anak-anak, baik dengan akta antara yang sama-sama masih hidup maupun dengan
surat wasiat, dengan ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan
dilakukan oleh seorang pengurus atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar
orang yang melakukan kekuasaan orang tua.
Bila pengurusan yang
diatur demikian, karena alasan apa pun juga sekiranya, hapus, maka
barang-barang termaksud, beralih pengelolaannya kepada orang yang melakukan
kekuasaan orang tua.
Meskipun ada
pengangkatan pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan
kekuasaan orang tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungawaban
dari orang-orang tersebut selama anaknya belum dewasa. (KUHPerd. 140, 300
385(2), 1019.)
Pasal 308.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Orang yang berdasarkan
kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya, hal
bertanggungjawab, baik atas hak milik
barang-barang itu maupun atas pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak
boleh dinikmatinya.
Mengenai barang-barang
yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya
bertanggungjawab atas hak miliknya. (KUHPerd. 311, 840.)
Pasal 309.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Dia tidak boleh memindah-tangankan barang-barang
anak-anaknya yang masih di bawah umur, kecuali dengan mengindahkan
peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV Buku Pertama mengenai
Pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur. (KUHPerd. 393
dst., 1685; LN. 1953-86, pasal 7 di bawah KUHPerd. 383.)
Pasal 310.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Dalam hal-hal
di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan
anak-anaknya yang di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh
pengampu khusus yang untuk itu diangkat oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 260,
366, 370.)
Pasal 311.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis 390, 421.) Ayah atau ibu
yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati hasil dari
barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. (S. 1927-31.)
Dalam hal orang tua
itu, baik si ayah maupun si ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau
perwalian, kedua orang tua itu berhak untuk menikmati hasil kekayaan anak-anak
mereka yang masih di bawah umur.
Pembebasan si ayah
atau si ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, sedang orang tua
yang lain telah meninggal atau dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan
perwalian, tidak berakibat terhadap hak menikmati hasil. (KUHPerd. 127, 206,
237, 299 dst., 308, 313, 321, 390, 496, 756 dst., 809, 840; LN- 1953 pasal 7 di
bawah KUHPerd.383.)
Pasal 312.
Dengan hak menikmati
hasil terkait kewajiban-kewajiban berikut:
10. Hal-hal yang diwajibkan bagi pemegang hak
pakai hasil; (KUHPerd. 782 dst., 7852)
20. Pemeliharan dan pendidikan anak-anak itu,
sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut terakhir; (KUHPerd. 2982.)
30. Pembayaran semua angsuran dan bunga atas uang
pokok; (KUHPerd. 511-20, 796, 800.)
40. biaya penguburan si anak (KUHPerd. 127).
Pasal 313.
Hak menikmati hasil tidak terjadi: (LN. 1953-86, pasal 7 di
bawah KUHPer. 383).
10. Terhadap barang barang yang diperoleh
anak-anak itu sendiri dari pekerjaan dan dan usahanya sendiri;
20. terhadap
barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup
atau dihibahkan dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan bahwa kedua
orang-tua mereka tidak berhak menikmati hasilnya. (KUHPer.. 307, 818, 840.)
Pasal 314.
Hak menikmati hasil
berhenti dengan kematian anak-anak itu. (KUHPerd. 887 dst., 809.)
Pasal 315.
Si ayah atau si ibu
yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan pendaftaran
sesuai dengan pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati hasil atas
seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya dibawah umur. (KUHPerd. 318.)
316, 317. Hapus dg.
S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 318.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan pasal
315, pengadilan negeri boleh menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup
terlama suatu tunjangan tahunan dari pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan
untuk memajukan pendidikan mereka selama mereka masih di bawah umur. (F. 21-50.)
Pasal 319.
Ayah atau ibu
anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati
hasil atas barang-barang kepunyaan anak anak itu. (KUHPerd. 306, 328, 353.)
Dengan S. 1927-31 jis. 390, 421 bagian
berikut ini ditambahkan:
Bagian 2 A. Pembebasan Dan
Pemecatan Dari Kekuasaan Orang Tua.
(Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing
bukan Tionghoa, tetapi berlaku lagi golongan Tionghoa.)
Pasal 319a.
Si ayah atau si ibu
yang melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan orang tua,
baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas
permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, bila ternyata
bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara
dan mendidik anak-anaknya, dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan
dengan pembebasan itu berdasarkan hal lain. (KUHPerd. 382c, 416a.)
Bila hakim menganggap
perlu untuk kepentingan anak-anak, masing-masing dari orang tua, sejauh belum
kehilangan kekuasaan orang tua, boleh dipecat dari kekuasaan orang tua, baik
terhadap semua anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan
orang tua yang lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dari
anak-anak itu sampai dengan derajat keempat, atau dewan perwalian, atau jawatan
kejaksaan, atas dasar:
10. menyalahgunakan kekuasaan orang tua atau
terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik seorang anak atau lebih;
20. berkelakuan buruk;
30. dijatuhi hukuman yang tak dapat ditarik
kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu kejahatan dengan seorang anak di
bawah umur yang ada dalam kekuasaannya; (KUHP. 55 dst.)
40. dijatuhi hukuman yang tidak dapat ditarik
kembabi karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam Bab XIII, XIV,
XV, XVIII, XIX, dan XX, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap
seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
50.
dijatuhi hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau
lebih.
Dalam pasal ini
pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan
melakukan kejahatan. (KUHP. 53 dst.,, 56.)
Pasal 319b.
Permohonan atau
tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa
dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan
surat-surat yang diperlukan sebagai bukti kepada pengadilan negeri di tempat
tinggal orang tua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila
tidak ada tempat tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat
tinggalnya yang terakhir, atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai
pembebasan atau pemecatan salah seorang dari orang tua yang diserahi tugas
melakukan kekuasaan orang tua setelah pisah meja dan ranjang, kepada pengadilan
negeri yang telah menangani permohonan pisah meja dan ranjang. Dalam permohonan
atau tuntutan itu, panitera pengadilan
hal dicatat terlebih dahulu hari pengajuannya. Kemudian salinan permohonan atau
tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di atas harus disampaikan secepatnya
oleh panitera pengadilan negeri kepada dewan perwalian, kecuali bila permohonan
atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan itu diajukan oleh dewan perwalian
sendiri. (KUHPerd. 381:3.)
Dalam permohonan atau
tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya diberitahukan juga dengan cara
bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus diatur, tiap dalam setiap
permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yang lalu, harus disebut juga
nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman mereka sejauh hal ini
diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau keluarga semenda, yang
menurut pasal 333 harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal para
saksi yang kiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa yang dikemukakan dalam
permohonan atau tuntutan tersebut. (KUHPerd. 19, 1895.)
Pembebasan tidak boleh
diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang-tua menentangnya.
Pasal 319c.
Pengadilan negeri
mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang
tua dan keluarga sedarah atau semenda anak lah itu dan setelah mendengar dewan perwalian. Pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya
saksi-saksi yang ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga atau semenda
maupun dari luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah Sumpah. (KUHPerd.
381a, 416a, 1895.)
Bila kedua orang tua
atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara
seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam pasal.333.
Anak kalimat terakhir
alinea keempat pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang-tua (KUHPerd. 334,
381a,)
Pasal 319d.
Semua panggilan harus
dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam pasal 333 bagi keluarga
sedarah dan semenda; tetapi bila harus dilakukan terhadap orang-orang yang
tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang oleh panitera
dalam satu atau beberapa surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri itu. Panggilan terhadap orang yang pembebasannya
atau pemecatannya dari kekuasaan orang tua dimohon atau dituntut, harus
disertai keterangan singkat tentang isi permohonan atau isi tuntutan itu,
kecuali bila tempat tinggalnya tidak diketahui.
Bila perlu, pengadilan
negeri boleh juga mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk,
sebagai saksi di bawah sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari
yang ditentukan itu, dan boleh pula menetapkan akan memeriksa saksi-saksi lebih
lanjut; saksi-saksi terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara yang sama.
Pasal 319e.
Selama pemeriksaan,
setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian itu dan
setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan
permohonan kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu.
Pengadilan negeri boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu.
Jika permohonan atau
tuntutan itu dikabulkan, suami atau istri orang yang dibebaskan atau dipecat
dari kekuasaan orang tua, kecuai bila dia pun juga telah dibebaskan atau
dipecat.
Namun demikian,
pengadilan negeri, atas permohonan dewan perwalian, atau atas tuntutan jawatan
kejaksaan, atau karena jabatan boleh membebaskannya juga dari kekuasaan orang
tua, bila ada alasan untuk itu. Terhadap pembebasan ini berlaku alinea terakhir
pasal 319b.(KUHPed. 374a1).
Bila terjadi
pembebasan yang seperti itu, demikian pula bila suami atau istrinya juga telah
dibebaskan atau dipecat atau dipecat dari kekuasaan orang tua, maka
pengadilan negeri harus mengadakan perwalian bagi anak-anak terlepas dari
kekuasaan orang tua.
Dalam penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang
tua yang kehilangan kekuasaan orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan
perhitungan dan pertanggungjawaban kepada istrinya atau suaminya, atau kepada
dewan perwalian.
Bila anak-anak yang
diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai
hak milik bersama atas barang-barang, pengadilan negeri boleh menunjuk salah
seorang dari mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan
jaminan yang ditetapkan pengadilan negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian
menurut Bab XVII Buku kedua. (KUHPerd. 406a, 573.).
Pasal 319f.
Pemeriksaan perkara
ini berlangsung dalam sidang tertutup.
Keputusan beserta
alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah
pemeriksaan terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera
meskipun ada perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, dan semuanya
atas naskah aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Bila orang yang
dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya itu atas panggilan tidak
datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah
keputusan itu atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau yang dibuat untuk
melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu
perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau
permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. (Rv. 83.)
Orang yang
permohonannya atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya untuk pembebasan atau
pemecatan dari kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang dibebaskan atau
dipecat dari kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah dipanggil,
demikian Pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam waktu
tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. (Rv. 341.)
Bila tujuan permohonan
atau tuntutan itu adalah pembebasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua,
maka selama pemeriksaan, pengadilan negeri bebas untuk menghentikan sementara
pelaksanaan kekuasaan orang tua, seluruhnya atau sebagian, dan menyerahkan
wewenang atas diri dan barang-barang anakanak itu, sekiranya pengadilan negeri
menganggap hal itu perlu, kepada istri atau suami orang yang dgugat, atau
kepada orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian.
(KUHPerd. 416a.)
Terhadap penetapan
termaksud dalam alinea yang lalu tidak diperkenankan mengajukan perlawanan atau
naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang pemecatan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti.
Biaya untuk
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus dikeluarkan
oleh orang yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian,
boleh diambil dari harta kekayaan dan pendapatan anak-anak yang masih di bawah
umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dari harta kekayaan dan pendapatan
orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung jawab atas biaya-biaya itu
secara tanggung-menanggung.
Orang yang mengajukan
tuntutan di muka hakim untuk perhitungan dan pertanggung-jawaban demikian, hal
dianggap telah mendapat izin dari hakim untuk berperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku bagi orang yang
pernah mengajukan tuntutan demikian tetapi ditolak tuntutannya. (Rv. 872 dgt.i
890a.)
Pasal 319g.
(s.d.u. dg. S.
1928-546.) Orang yang telah
dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua, baik atas permohonan sendiri
maupun atas permohonan mereka yang berwenang untuk memohon pembebasan atau
pemecatan menurat pasal 319a, atau atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh
diberi kekuasaan orang tua kembali atau diangkat menjadi wali atas anak-anaknya
yang masih di bawah umur, bila ternyata, bahwa peristiwa-peristiwa yang telah
mengakibatkan pembebasan atau pemecatan, tidak lagi menjadi halangan untuk
pemulihan atau pengangkatan itu.
Demikian pula, orang yang telah dibebaskan atau dipecat dari perwalian
atas anak-anaknya sendiri dan kemudian kawin kembali dengan suami atau istri
yang dahulu, selama perkawinan itu, boleh diberi kekuasaan orang tua kembali.
Permohonan atau tuntutan untuk itu hal diajukan kepada pengadilan negeri yang
dulu menangani permohonan atau tuntutan untuk pembebasan atau pemecatan,
kecuali bila yang dibebaskan atau dipecat itu pisah meja dan ranjang, atau
perkawinannya dibubarkan oleh perceraian perkawinan atau setelah pisah meja dan
ranjang; dalam hal kekecualian ini, semua permohonan atau tuntutan hal diajukan
kepada pengadilan negeri yang telah menangnya permohonan atau tuntutan untuk
pisah meja dan ranjang, perceraian atau pembubaran perkawinan.
Pengadilan negeri,
sebelum mengambil keputusan, hal mendengar atau nw manggil dengan sah, jika
mungkin, kedua orang tua, keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak, beserta
dewan perwalian; bila anak-anak itu berada di bawah perwalian, yang harus
didengar atau dipanggil dengan sah adalah wali atau pengurus perkumpulan, yayasan
atau lembaga amal yang ditugaskan melakukan perwalian, dan wali pengawasnya.
Bila perlu, pengadilan negeri boleh memerintahkan agar saksi-saksi yang
dipilih, baik dari keluarga sedarah maupun dari keluarga semenda, didengar di
bawah sumpah. (KUHPerd. 381a, 461a, 1895.)
Bila saksi-saksi yang harus didengar itu bertempat tinggal
atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri yang memeriksa
permintaan, maka pemeriksaan boleh dilimpahkan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan semenda. Ketentuan dalam anak kalimat terakhir dari
alinea keempat pasal 206 berlaku, kecuali bagi para saksi.
Pemeriksaan perkara
ini dilakukan dalam sidang tertutup.
Keputusan beserta
alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum.
Keputusan itu boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan, semuanya atas naskah
aslinya. (Rv. 54 dst., 297.)
Terhadap keputusan
yang mengabulkan permohonan atau tuntutan, orang tua yang dengan itu kehilangan
kekuasaan orang tua atau perwaliannya, bila dia telah tidak menghadap atas
panggilan, boleh melakukan perlawanan dalam tiga puluh hari setelah keputusan
itu atau suatu akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau untuk pelaksanaannya
telah disampaikan kepadanya pribadi, atau setelah dia melakukan suatu perbuatan
yang tak dapat tidak memberi kesimpulan, bahwa keputusan itu atau
pelaksanaannya yang telah dimulai diketahui olehnya. (Rv. 83)
Dalam waktu tiga Puluh
hari setelah keputusan diucapkan, permohonan banding boleh diajukan oleh orang
yang permohonannya ditolak, atau oleh jawatan kejaksaan yang tuntutannya
ditolak, demikian pula oleh orang-orang
yang perlawanannya ditolak atau orang-orang yang telah didengar dan meskipun menentangnya, terhadapnya
permohonan dan tuntutan itu dikabulkan (Rv. 341.)
Pasal 319h.
Bila anak-anak yang
masih dibawah umur tidak nyata-nyata berada dalam kekuasaan orang atau pengurus
perkumpulan, yayasan atau lembaga amal, yang mendapat tugas
melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian berdasarkan keputusan hakim
termaksud dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan orang atau dewan perwalian
yang mungkin kepadanya anak-anak itu dipercayakan berdasarkan penetapan dalam
pasal 319f, alinea kelima, maka dalam keputusan itu juga harus diperintahkan
penyerahan anak-anak itu kepada pihakpihak yang berdasarkan keputusanitu
mendapat kekuasaan atas anak-anak yang masih dibawah umur itu.
Bila orang-orang yang
memegang kekuasaan yang nyata atas anak-anak yang bawah umur menolak untuk
menyerahkan anak-anak itu, maka pihak yang menurut keputusan hakim mendapat
kekuasaan atas anak-anak itu, dapat berusaha agar penyerahan dilakukan oleh
juru sita yang diserahi tugas olehnya untuk melaksanakan keputusan itu.
Bila terjadi
perlawanan secara nyata, juru sita boleh meminta bantuan polisi.
Juru sita boleh
memasuki tiap-tiap berada atau diperkirakan berada; tetapi bila anak-anak yang dibawah umur itu berada atau
diperkirakan berada didalam rumah, yang dilarang oleh penghuninya dimasuki atau
yang pintu-pintunya terkunci, juru sita boleh menghubungi kepala daerah
setempat, atu pegawai yang ditunjuk oleh kepala daerah itu, dan dalam
kehadirannya masuk ke dalam rumah itu. Kehadiran kepala daerah atau seorang
pegawai dan apa yuang dilakukan dalam kehadirannnya berdasarkan pasal ini,
harus dicantumkan dalam berita acara pelaksanaan yang harus ditandatangani juga
olehnya.
Pasal 319i.
Jawatan kejaksanaan,
baik jika terjadi peristiwa yang dapat menjadi alasan untuk mengadakan
pemecatan dari kekuasaan orang tua, maupun jika ada anak dibawah umur yang
terlantar atau tanpa pengawasan, berhak mempercayakan anak-anak di bawah umur
itu untuk sementara kepada dewan perwalian sampai pengadilan mengangkat seorang
pemangku kekuasaan orang tua atau perwalian, atau sampai pengadilan menetapkan
tidak perlu diadakan pengangkatan dan ketetapan ini mendapat kekuatan tetap.
Ketentuan alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
(KUHPerd. 416a.)
Bila jawatan
kejaksaaan mempergunakan wewenang termaksud di atas sebelum mengajukan
permohonan atau tuntutan untuk pemecatan itu, kepada hakim dia wajib
inengajukan tuntutan itu sesegera mungkin.
Perintah untuk
menyerahkan pengawasan anak yang masih di bawah umur kepada dewan perwalian,
menghentikan pelaksanaan kekuasaan orang tua sejauh hal itu mengenai diri anak
itu.
Bila pihak yang
bersangkutan menolak untuk menyerahkan anak yang di bawah uinur itu kepada
dewan perwalian, maka jawatan kejaksaan berhak memerintahkan juru sita membawa
anak itu kepada dewan perwalian atau memerintahkan polisi untuk melaksanakan
surat perintahnya. Ketentuan alinea
ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku juga dalam hal ini. (S.
1928-179.)
Pasal 319j.
(s.d.u. dg. S. 1.938-622.) Orang yang dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan
orang tua, wajib memberikan tunjangan kepada dewan perwalian untuk biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang telah ditarik dari kekuasaannya,
tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan, atau tiap-tiap tiga bulan, sebesar jumlah
yang ditentukan oleh pengadilan negeri atas permohonan dewan perwalian.
Bila penentuan
tunjangan itu telah dimohon oleh dewan perwalian dalam permohonan untuk
pelepasan atau pemecatan dari kekuasaan orang tua kepada pengadilan negeri,
atau telah dimohon selama berjalan pemeriksaan termaksud dalam pasal 319e, maka
pengadilan harus menentukan tunjangan itu dalam penetapan yang menyatakan
pelepasan atau pemecatan itu. (KUHPerd. 298 2.)
(Alinea
kedua-kelima dihapus dg. S. 1938-622.)
Pasal 319k.
(s.d.u. dg. S. 1938-622.) Tiap-tiap keputusan yang mengandung pembebasan atau
pemecatan dari kekuasaan orang tua, harus segera diberitahukan oleh panitera
berupa salinan kepada pibak yang menerima kekuasaan orang tua itu atau kepada
pihak yang ditugaskan untuk melakukan perwalian, demikan pula kepada dewan
Perwalian.
Pemberitahuan yang
sama harus dilakukan oleh panitera tentang penetapan-penetapan pengadilan
termaksud dalam pasal yang lalu.
(Alinea
ketiga-kedelapan dihapus dg. S.
1938-622.) 3191. Haptis dg.
S. 1928-622.
Pasal 319m.
Segala surat-surat
permohonan, tuntutan, penetapan, pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat
untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam bagian ini, bebas dari meterai.
Segala permohonan
termaksud dalam bagian ini, yang diajukan oleh dewan perwalian, harus diperiksa
oleh pengadilan dengan cuma-cuma, dan salinan-salinan yang diminta oleh dewan
dewan itu untuk kepentingan tugas yang diperintahkan kepadanya, harus diberikan
oleh panitera kepada mereka secara bebas dari segala biaya.
Bagian 3. Kewajiban-kewajiban
Timbal balik Antara Kedua Orang Tua Atau Keluarga Sedarah
Dalam Garis Ke Atas Dan
Anak-anak Beserta Keturunan Mereka Selanjumya.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku Bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 320.
Anak tidak berhak
menuntut kedudukan yang tetap dari orang tuanya dengan cara menyediakan segala
sesuatu untuk itu sebelum ia kawin, atau dengan cara lain. (KUHPerd. 104, 298,
1096.)
Pasal 321.
Setiap anak wajib
memberi nafkah orang tua dan keluarga sedarahnya dalam garis ke atas, bila
mereka ini dalam keadaan miskin. (KUHPerd. 311, 323, 329, 1282, 1296, 1429-3o; Rv. 749-3 o.)
Pasal 322.
Menantu laki laki dan
perempuan juga, dalam hal-hal yang sama, wajib memberi riafkah kepada mertua
mereka, tetapi kewajiban ini berakhir:
1 o bila si ibu mertua melangsungkan perkawinan
kedua;
2 o bila suami atau istri yang menimbulkan
hubungan keluarga semenda itu, (tan anak-anak dari perkawinan dengan istri atau
suaminya telah meninggal dunia. (KUHPerd. 107, 297, 323.)
Pasal 323.
Kewajiban-kewajiban
yang timbul dari ketentuan-ketentuan dua pasal yang lalu berlaku timbal-balik.
(KUHPerd. 329.)
324 dan 325. Hapus,dg. s. 1938-622,
Pasal 326.
Bila orang yang wajib
memberi nafkah itu membuktikan bahwa ia tidak mampu menyediakan uang untuk itu,
pengadilan negeri dapat memerintahkan, setelah menyelidiki duduknya perkara,
agar dia membawa orang yang wajib dipeliharanya ke rumahnya dan menyediakan
kebutuhannya di sana.
Pasal 327.
Bila si ayah atau si
ibu menawarkan untuk memberi nafkah dan memelihara di rumahnya anak yang wajib
diberinya nafkah, maka ia karena itu terbebas dari keharusan untuk memenuhi
kewajiban itu dengan cara lain. (KUHPerd. 104 dst., 326.)
Pasal 328.
Anak di luar kawin
yang diakui menurut undang-undang wajib memelihara orang tuanya.
Kewajiban ini berlaku
timbal-balik. (KUHPerd. 280, 319, 323, 867.)
Pasal 329.
Perjanjian-perjanjian
di mana dilepaskan hak untuk menikmati nafkah adalah batal dan tidak berlaku.
(AB. 23.)
Berdasarkan S. 1,938-622, rub. 22 De@. 1938,
ditambahkan bab berikut:
BAB XIV A. PENENTUAN,
PERUBAHAN DAN
PENCABULAN TUNJANGAN NAFKAH.
(tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 329a.
Nafkah yang diwajibkan
menurut buku ini, termasuk yang diwajibkan untuk pemeliharaan dan pendidikan
seorang anak di bawah umur, harus ditentukan menurut perbandingan kebutuhan
pihak yang berhak atas pemeliharaan itu, dengan pendapatan dan kemampuan pihak
yang wajib membayar, dihubungkan dengan jumlah dan keadaan orang-orang yang
menurut buku ini menjadi tanggungannya.
Pasal 329b.
Penetapan mengenai
tunjangan, atas tuntutan pihak yang dihukum untuk membayar nafkah atau atas
tuntutan pihak yang harus diberi nafkah, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
Perubahan atau
pencabulan itu harus didasarkan atas pertimbangan, bahwa perbandingan nyata
antara kebutuhan orang yang berhak atas nafkah itu di satu pihak dan Pendapatan
dan kekayaan orang yang dihukum untuk membayar sehubungan dari beban-beban yang
menjadi tanggungannya di lain pihak, sejak saat penetapan itu diberikan telah
berubah sedemikian mencolok, sehingga seandainya perbandingan yang berubah ini
ada pada saat tersebut, maka penetapan itu sedianya akan lain.
Dengan cara yang sama,
peraturan yang telah dimufakati oleh kedua pihak mengenai nafkah yang
diwajibkan berdasarkan buku ini, boleh diubah atau dicabut oleh hakim.
BAB XV. KEBELUMDEWASAAN DAN
PERWALIAN
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa kecuali bagian ke-13, tetapi berlaku bagi
golongan Tionghoa; untuk kebelumdewasaan, berlaku Ketentuan ketentuan ,
Golongan Timur Asing IA sub c, yang mengandung ketentuan yang sama seperti
ketentuan pasal 330 alinea pertama dan kedua Kitab Undang-undang Hukum
Perdata.)
Bagian 1. Kebelumdewasaan.
Pasal 330.
(s.d.u.,dg. S.
1901-194 jo. S. 1905-552.). yang
belum dewasa adalah adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua puluh satu
tahun dan tidak kawin sebelunya. (Lihat ketentuan lama dalam S. 1819-60,
1839-22; pada 1 Desember 1905 batas usia belum dewasa diubah dari 23 tahun
menjadi 21 tahun.)
Bila Perkawinan
dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tkiak kembali
berstatus belum dewasa.
(s.du. dg. S. 1917-497, 1927-31 jis. 390, 421.) Mereka yang belum
dewasa dsn tidak di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah perwalian atas
dasar dan dengan cara seperti yang diatur dalam Bagian 3, 4, 5 dan 6 dalam bab
ini.
(KUHPerd. 21, 29, 35,
61 – 1o dan 2 o, 298 dst., 306, 333, 365, 379-1o, 419 dst.,
424, 427 dst., 462, 897, 904 dst., 1006, 1046, 1073, 1446, 1448, 1677, 1798,
1912, 1973, 1987; BS. 13, 61-1o dan 2 o; Sv. 149;
IR. 145, 278; RBg. 172, 580.)
Penentuan tentang arti
istilah "belum dewasa" yang dipergunakan dalam beberapa peraturan
undang-undang terhadap penduduk Indonesia (Ord. 31 Jan. 1931) S. 1931-54.
Untuk menghilangkan
keragu-raguan yang disebabkan oleh adanya Ordonansi tgl. 21 Desember 1917 dalam
S. 1917-738, maka Ordonansi ini dicabut kembali dan ditentukan sebagai berikut:
(1) Bila peraturan
perundang-undangan menggunakan istilah "belum dewasa", maka sejauh
mengenai penduduk Indonesia, dengan istilah ini dimaksudkan: semua orang yang
belum genap 21 tahun dan yang sebelumnya tidak pernah kawin.
(2) Bila perkawinan dibubarkan
sebelum mereka berumur dua puluh dua tahun, maka mereka tidak kembali berstatus
belum dewasa.
(3) Dalam pengertian perkawinan
tidak termasuk perkawinan anak-anak. (Bdk. ketentuan-ketentuan yang dahulu
berlaku: S. 1819-60; 1839-22; S. 191 7-738.)
Bagian 2. Perwalian Pada
Umumnya.
(Tidak
Perlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan
Tionghoa.)
Pasal 331.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali, kecuali
yang ditentukan dalam pasal 351 dan pasal 361. (Ov. 66 dst., KUHPerd. 355, 365,
452.)
Perwalian untuk
anak-anak dari bapak dan ibu yang sama, harus dipandang sebagai satu perwalian,
sejauh anak-anak itu mempunyai seorang wali yang sama. (KUHPerd. 319a, 380,
382c.)
Pasal 331a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian mulai berlaku:
1o bila oleh hakim diangkat seorang wali yang
hadir, pada saat pengangkatan itu dilakukan, atau apabila pengangkatan itu
tidak dihadirinya, pada waktu pengangkatan diberitahukan kepadanya; (KUHPerd.
359 dst.)
2o bila scorang wali diangkat oleh salah satu
dari kedua orang tua, pada saat pengangkatan itu, karena meninggalnya pihak
yang mengangkat, memperoleh kekuatan untuk berlaku dan pihak yang diangkat
menyatakan kesanggupannya untuk menerima pengangkatan tersebut; (KUHPerd. 323a,
355 dst.)
3o bila seorang wanita bersuami diangkat
menjadi wali, hakim atau oleh salah
seorang dari kedua orang tua, pada saat ia, dengan bantuan atau kuasa dari
suaminya atau atas kuasa hakim, menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu;
(KUHPerd. 332a, 332b.)
4o bila suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga
sosial, bukan alas permintaan sendiri atau pernyataan bersedia, diangkat
menjadi wali, pada saat menyatakan sanggup menerima pengangkatan itu; (KUHPerd.
332a, 365 dst.)
5o dalam hal termaksud dalam pasal 358, pada
saat pengesahan;
6o bila seorang menjadi wali demi hukum, pada
saat terjadinya peristiwa yang mengakibatkan perwalian itu. (KUHPerd. 345, 3483, 351, 353,
375.)
Dalam segala hal, bila
pemberitahuan tentang pengangkatan wali ditentukan dalam pasal ini atau
pasal-pasal lain, balai harta peninggalan wajib melaksanakan pemberitahuan ini
secepat-cepatnya.
Pasal 33lb.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila bagi anak belum dewasa yang ada di bawah
perwalian, diangkat seorang wali lain atau karena hukum orang lain menjadi
wali, maka perwalian yang pertama berakhir pada saat perwalian lain mulai
berlaku, kecuali jika hakim menentukan saat lain.
Perwalian berakhir:
(KUHPerd. 375.)
1 o. bila anak belum dewasa, setelah berada di
bawah perwalian, kembali ke kekuasaan orang tua, karena ayah atau ibunya
mendapat kekuasaan kembau, pada saat penetapan sehubungan dengan itu
diberitahukan kepada walinya; (KUHPerd. 382d.)
2 o. (s.d.t. dg.
S. 1928-546.) bila anak belum dewasa, setelah berada di bawah
perwalian, kembali di bawah kekuasaan orang tua berdasarkan pasal-pasal 206b
atau 323a, pada saat beriangsungnya perkawinan;
3o. bila anak belum dewasa yang lahir di luar
perkawinan diakui menurut undang-undang, pada saat berlangsungnya perkawinan
yang mengakibatkan sahnya Si anak, atau pada saat pemberian surat pengesahan
yang diatur dalam pasal 274; (KUHPerd. 272 dst.)
4o bila
dalam hal yang diatur dalam pasal 453 orang yang berada di bawah pengampuan
memperoleh kembali kekuasaan orang tuanya, pada saat pengampuan itu berakhir.
Pasal 332.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Kecuali apa yang ditentukan dalam pasal berikut,
barangsiapa sehubungan dengan Bagian 8 dan Bagian 9 dalam bab ini tidak
dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian, wajib menerima perwalian tersebut.
Bila orang yang
diangkat menjadi wali menolak atau lalai menjalankan perwalian itu, balai harta
peninggalan, sebagai pengganti dan atas tanggung jawab si wali, harus melakukan
tindakan-tindakan sementara guna mengurus pribadi dan harta benda anak belum
dewasa dengan cara seperti yang diatur dalam instruksi untuk balai harta
peninggalan.
Dalam hal itu wali
bertanggungjawab atas tindakan-tindakan balai harta peninggalan, tanpa
mengurangi tuntutan terhadapnya. (KUHPerd. 360, 370, 378 dst., 388, 452, 1365.)
Pasal 332a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Baik orang yang diangkat menjadi wali oleh salah
seorang dari kedua orang tua, maupun wanita bersuami yang diangkat menjadi
wali, tidaklah wajib menerimanya.
Pengangkatan itu tidak mengakibatkan suatu apa pun bila mereka tidak
menyatakan sanggup menerima. Pernyataan ini harus dilakukan di kepaniteraan
pengadilan negeri tempat tinggal si anak yang belum dewasa dalam waktu enam
puluh hari, setelah pengangkatan itu diberitahukan kepada mereka.
Bila yang diangkat
bertempat tinggal sejauh lebih dari lima belas pal dari kepaniteraan pengadilan
negeri itu, pernyataan tersebut boleh diajukan secara tertulis di atas kertas
tanpa meterai.
Pemberitahuan, bila
menyangkut wanita bersuami, harus dilakukan baik kepadanya maupun kepada
suaminya.
Pemberitahuan tidak
diwajibkan bila di kepaniteraan pengadilan negeri telah diajukan pernyataan,
bahwa pengangkatan itu ditolak.
Ketentuan-ketentuan
tersebut di atas berlaku terhadap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial
tersebut dalam 365, kecuali jika perwalian itu
itu diperintahkan atas permintaan atau kesanggupan mereka sendiri.
(KUHPerd. 387, 355 dst., 377-9 o, 381b; Rv. 3 o.)
Pasal 332b.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Wanita
bersuami tidak boleh menjadi wali tanpa bantuan atau izin tertulis dari suami.
Bila, si suami telah
memberikan bantuan atau izin atau bila ia kawin dengan wanita teresbut
setelah perwalian dimulai, seperti
halnya bila wanita tersebut menurut pasal 112 atau pasal 114 telah menerima
perwalian itu berdasarkan keputusan hakim, maka si wali wanita bersuami itu,
seperti tidak bersuami, berhak melakukan segala tindakan perdata berkenaan
dengan perwalian itu dan bertanggung-jawab atas tindakan-tindakan itu, tanpa
pemberian kuasa atau bantuan apapun juga.
Perintah untuk
melimpahkan perwalian kepada suatu perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial
memberikan kekuatan hukum kepada perjanjian-perjanjian yang dilakukan wanita bersuami itu selaku
pengurus perwalian tersebut tanpa adanya bantuan atau pemberian kuasa suaminya.
(KUHPerd. 105, 109, 113, 3654)
Pasal 333.
(s.d.u. dg, S. 1925-497; 1927-31 jis. 390,
421, 456.) Bila sehubungan ketentuan-ketentuan kitab undang-undang ini ikut
sertanya keluarga sedarah atau semenda dari anak belum dewasa diharuskan, maka
sedapat-dapatnya harus selalu dipanggil sejumlah empat orang, dipilih dari
keluarga terdekat dan sedapat-dapatnya dari garis kedua pihak, dengan catatan
bahwa yang dipanggil hakim adalah mereka yang bertempat tinggal atau
berkediaman di daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan; sedang bila
dipandang perlu mendengar anggota keluarga sedarah atau semenda yang bertempat
tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum tersebut, pemanggilan dan
pemeriksaan mereka boleh dilimpahkan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya orang-orang itu bertempat tinggal atau berkediaman atau kepada kepala
daerah setempat, yang akan mengirimkan berita acara yang dibuatnya kepada
pengadilan negeri tersebut pertama.
Keluarga sedarah atau
semenda yang harus dipanggil adalah mereka yang telah dewasa dan bertempat
tinggal atau berkediaman di Indonesia.
Semua panggilan
termaksud dalam pasal ini dilakukan dengan surat tercatat. (KUHPerd. 334, 338a,
358, 360, 393, 396, 400-403, 408, 422, 427, 438, 445, 452; Wsk. 54; KUHP. 524.)
Pasal 334.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap kali diperlukan kehadiran para keluarga
sedarah atau semenda dari anak belum dewasa, mereka dapat diwakili oleh seorang
kuasa khusus. Surat kuasa bebas dari bea
meterai. Yang diberi kuasa hanya boleh
bertindak atas nama satu orang saja. (KUHPerd. 382g, 1793 dst.; KUHP. 524.)
Pasal 335.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu satu bulan setelah perwalian mulai
berjalan atau bila sepanjang perwalian harta anak belum dewasa sangat bertambah,
dalam waktu satu bulan setelah mendapat teguran dari balai harta peninggalan,
setiap wali, kecuali perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365, atas kerelaan balai harta peninggalan tersebut dan guna menjamin
pengurusan mereka, wajib menaruh suatu ikatan jaminan, memberikan hipotek atau
gadai, atau menambah jaminan yang telah ada.
Hipotek itu harus
didaftarkan atas permintaan balai harta peninggalan.
Dalam hal perbedaan
pendapat tentang cukup tidaknya jaminan yang ditaruh antara wali dan balai
harta peninggalan, pengadilan negeri memutuskannya atas permintaan pihak yang
lebih dulu siap memintanya.
Bila harta anak belum
dewasa dianggap kurang, balai harta peninggalan berwenang untuk membebaskan si
wali dari kewajiban tersebut dalam alinea pertama pasal ini, tetapi
sewaktu-waktu boleh menuntut penaruhan jaminan menurut alinea pertama dan
ketiga. (Ov. 19, 35; 68; KUHPerd. 336 dst., 342 dst., 365, 371, 452, 1149-7o, 1168, 1179,
1215, 1830; Wsk. 51 dst.)
Pasal 336.
Bila wali lalai dalam
waktu yang ditentukan dalam alinea pertama pasal yang lalu untuk menaruh salah
satu jaminan tersebut di dalamnya, balai harta peninggalan harus melakukan
pendaftaran hipotek atas beban wali tersebut. (KUHPerd. 337.)
Bila si wali
berkeberatan karena pendaftaran yang baru itu diambil untuk jumlah uang yang
terlampau besar atau atas barang-barang yang lebih banyak daripada seperlunya
guna menjamin anak belum dewasa, maka persoalan ini harus diputus oleh
pengadilan negeri. (Ov. 36; KUHPerd. 341, 344, 542; Wsk. 52 dst.)
Pasal 337.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik wali yang telah menanggung pendaftaran semacam
itu maupun wali yang dengan sukarela telah menaruh jaminan, setiap waktu
berwenang untuk mengakhiri akibatnya dengan meletakkan jaminan lain atas
kerelaan balai harta peninggalan atau, dalam hal adanya perbedaan pendapat
dengan balai harta peninggalan tentang cukup tidaknya jaminan yang ditawarkan,
dengan keputusan pengadilan negeri menurut ketentuan pasal 335.
Bila soalnya
diselesaikan di luar pengadilan, maka penghapusan hipotek berlangsung
berdasarkan tuntutan balai harta peninggalan; dalam hal kebalikannya
penghapusan itu dilakukan berdasarkan perintah hakim dan dilangsungkan oleh
penyimpan hipotek karena jabatannya dengan penunjukan perintah hakim.
(s.d.t. dg. S. 1872-42.) Wali itu boleh minta pengurangan jaminan yang telah
ditaruhnya, bila sepanjang pengurusan harta kekayaan anak belum dewasa sangat
mengalami kemerosotan di luar kesalahannya. Bila ada perbedaan pendapat tentang
hal itu antara wali dan balai harta peninggalan, pengadilan negeri
memutuskannya atas permintaan pihak yang lebih dulu memintanya.
Pasal 338.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila dalam tenggang waktu yang ditentukan untuk itu,
wali lalai menaruh ikatan jaminan atau gadai dan tidak memiliki harta benda tak
bergerak yang cukup, maka atas tuntutan balai harta peninggalan, pengurusan
harta kekayaan anak belum dewasa harus dicabut oleh pengadilan negeri, dan
diberikan kepada balai harta peninggalan, sampai wali memberikan jaminan
secukupnya, yaitu bila atas permintaan wali, pengadilan negeri, setelah
mendengar balai harta peninggalan, menyerahkan tugas tersebut kembali kepada
wali. (ov. 17, 19; KUHPerd. 341, 344, 452; Wsk. 52.)
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali yang telah dicabut pengurusannya, tetap
ditugaskan memelihara anak-anak yang belum dewasa dengan dasar dan cara yang
jika perlu akan ditentukan oleh pengadilan negeri, atas usul balai harta
peninggalan.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi bila pengurusan harta tak bergerak dari
anak belum dewasa memerlukan pengawasan terus-menerus, pengadilan negeri,
setelah mendengar balai harta peninggalan, dapat menentukan bahwa tugas
pengurusan itu tetap pada si wali, asal saja wali itu menyerahkan kepada balai
harta peninggalan semua uang tunai, barang-barang berharga dan surat-surat
berharga milik si anak yang belum dewasa; dalam hal yang demikian, balai harta
peninggalan akan memberikan uang secukupnya kepada wali untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak belum dewasa dan untuk keperluan sehari-hari pengurusan
barang-barang tak bergerak, dengan kewajiban pula bagi wali supaya setiap tahun
memberikan kepada balai harta peninggalan pertanggung-jawaban tentang pemakaian
uang itu menurut cara yang ditetapkan dalam pasal 372.
Pasal 338a.
(s.dt. dg. S.
1927-31 jis 390, 421.) Wali yang
berminat meninggalkan Indonesia, boleh mengajukan surat permohonan kepada
pengadilan negeri agar memperoleh pencabutan jaminan benda yang telah diberikan
olehnya atau yang telah diambil atas tanggungannya.
Permohonan itu harus
didahului dengan pertanggungjawaban yang lengkap kepada balai harta peninggalan
menurut cara yang diatur dalam pasal 372 dan dalam surat permohonan itu harus
dilampirkan surat keterangan dari balai harta Peninggalan, bahwa balai harta
peninggalan itu telah menyetujui pertanggung-jawaban yang diserahkan kepadanya.
Pengadilan negeri akan
mengeluarkan penetapan setelah mendengar balai harta peninggalan dan keluarga
sedarah beserta semenda. (KUHPerd. 333 dst.)
Permohonan akan
dikabulkan bila ternyata si wali telah memenuhi kewajibannya sebagai wali.
Bila karena ini pencabutan
jaminan diizinkan, maka jaminan itu harus dganti dengan penyerahan tanggungan;
apabila hal ini tidak bisa dijalankan, harus dilakukan menurut
ketentuan-ketentuan pasal yang lalu.
Pasal 339
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis 390,421.) Bila wali itu
meninggalkan Indonesia bersama si anak yang belum dewasa, maka atas permintaan
wali tersebut dan setelah mendengar balai harta peninggalan tugas pengurusan
yang dicabut menurut pasal 338, oleh pengadilan negeri, boleh dikembalikan
kepadanya, seluruhnya atau sebagian, dengan penentuan sebagaimana dianggap
perlu oleh pengadilan negeri bagi kepentingan anak belum dewasa. (Ov. 19 dst.;
KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 340.
Penanggung-penanggung
yang diikatkan sedapat-dapatnya bertempat tinggal dalam daerah hukum pengadilan
negeri, tanpa mengurangi syarat-syarat umum yang ditetapkan dalam ketentuan
perundang-undangan. (KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 341.
Bila seorang
Penanggung meninggalkan Indonesia karena pindah atau meninggal dunia, maka
pengadilan negeri, atas permintaan balai harta peninggalan boleh memerintahkan
kepada wali, supaya dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh Pengadilan
negeri, ditunjuk penanggung baru, yang setelah penunjukan diterima, penanggung
yang pertama atau ahli warisnya demi hukum bebas dari ikatan.
Dalam hal si wali
tidak mematuhi perintah itu, maka berlakulah ketentuan pasal 336 dan pasal 338.
(KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 342.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Penanggungan dan hak gadai berakhir, hipotek-hipotek
yang didaftarkan harus dihapuskan, bila tugas pengurusan wali berakhir dan bila
Pertanggung-jawaban pun berakhir dengan memberi perhitungan, menyerahkan
surat-surat dan membayar uang sisa. (KUHPerd. 344, 452.)
Pasal 343.
Akta untuk
penyelenggaraan pendaftaran hipotek dan penghapusan yang harus dilakukan
menurut bagian ini tidak dikenakan biaya dan pajak, kecuali uang upah bagi
penyimpan hipotek yang masuk tanggungan si anak yang belum dewasa, (KUHPerd.
452.)
Pasal 344.
Segala penetapan
pengadilan negeri tersebut dalam bagian ini diambil atas surat permintaan,
setelah mendengar pertimbangan jawatan keiaksaan, tanpa adanya bentuk acara dan
tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 335-:339, 341, 452.)
Bagian 3. Perwalian Oleh Ayah
Dan lbu.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 345.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila salah
satu dari orang tua meninggal dunia, maka perwalian anak belum dewasa dipangku
demi hukum oleh orang tua yang masih hidup, sejauh orang tua ini tidak
dibebaskan atau dipecat dari kekuasaan orang tua. (KUHPerd. 140, 229, 299 dst.,
368, 371, 379-3-, 388, 390; Chin. 19.)
346, 347. Dicabut dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 348.
Jika setelah suami
meninggal dunia, istri menerangkan, atau setelah dipanggil secara sah untuk
itu, mengaku bahwa ia sedang mengandung, maka balai harta peninggalan harus
jadi pengampu atas buah kandungan itu dan wajib mengadakan segala tindakan yang
perlu dan yang mendesak guna menyelamatkan dan mengurus harta kekayaannya, baik
demi kebaikan anak bila ia lahir hidup maupun demi kebaikan semua orang yang
berkepentingan.
Bila anak itu lahir
hidup, ketentuan-ketentuan biasa tentang perwalian hal diperhatikan. (KUHPerd.
2, 359, 836, 899, 1679; Wsk. 44 dst.)
349, 350. Dicabut dg S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 351.
(s.d.u. dg, S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali-ibu
kawin, maka suaminya, kecuali jika ia dikecualikan atau dipecat dari perwalian,
selama dalam perkawinan antara suami dan istri tidak ada pisah meja dan ranjang
atau tidak ada pisah harta benda, demi hukum menjadi wali peserta dan di
samping istrinya bertanggungjawab secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas
segala perbuatan yang dilakukan setelah perkawinan berlangsung.
Perwalian peserta si
suami berakhir, bila ia dipecat dari perwalian atau si ibu berhenti sebagai
wali. (KUHPerd. 331, 358, 366, 379.)
Pasal 352.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali-bapak atau wali-ibu yang kawin lagi, bila wali
pengawas menghendakinya, sebelum atau sesudah perkawinan itu dilangsungkan,
wajib menyampaikan daftar lengkap harta kekayaan anak belum dewasa kepada wali
pengawas.
Bila yang dimaksudkan
dalam alinea yang terdahulu tidak dipenuhi dalam waktu satu bulan, maka wali
pengawas, dengan melampirkan bukti tentang permintaannya untuk itu, boleh
mengajukan Permohonan kepada pengadilan negeri supaya wali itu dipecat;
pengadilan negeri harus membuat penetapan sesuai dengan permohonan itu, kecuali
bila dalam jangka waktu yang ditentukan oleh pengadilan negeri dan
diberitahukan kepadanya, si wali masih menyampaikan daftar yang dikehendakinya
kepada pengadilan negeri; ketetapan diambil tanpa suatu bentuk acara.
Sedapat-dapatnya dalam
penetapan yang sama, yang berisi pemecatan itu, oleh pengadilan negeri diangkat
pula wali yang baru. (KUHPerd. 357, 360, 381.)
Pasal 353.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Seorang anak tidak sah, demi hukum berada di bawah
perwalian ayahnya atau ibunya yang telah dewasa dan telah mengakui anak itu,
kecuali jika ayah atau ibu ini dikecualikan dari perwalian, atau orang lain
telah ditugaskan sebagai wali selama ayah atau ibu itu belum dewasa, atau orang
itu telah mendapat tugas sebagai wali sebelum anak itu diakui.
Bila pengakuan itu
dilakukan kedua orang tua, maka
perwalian terhadap anak itu, dengan pengecualian yang sama, dilakukan oleh
orang tua yang lebih dulu mengakui, dan bila pengakuan itu dilakukan pada waktu
yang sama, si ayahlah yang memangku perwalian.
Bila orang tua yang
melakukan perwalian berdasarkan ketentuan-ketentuan yang lalu meninggal dunia,
dipecat dari perwalian, ditempatkan di bawah pengampuan, atau dalam hal
tersebut dalam pasal 354 tidak dipertahankan sebagai wali atau tidak diangkat
sekali lagi sebagai wali, maka orang tua yang satu lagi demi hukum menjadi
wali, kecuali jika ia telah dikecualikan atau dipecat dari perwalian atau telah
kawin.
Bila si ayah atau si
ibu yang menurut ketentuan yang lalu memangku perwalian tidak hadir, maka
pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali. Bila si ayah atau si ibu yang tidak
dikecualikan atau dibebaskan dari perwalian dan telah kawin dan oleh karena itu
menurut alinea yang lalu demi hukum tidak memangku perwalian, mengajukan
permohonan kepada pengadilan negeri supaya diangkat menjadi wali, maka
pengadilan negeri harus mengabulkannya, kecuali jika kepentingan anak tidak
mengizinkannya; pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah suami atau istri si pemohon dan, jika orang tua yang lain
masih hidup, juga dia dan wali pengawas.
Terhadap pemeriksaan orang-orang ini berlaku ketentuan alinea keempat
pasal 206. Terhadap wali-ibu atas anak
di luar kawin yang diakui dan terhadap suaminya ber@ pasal 351, kecuali bila
karena perkawinan tersebut anak menjadi sah. (KUHPerd. 280, 299 dst., 306,
363.)
Pasal 354.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Bila orang yang melakukan perwalian terhadap anak di
luar kawin yang telah diakuinya, hendak kawin, maka kecuali jika dengan perkawinan
itu anaknya akan menjadi sah, ia harus mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri, supaya dapat meneruskan perwalian.
Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil
dengan sah orang tua yang lain, sekiranya ia telah mengakui anak itu, dan juga
wali pengawas. Terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut berlaku alinea keempat
pasal 206.
Orang yang lalai
memenuhi ketentuan termuat dalam kalimat pertama alinea pertama, demi hukum
kehilangan haknya untuk menjadi wali; kedua suami-istri bertanggung-jawab
secara tanggung-menanggung sepenuhnya atas segala akibat perwalian, yang
dilakukannya tanpa hak.
Kehilangan hak untuk
menjadi wali seperti yang ditentukan di atas, tidak menghalang-halangi orang
yang berdasarkan alinea yang lalu kehilangan perwalian, sekiranya ada
alasan-alasan, untuk diangkat oleh pengadilan negeri menjadi wali, dengan
memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Bagian 5 bab ini. (KUHPerd. 280 dst.,
248; BS. 42.)
Pasal 354a.
(s.d.t. S. 1927-31
jis. 390, 421.) Bila perwalian
diserahkan kepada orang lain dalam salah satu hal yang dimaksudkan dalam alinea
pertama pasal 353, maka ayah yang telah dewasa atau ibu yang telah dewasa dari
anak tidak sah yang diakuinya, sejauh mereka tidak dikecualikan, dibebaskan
atau dipecat dari perwalian, boleh mengajukan permohonan kepada pengadilan
negeri supaya diangkat menjadi wali sebagai pengganti wali yang lain itu.
Pengadilan negeri
mengambil ketetapan atas permohonan itu setelah mendengar atau memanggil dengan
sah si pemohon, wali, wali pengawas, suami atau istri pemohon bila pemohon ini
telah kawin lagi, dan orang tua yang lain bila ia ikut mengakui si anak dan
masih hidup, serta dewan perwalian. Pengadilan negeri mengabulkan permohonan
ini, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar, bahwa si ayah dan si ibu akan
melalaikan si anak.
Ketentuan dalam
kalimat terakhir pasal 253 berlaku dalam hal ini.
Terhadap pemeriksaan
orang-orang tersebut di atas berlaku ketentuan alinea keempat pasal 206 dengan
penyesuaian sekadamya.
Bagian 4. Perwalian yang
Diperintahkan Oleh Ayah Atau lbu.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 355.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Masing-masing orang tua yang menjalankan kekuasaan
orang tua atau perwalian atas seorang atau beberapa orang anaknya, berhak
mengangkat seorang wali bagi anak-anaknya itu, jika sesudah ia meninggal dunia,
demi hukum atau karena penetapan hakim yang dimaksud dalam alinea terakhir
pasal 353, perwalian tidak dilakukan pihak lain dari orang tua.
Badan hukum tidak
boleh diangkat menjadi wali.
Pengangkatan dilakukan dengan wasiat atau dengan akta notaris yang
dibuat semata-mata untuk keperluan itu.
Dalam hal ini boleh
diangkat beberapa orang dengan urutan pengangkatan, sehingga yang diangkat
belakangan bertindak sebagai wali, bila yang lebih dulu tidak ada. (Ov. 67;
KUHPerd. 140, 331, 358, 368.)
Pasal 356.
(sd.u. dg. S. 1,927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali tidak mempunyai akibat apa
pun bila orang tua yang melakukan pengangkatan itu pada saat meninggal dunia
tidak melakukan perwalian atas anak-anaknya atau tidak merjalankan kekuasaan
orang tua. (KUHPerd. 431, 941, 1898.)
Pasal 357.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pasal 319g dan pasal 382d tetap berlaku, juga bila
yang bertindak sebagai wali adalah orang yang diangkat oleh salah seorang dari
kedua orang tua.
Bila selama pengampuan
salah seorang dari kedua orang tua yang karena sebab lain belum pernah
kehilangan kekuasaan orang tua atau perwalian, orang tua yang lain telah
mengangkat seorang wali dan meninggal dunia, maka perwalian dari wali yang
diangkat itu berakhir demi hukum, dengan berakhimya pengampuan. (KUHPerd.
331b.)
Pasal 358.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali bagi anak di luar kawin yang
dengan sah diakui oleh ayah atau ibunya yang telah dipertahankan sebagai wali
atau telah diangkat menjadi wali lagi, tidak mempunyai kekuatan, kecuali bila
disahkan oleh pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst.,355.)
Bagian 5. Perwalian Yang
Diperintahkan Oleh Pengadilan Negeri.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tiongboa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 359.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390,421.) Bagi anak belum dewasa yang tidak berada di bawah
kekuasaan orang tua dan yang perwaliannya sebelumnya tidak diatur dengan cara
yang sah, pengadilan negeri harus mengangkat seorang wali, setelah mendengar
atau memanggil dengan sah para keluarga sedarah dan semenda. (KUHPerd. 333
dst.)
Bila pengangkatan itu
diperlukan karena ketidakmampuan untuk sementara waktu melakukan kekuasaan
orang tua atau perwalian, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga seorang
wali untuk waktu selama ketidakmampuan itu ada. Wali ini diberhentikan lagi
oleh pengadilan negeri atas permohonan orang yang dgantinya bila alasan-alasan
yang menyebabkan ia diangkat tidak ada
lagi.
Bila pengangkatan itu
diperlukan karena si ayah atau si ibu tidak diketahui ada tidaknya, tempat
tinggal atau tempat kediaman mereka, maka oleh pengadilan negeri diangkat juga
seorang wali.
Atas permohonan orang
yang dgantinya, wali ini diberhentikan oleh pengadilan negeri, bila alasan yang
menyebabkan pengangkatan tidak ada lagi.
Atas permohonan ini
pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah pemohon, wali, wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum
dewasa, dan dewan perwalian; bila permohonan ini menyangkut perwalian anak di
luar kawin, maka pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah, sebagaimana diatur dalam pasal 354a. Permohonan
dikabulkan, kecuali jika ada kekhawatiran yang berdasar kalau-kalau si ayah
atau si ibu menelantarkan si anak.
Terhadap pemeriksaan orang-orang ini, ketentuan dalam alinea keempat
pasal 206 berlaku dengan sekedar penyesuaian.
Selama perwalian
termaksud dalam alinea kedua dan ketiga berjalan, penunaian kekuasaan orang tua
ditangguhkan.
Dalam hal diperlukan
pengangkatan seorang wali, maka bila perlu, oleh balai harta peninggalan, baik
sebelum maupun setelah pengangkatan itu, diadakan tindakan-tindakan seperlunya
guna mengurus diri dan harta kekayaan anak belum dewasa, sampai perwalian itu
mulai berlaku. (KUHPerd. 260, 332, 345,346 dst., 355, 357 dst., 361, 364, 369,
379 dst., 453; Wsk. 55; S. 1928-179.)
Pasal 360.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pengangkatan seorang wali dilakukan atas permintaan
keluarga sedarah anak yang belum dewasa, atas permintaan para kreditur atau
pihak lain yang berkepentingan, atas permintaan balai harta peninggalan, atas
tuntutan jawatan kejaksaan, atau pun karena jabatan, oleh pengadilan negeri
yang di daerah hukumnya anak belum dewasa itu bertempat tinggal. (KUHPerd.
364.)
Bila si anak belum
dewasa tidak mempunyai tempat tinggal di Indonesia atau bila tempat tinggalnya
tidak diketahui, maka pengangkatan itu dilakukan oleh pengadilan negeri di
tempat tinggalnya yang terakhir di Indonesia, sedangkan bila ini juga tidak
ada, oleh pengadilan negeri di Jakana. (KUHPerd. 17, 21.)
Pegawai catatan sipil
wajib memberitahukan kepada balai harta peninggalan semua peristiwa kematian
yang harus dibukukan dalam daftar dengan keterangan apakah orang-orang yang
meninggal itu meninggalkan anak belum dewasa, dan memberitahukan segala
perlangsungan perkawinan yang akan dibukukan mengenai orang-orang tua yang
mempunyai anak belum dewasa. (Ov. 41; KUHPerd. 21, 362, 381; BS. 83; BS. Chin. 91; Wsk. 55.)
Pasal 361.
Bila seorang anak
belum dewasa yang berdiam di Indonesia mempunyai harta kekayaan di Negeri
Belanda atau di daerah jajahannya di luar Indonesia, maka atas permintaan
walinya, pengurusan harta kekayaan itu boieh dipercayakan kepada seorang
pengurus di Negeri Belanda dan di daerah jajahan tersebut. (KUHPerd. 1803.)
Dalam hal itu wali
tidak bertanggungjawab atas tindakan-tindakan pengurus itu.
Pengurus dipilih
dengan cara yang sama seperti wali. (KUHPerd. 331, 359 dst., 388.)
Pasal 362.
(s.d.u. dg.
S.1927-31 jis. 390, 421.) Wali,
segera setelah perwaliannya mulai berlaku, di hadapan balai harta peninggalan
wajib mengangkat sumpah, bahwa ia akan menunaikan perwalian yang dipercayakan
kepadanya dengan baik dan tulus hali.
Bila di tempat
kediaman wali itu atau dalam jarak lima belas pal dari tempat itu tidak ada
balai harta peninggalan atau tidak ada perwakilannya, maka sunpah boleh
diangkat di hadapan pengadilan negeri atau kepala pemerintahan daerah tempat
kediaman si wali.
Tentang pengambilan
sumpah itu harus dibuat berita acara. (Ov. 2 1; KUHPerd. 366, 369, 378; Wsk.
49, 55.)
Pasal 363.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Tanpa mengurangi ketentuan alinea kedua pasal 354a
dan alinea keempat pasal 359, perwalian anak di luar kawin diatur oleh
pengadilan negeri tanpa lebih dulu mendengar siapa pun. (KUHPerd. 280, 353,
369.)
Pasal 364.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Ketetapan-ketetapan pengadilan negeri tentang
perwalian tidak bisa dimintakan banding, kecuali jika ada ketentuan sebaliknya.
(KUHPerd. 353 dst., 358 dst.)
Bagian 6. Perwalian Perkumpulan, Yayasan Dan Lembaga Sosial.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa,)
Pasal 365.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila hakim harus mengangkat seorang wali, maka perwalian itu boleh
diperintahkan kepada perkumpulan berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia,
kepada suatu yayasan atau kepada lembaga sosial yang berkedudukan di Indonesia,
yang menurut dasarnya, akta pendiriannya atau reglemennya mengatur pemeliharaan
anak yang belum dewasa untuk waktu yang
lama.
Pasal 362 tidak
berlaku.
Perkumpulan, yayasan
atau lembaga sosial itu, sehubungan dengan perwalian yang ditugaskan kepadanya,
mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama dengan yang diberikan atau
yang diperintahkan kepada wali, kecuali jika undang-undang menentukan lain.
Para anggota pengurus
masing-masing bertanggungjawab secara pribadi dan tanggung-menanggung atas
pelaksanaan perwalian itu, selama perwalian itu dilakukan oleh pengurus dan
selama anggota-anggota pengurus ini tidak menunjukkan pada hakim, bahwa mereka
telah mencurahkan segala usaha guna melaksanakan perwalian sebagaimana mestinya
atau mereka dalam keadaan tidak mampu menjaganya.
Pengurus boleh memberi
kuasa secara tertulis kepada seorang anggotanya atau lebih untuk melakukan
perwalian terhadap anak-anak belum dewasa tersebut dalam surat kuasa itu.
Pengurus berhak pula
atas kehendaknya menyerahkan pengurusan harta kekayaan anak-anak belum dewasa
yang dengan tegas ditunjuknya, asalkan secara tertulis, kepada balai harta
peninggalan, yang dengan demikian wajib menerima pengurusan itu dan
menyelenggarakannya menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya. Penyerahan ini tidak dapat dicabut. (KUHPerd.
330 dst., 335, 366, 379; Wsk. 57; S. 1928-179.)
Pasal 365a.
(s.d.t. dg S.
1927-31 jis. 390, 421.) Panitera
pengadilan negeri yang memerintahkan perwalian memberitahukan perintah itu
kepada dewan perwalian dan kejaksaan negeri yang dalam daerah hukumnya
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial itu berkedudukan.
Pengurus perkumpulan,
yayasan atau lembaga sosial melaporkan secara tertulis penempatan anak belum
dewasa di suatu rumah atau lembaga kepada dewan perwalian dan kejaksaan yang
dalam daerah hukumnya teletak rumah atau lembaga tersebut. Rumah dan lembaga yang dimaksudkan ini,
dikunjungi oleh pejabat kejaksaan atau oleh seorang petugas yang ditunjuknya
dan dewan perwalian tiap kali dipandang perlu dan patut guna meneliti keadaan si
anak belum dewasa yang ditempatkan di dalamnya.
Bila dikehendakinya,
wali pengawas diberi kesempatan tiap-tiap minggu mengunjungi anak belum dewasa
yang ada dalam pengawasannya. (KUHPerd. 3802,3.)
Bagian 7. Perwalian Pengawas.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 366.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam setiap perwalian yang diperintahkan di
Indonesia, balai harta peninggalan ditugaskan sebagai wali-pengawas. (AB 16;
KUHPerd. 351 dst., :365, 367, 379, 415 dst., 418.)
Pasal 367.
(s.d. u. dg. S. 1928-546.) Ketentuan dalam pasal yang lain tidak berlaku dan
tidak membawa perubahan dalam perwalian pengawas yang diperintahkan di Negeri
Belanda untuk anak belum dewasa yang kemudian berdiam di Indonesia.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 3.90,421.) Bila wali pengawas yang diangkat di Negeri Belanda
tidak berada di Indonesia dan tidak menunjuk seorang kuasa khusus guna mewakili
dirinya dalam segala kejadian yang memerlukan kehadiran dan keikut-sertaannya,
maka dianggaplah bahwa terhadap tugas yang harus dilakukannya di Indonesia, ia
telah memerintahkan perwakilannya kepada balai harta peninggalan di tempat
tinggal si anak belum dewasa, yang oleh karenanya harus diterima oleh balai
harta peninggalan tersebut. (KUHPerd. 452.)
Pasal 368.
(s.d.u.dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Para wali
tersebut dalam Bagian 3 bab ini, segera setelah perwalian mulai berjalan, wajib
memberitahukan terjadinya perwalian kepada balai harta peninggalan. Bila para wali tersebut lalai, mereka boleh
diberhentikan, tanpa mengurangi penggantian biaya, kerugian dan bunga. KUHPerd. 345, 355, 359, 380 dst&; S.
1927-31.)
Pasal 369.
(s.d.u.dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Dalam segala
hal, bila perwalian diperintahkan oleh hakim, panitera pengadilan negerm yang
bersangkutan harus segera memberitahukan secara tertulis adanya pengangkatan
itu kepada balai harta peninggalan, dengan keterangan, apakah pengangkatan itu
terjadi dengan dihadiri wali itu, atau jika perwalian diperintahkan kepada
perkumpulan, yayasan atau lembaga sosial, dengan keterangan, apakah hal itu
terjadi atas permintaan atau kesanggupan sendiri.
Panitera juga wajib
dengan cara yang sama memberitahukan pernyataan-pernyataan yang menurut pasal
332a diucapkan di kepaniteraan atau yang dikirimkan kepadanya, demikian pula
pengesahan termaksud dalam pasal 358. (KUHPerd. 332, 359, 362 dst., 452.)
Pasal 370.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kewajiban wali pengawas adalah mewakili kepentingan si
anak belum dewasa, bila kepentingan ini bertentangan dengan kepentingan wali,
tanpa mengurangi kewajiban-kewajiban khusus, yang dibebankan kepada balai harta
peninggalan dalam surat instruksinya pada waktu balai harta peninggalan itu
diperintahkan memangku perwalian pengawas.
Dengan ancaman hukuman
mengganti biaya, kerugian dan bunga, wali pengawas wajib memaksa wali untuk
membuat daftar atau perincian barang-barang harta peninggalan dalam segala
warisan yang jatuh ke tangan si anak belum dewasa. (KUHPerd. 127, 381, 386,
390, 395, 399 dst., 408, 452.)
Pasal 371.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Dengan ancaman mengganti biaya, kerugian dan bunga,
balai harta peninggalan wajib melakukan segala tindakan yang ditentukan dalam
undang-undang, agar setiap wali, sekalipun tidak diperintahkan oleh hakim,
memberikan jaminan secukupnya, atau setidak-tidaknya menyelenggarakan
pengurusan dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang. (KUHPerd. 335, 351,
386, 401, 452, 1023, 1171, 1179 dst. 1365 dst.)
Pasal 372.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Setiap tahun wali pengawas harus minta kepada wali
(kecuali ayah dan ibu) supaya memberikan suatu perhitungan ringkas dan
pertanggung-jawaban dan memperlihatkan kepadanya surat-surat andil dan
surat-surat berharga milik si anak belum dewasa.
Perhitungan ringkas
itu harus dibuat di atas kertas tak bermeterai dan diserahkan tanpa suatu biaya
dan tanpa suatu bentuk hukum apa pun. (Ov. 19; KUHPero. 373, 409, 452; Wsk.
58.)
Pasal 373.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis, 421.) Bila seorang wali enggan melaksanakan ketentuan pasal
yang lain atau bila wali pengawas dalam perhitungan ringkas menemukan
tanda-tanda kecurangan atau kealpaan besar, maka wali pengawas harus menuntut
pemecatan wali itu.
Demikian pula ia harus
menuntut pemecatan dalam hal hal lain yang ditentukan undang-undang. (Ov. 20;
KUHPerd. 380 dst., 452.)
Pasal 374.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila perwalian lowong atau ditinggalkan karena
ketidakhadiran wali, atau bila untuk sementara waktu wali tidak mampu
menjalankan tugasnya, maka wali pengawas, dengan ancaman hukuman mengganti
biaya, kerugian dan bunga, harus mengajukan permohonan kepada pengadilan negeri
untuk mengangkat wali baru atau wali sementara. (Ov. 20; KUHPerd. 359 dst.,
452, 463, 1365 dst.)
Pasal 375.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Perwalian pengawas mulai dan berakhir pada saat yang saina dengan mulainya dan
berakhimya perwalian. (KUHPerd. 330, 331a, 331b, 410, 419, 452.)
Bagian 8. Alasan-alasan yang
Dapat Melepaskan Diri Dari Perwalian.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
376. Dihapus dg. s.
1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 377.
Yang boleh melepaskan
diri dari perwalian ialah:
1o. mereka yang melakukan tugas negara di luar
Indonesia;
2o. para anggota angkatan darat dan laut;
3o. mereka yang melakukan tugas negara di luar
keresidenan atau mereka yang karena tugas negara pada saat-saat tertentu ada di
luar keresidenan;
Orang-orang tersebut
dalam tiga nomor di atas ini boleh meminta agar dibebaskan dari perwalian, bila
alasan-alasan dimaksud terjadi setelah mereka diangkat menjadi wali;
4 o. mereka yang telah genap enam puluh tahun; bila
mereka diangkat sebelumnya, mereka boleh minta dibebaskan dari perwalian pada
waktu berumur 65 tahun;
5o. mereka yang terganggu oleh suatu penyakit
atau penderitaan berat yang dapat dibuktikan;
Mereka ini boleh minta
dibebaskan dari perwalian, bila penyakit atau penderitaan itu timbul setelah
mereka diangkat sebagai wali;
6o. mereka yang tidak mempunyai anak sendiri,
tetapi dibebani tugas memangku dua perwalian;
7o. mereka yang ditugaskan memangku satu
perwalian, sedangkan mereka sendiri mempunyai seorang anak atau lebih;
8o. mereka yang pada waktu diangkat sebagai wali
mempunyai lima orang anak sah, termasuk di antaranya anak yang telah meninggal
dalam dinas ketentaraan;
9o. (s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) wanita-wanita;
Wanita yang dalam
keadaan tidak bersuami telah menerima suatu perwalian boleh minta dibebaskan,
bila ia kawin;
10o.(s.d.t.
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) mereka yang tidak berhubungan keluarga
sedarah atau semenda dengan si anak belum dewasa, bila dalam daerah hukum pengadilan
negeri tempat perwalian itu diperintahkan ada keluarga sedarah atau semenda
yang cakap memangkunya.
Ayah dan ibu tidak
diperbolehkan minta dibebaskan dari perwalian anak-anak mereka sendiri, karena
salah satu alasan tersebut di atas. (KUHPerd. 378, 452, 459.)
Pasal 378.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Barangsiapa
hendak melepaskan diri dari perwalian, harus memohon pembebasan dari hakim yang
memerintahkan perwalian atau, bila sebelumnya tidak ada pengangkatan oleh
hakim, dari pengadilan negeri tempat tinggalnya.
Kecuali orang-orang
yang disebutkan dalam pasal 377 nomor 1o-5o, pemohon diwajibkan, dengan ancamam
kehilangan hak, untuk mengajukan permohonan dalam tenggang waktu tiga puluh
hari sejak hari mulai berlakunya perwalian ini bila pemohon berdiam di
Indonesia, dan dalam tenggang waktu sembilan puluh hari bila ia berdiam di luar
Indonesia.
Permohonan tidak dapat
diterima, bila perwalian itu dibebankan padanya karena pernyataannya sendiri,
bahwa ia sanggup menerima perwalian itu.
Hakim mengambil
ketetapan tanpa bentuk acara dan tanpa banding.
Meskipun wali telah
mengemukakan alasan-alasan untuk melepaskan diri, ia masih wajib memangku
Perwalian itu sampai diambil keputusan terakhir tentang alasan-alasan itu.
(KUHPerd. 362, 452.)
Bagian 9. Pengecualian,
Pembebasan Dan Pemecatan Dari Perwalian.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan -Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 379.
(s.d.u. dg. S.1 927-31 jis, 390,421.) Selain pegawai-pegawai kehakiman bangsa Eropa yang
dikecualikan dari perwalian menurut ketentuan dalam pasal 9 Reglemen Susunan
Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di Indonesia, mereka yang dikecualikan
dari perwalian adalah:
1o. orang yang sakit ingatan;
2o. orang belum dewasa;
3o. orang yang ada di bawah pengampuan;
4o. mereka yang telah dipecat, baik dari
kekuasaan orang tua, maupun dari perwalian; akan tetapi yang demikian itu hanya
terhadap anak belum dewasa, tanpa mengurangi ketentuan -ketentuan dalam pasal
319g dan pasal 382d; yang dengan ketetapan hakim kehilangan kekuasaan orang tua
atau perwalian.
5o. ketua, wakil ketua, anggota, panitera,
panitera-pengganti, bendahara, pemegang buku, dan agen balai harta peninggalan,
kecuali terhadap anak-anak atau anak-anak tiri mereka sendiri. (KUHPerd. 330,
359, 433, 452, 1330; Ov. 69; Wsk. 9.)
Pasal 380.
(s.d.u. dg. S. 1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Jika hakim berpendapat bahwa kepentingan anak-anak
belum dewasa secara mutlak menghendakinya, maka dapatlah dipecat dari
perwalian, baik terhadap semua anak belum dewasa, maupun terhadap seorang anak
atau lebih yang bernaung di bawah satu perwalian: (KUHPerd. 352, 359, 368, 373,
381 dst., 382a, 452.)
1o. mereka yang berkelakuan buruk;
2o. mereka yang dalam menunaikan perwalian
menunjukkan ketidakcakapan mereka, menyalahgunakan kekuasaan atau mengabaikan
kewajiban mereka;
3o. mereka yang telah dipecat dari perwalian lain
menurut nomor 1o dan nomor 2o pasal ini atau telah dipecat dari kekuasaan
orang tua menurut pasal 319a alinea kedua nomor 1o dan nomor 2o;
4o. mereka yang berada dalam keadaan pailit; (F.
1, 22.)
5o. mereka yang untuk diri sendiri atau yang
bapaknya, ibunya, istri/suaminya atau anak-anaknya berperkara di muka hakim
melawan si anak belum dewasa dalam hal yang melibatkan kedudukan, harta
kekayaan atau sebagian besar harta kekayaan si anak belum dewasa;
6o. mereka yang dihukum dengan keputusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti, karena dengan
sengaja telah ikut serta dalam suatu kejahatan terhadap anak belum dewasa yang
ada dalam kekuasaan mereka;
7o. mereka yang mendapat hukuman yang telah
mempunyai kekuatan tetap, karena melakukan suatu kejahatan yang tercantum dalam
Bab XIII, XIV, XV, XVIII, XIX dan XX Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, yang dilakukan terhadap anak belum dewasa yang ada dalam kekuasaan
mereka;
8o. mereka yang mendapat hukuman badan yang tidak
dapat diubah lagi selama dua tahun atau lebih.
Ayah dan ibu tidak
boleh dipecat, baik karena hal-hal tersebut pada nomor 4o dan nomor 5o, maupun karena tidak cakap.
Suatu perkumpulan,
yayasan atau lembaga sosial boleh dipecat dari perwaliannya dalam hal-hal
tersebut di bawah nomor-nomor 2o, 3o, 4o dan 5o, bila hakim
berpendapat bahwa kepentingan anak belum dewasa secara mutlak menghendakinya.
Badan-badan itu juga
boleh dipecat, bila pemberitahuaan tertulis tersebut dalam pasal 365a alinea
kedua dilalaikannya atau bila kunjungan-kunjungan yang diatur di dalamnya
dihalang-halanginya. Dalam pengertian kejahatan dalam pasal ini termasuk juga
usaha membantu dan mencoba untuk melakukannya. (KUHP 53, 56.)
Pasal 381.
(s.d. u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Pemecatan seorang wali dilakukan oleh pengadilan
negeri tempat tinggalnya atau, bila tempat tinggalnya tidak ada, oleh
pengadilan negeri tempat tinggal terakhir, atas permohonan wali pengawas, atas
permohonan salah seorang keluarga sedarah atau keluarga semenda si anak belum
dewasa sampai dengan derajat keempat, atas permohonan dewan perwalian, atau
atas tuntutan kejaksaan.
Pemecatan ayah atau
ibu yang diangkat menjadi wali setelah adanya perceraian, dilakukan oleh
pengadilan negeri yang mengadili gugatan perceraian.
Permintaan atau
tuntutan itu harus memuat peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang
merupakan dasarnya, pula harus memuat daftar nama orang-tua, wali dan wali
pengawas serta tempat kediaman dan tempat tinggal mereka, sejauh ini diketahui,
nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau semenda yang menurut pasal 333
harus dipanggil, demikian pula nama dan tempat tinggal saksi-saksi yang kiranya
dapat menguatkan peristiwa yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan
itu. Kecuali jika permohonan akan pemecatan
itu diajukan oleh dewan perwalian, salinan surat permohonan atau tuntutan itu
beserta surat-surat yang dilampirkan untuk menguatkannya, harus segera dikirim
oleh panitera kepada dewan tersebut. Pada surat permohonan atau tuntutan itu,
oleh panitera pengadilan negeri dicatat hari masuknya. (KUHPerd. 319b, 370,
373, 409, 417, 452.)
Pasal 381a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Pengadilan negeri mengambil ketetapan setelah
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tua, wali dan wali pengawas,
keluarga sedarah dan keluarga semenda si anak belum dewasa dan dewan
perwalian. Pengadilan negeri dapat
memerintahkan pemanggilan saksi-saksi guna diperiksa di bawah sumpah, yakni
yang ditunjuk dan dipilihnya, baik dari keluarga sedarah dan semenda maupun
dari luar keluarga.
Bila mereka yang akan
diperiksa itu, yakni kedua orang tua, wali, wali pengawas atau saksi, bertempat
tinggal atau berkediaman di luar daerah hukum pengadilan negeri, maka
pemeriksaan oleh pengadilan negeri boleh dilimpahkan dengan cara yang sama,
seperti yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah dan
semenda. Anak kalimat terakhir dalam
alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap orang tua, wali dan wali pengawas.
Segala panggilan
dilakukan menurut cara yang ditentukan dalam pasal 333 terhadap keluarga sedarah
dan semenda; bila ada panggilan terhadap seseorang yang tempat kediamannya
tidak diketahui, maka panggilan itu hal segera dimuatkan dalam satu surat kabar
atau lebih yang ditunjuk oleh pengadilan negeri. Panggilan terhadap seseorang yang dimohonkan
atau dituntut pemecatannya harus disertai dengan pemberian secara ringkas
tentang isi permintaan atau tuntutan, kecuali jika tempat kediaman orang itu
tidak diketahui.
Bila dipandang perlu,
pengadilan negeri boleh mendengar orang-orang selain yang telah ditentukan di
atas sebagai saksi di bawah sumpah, juga orang-orang yang telah datang
menghadap pada hari yang telah ditentukan, dan boleh pula memerintahkan
pemeriksaan saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi ini hal disebutkan dalam
penetapan lebih lanjut dan hal dipanggil dengan cara yang sama. (KUHPerd. 1895
dst.)
Pasal 381b.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis. 3, 421.) Selama
pemeriksaan, tiap-tiap penduduk di Indonesia yang berhak melakukan perwalian
dan pengurus tiap-tiap perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut dalam
pasal 365 boleh mengajukan diri kepada pengadilan negeri dengan surat
permohonan supaya diperkenankan memangku perwalian itu. Pengadilan negeri boleh
memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang permohonan itu.
Alinea keempat pasal
206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut dengan penyesuaian
seperlunya.
Bila permintaan atau
tuntutan itu dikabulkan, pengadilan negeri menetapkan pengangkatan wali.
Dalam keputusan tentang
pemecatan wali, wali yang dipecat harus dihukum mengadakan pertanggung-jawaban
tentang pengurusannya kepada penggantinya. (KUHPerd. 359 dst., 409 dst.)
Pasal 382.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pemeriksaan perkara berlangsung dalam sidang dengan
pintu tertutup.
Penetapan disertai
dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang terbuka dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya setelah berlangsung pemeriksaan terakhir; penetapan ini
boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan sekalipun ada perlawanan atati
banding dengan atau tanpa jaminan, semua itu atas naskah ashnya. (Rv. 55.)
Selama pemeriksaan
berjalan, pengadilan negeri teluasa untuk menghentikan penunaian perwalian itu
seluruhnya atau sebagian dan memberikan kekuasaan atas diri anak belum dewasa dan
harta kekayaannya, menurut pertimbangan pengadilan negeri, kepada seorang yang
ditunjuknya atau kepada dewan perwalian.
Terhadap penetapan
termaksud dalam alinea yang lain tidak boleh dimintakan peradilan yang lebih
tinggi. Penetapan itu tetap berlaku sampai
keputusan tentang pemecatan memperoleh kekuatan tetap.
Ketentuan dalam alinea
ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
Pasal 382a.
(s. d. t. dg. S. 1917-497; s. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Baik berdasarkan atas peristiwa yang dapat menyebabkan
pemecatan, maupun karena anak belum dewasa ditinggalkan atau tanpa suatu
pengawasan, jaksa berwenang mempercayakan anak belum dewasa itu untuk sementara
waktu kepada dewan perwalian, sampai pengadilan negeri mengangkat seorang wali atau
dinyatakan, bahwa pengangkatan itu tidak perlu dan penetapan itu mempunyai
kekuatan hukum yang pasti. Ketentuan
dalam alinea ketujuh dan kedelapan pasal 319f berlaku dalam hal ini.
Bila jaksa menggunakan
wewenang tersebut di atas sebelum mengajukan permintaan atau tuntutan akan
pemecatan atau pengangkatan seorang wali, ia wajib segera melakukan segala
sesuatu agar pengadilan mengangkat seorang wali.
Bila penyerahan anak
belum dewasa kepada dewan perwalian ditolak, jaksa boleh menyuruh membawa anak
itu kepada juru sita atau kepada polisi yang diberi tugas untuk melaksanakan
surat perintahnya. Ketentuan-ketentuan
dalam alinea-alinea ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal
ini.
Perintah penyerahan
anak belum dewasa kepada dewan perwalian menurut alinea pertama pasal ini
menghentikan perwalian anak itu, sekedar mengenai diri si anak.
Pasal 382b.
(s.d.t. dg. S.
1927-31 jis, 390, 421.) Bila orang
yang diminta atau dituntut pemecatannya tidak datang menghadap atas panggilan,
ia boleh mengajukan perlawanan dalam waktu 30 hari, setelah penetapan atau akta
yang dibuat berdasarkan penetapan itu atau untuk pelaksanaannya diberitahukan
kepadanya, atau setelah ia melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi
kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya.
Orang yang
permohonannya akan pemecatan ditolak, atau jawatan kejaksaan yang tuntutannya
ditolak pula, dan orang yang dipecat dari perwaliannya meskipun ia menyangkal,
seperti pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh mengajukan permohonan
banding terhadap keputusan pengadilan negeri dalam waktu tiga puluh hari
setelah keputusan diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Pasal 382c.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421 .) Bila wali ayah dan wali ibu tidak cakap atau tidak
mampu menunaikan kewajiban memelihara dan mendidik anak-anak mereka dan
kepentingan anak-anak dari segi lain tidak bertentangan dengan pembebasan
mereka dari perwalian, maka atas permintaan dewan perwalian atau tuntutan
jaksa, mereka berdua boleh dibebaskan dari perwalian terhadap seorang anak atau
lebih oleh pengadilan negeri tempat tinggal mereka atau, jika tidak ada, oleh
pengadilan negeri tempat tinggal mereka yang terakhir. Pembebasan ayah atau ibu yang diangkat
menjadi wali setelah bercerai, dilakukan oleh pengadilan negeri yang telah
mengadili tuntutan akan perceraian itu.
Dalam surat permohonan atau tuntutan akan pembebasan sedapat-dapatnya
harus dikemukakan pula bagaimana pergantian wali itu kiranya dapat
diselenggarakan. Pembebasan ini tidak boleh
diperintahkan, bila pihak yang diminta atau yang dituntut pembebasannya,
menentang hal ini.(KUHPerd. 319a)
Berdasarkan surat
permintaan sendiri, wali-wali lainnya boleh dibebaskan oleh pengadilan negeri
tempat tinggal mereka dari perwalian, baik terhadap semua maupun terhadap
seorang atau beberapa dari anak-anak yang belum dewasa, yang ada di bawah
kekuasaan mereka, bila seorang penduduk Indonesia yang berhak menjalankan
perwalian, atau pengurus salah satu perkumpulan, yayasan dan lembaga sosial tersebut
dalam pasal 365, menyatakan sanggup dengan surat untuk mengganti mereka, dan
pengadilan negeri menimbang pergantian tersebut baik untuk kepentingan
anak-anak.
Pengadilan negeri
mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang
tua, wali dan wali pengawas, para keluarga sedarah atau semenda anak belum
dewasa dan dewan perwalian, serta mengangkat wali, bila permintaan atau
tuntutan dikabulkan. Ketentuan dalam
alinea ketiga pasal 381 dan alinea-alinea kedua, ketiga, dan keempat pasal 38
la berlaku dalam hal ini.
Pemeriksaan perkara
berlangsung dalam sidang tertutup. Dalam waktu yang selekas-lekasnya setelah
pemeriksaan terakhir, penetapan dengan alasan-alasannya diucapkan dalam sidang
terbuka dan boleh dinyatakan segera dapat dilaksanakan, sekalipun ada
perlawanan atau banding dengan atau tanpa jaminan, semuanya itu atas naskah
asli. (Rv. 55.)
Bila seseorang yang
dimintakan atau dituntut pembebasannya berdasarkan alinea pertama, tidak datang
menghadap, maka terhadap pembebasan ini ia boleh mengajukan perlawanan dalam
waktu tiga puluh hari setelah penetapan itu, atau akta yang dibuat berdasarkan
penetapan itu atau untuk melaksanakannya, diberitahukan kepadanya secara
pribadi atau setelah aa melakukan suatu perbuatan yang secara mutlak memberi
kesimpulan, bahwa penetapan itu atau permulaan pelaksanaannya sudah diketahui
olehnya. Orang yang permintaan akan pembebasannya ditolak, atau jawatan
kejaksaan yang tuntutannya akan hal yang sama ditolak, dan orang yang dibebaskan
dari perwalian kendati datang menghadap atas panggilan, seperti juga orang yang
perlawanannya ditolak, semuanya dapat mengajukan permohonan banding dalam waktu
tiga puluh hari setelah putusan pengadilan negeri diucapkan. (Rv. 83, 341.)
Terhadap penetapan-penetapan
termaksud dalam alinea kedua tidak boleh diminta banding.
Pasal 382d.
(s.d.t. dg. S.1,927-31 jis. 390, 421.) Seorang ayah atau seorang ibu yang dibebaskan
atau dipecat dari perwalian terhadap anak-anaknya sendiri, baik atas permintaan
sendiri matipun atas permintaan mereka yang berhak meminta pembebasan atau
pemecatannya, ataupun atas tuntutan jawatan kejaksaan, boleh dipulihkan kembali
dalam perwalian, bila ternyata bahwa peristiwa-peristiwa yang mengakibatkan
pembebasan atau pemecatannya tidak lagi berlawanan dengan pemulihan itu. Permintaan atau tuntutan untuk itu harus
diajukan kepada pengadilan negeri yang telah mengadili permintaan atau tuntutan
akan pembebasan atau pemecatannya, kecuali jika perkawinan orang yang
dibebaskan atau dipecat itu telah dibubarkan karena perceraian, dalam hal mana
permintaan atau tuntutan itu harus diajukan kepada pengadilan negeri yang telah
mengadili tuntutan akan perceraian itu. (KUHPerd. 331; Rv. 207, 211, 221.)
Pengadilan negeri
mengambil keputusan setelah mendengar atau memanggil dengan sah, bila mungkin,
kedua orang tua, demikian pula wali atau pengurus perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial yang memangku perwalian itu, wali pengawas, para anggota
keluarga sedarah atau semenda dari anak-anak dan dewan perwalian.
Bila dipandang perlu,
pengadilan negeri boleh memerintahkan supaya didengar di bawah sumpah
saksi-saksi yang dipilihnya dari keluarga sedarah atau semenda atau dari luar
mereka.
Alinea-alinea ketiga,
keempat, kelima, keenam dan ketujuh pasal 319g berlaku dalam hal ini.
Pasal 382e.
(s.d.t. dg. S. 1.927-31jis.,390, 421.) Bila anak belum dewasa tidak nyata-nyata berada
dalam kekuasaan seseorang atau kekuasaan pengurus perkumpulan, yayasan atau
lembaga sosial yang diwajibkan melakukan perwalian menurut putusan hakim,
sebagaimana dimaksudkan dalam bagian ini, atau dalam kekuasaan seseorang atau
kekuasaan dewan perwalian yang kepadanya dipercayakan anak-anak itu menurut
penetapan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 382 alinea ketiga, maka dalam
penetapan yang sama diperintahkan juga penyerahan anak-anak itu kepada pihak
yang menurut penetapan mendapat kekuasaan atas anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan dalam alinea-alinea
kedua, ketiga, keempat dan kelima pasal 319h berlaku dalam hal ini.
Pasal 382f.
(s.d.t. dg. S. 1.927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg.
1938-622.) Ketentuan pasal 319j
berlaku juga terhadap pembebasan atau pemecatan seorang ayah atau ibu dari
perwalian terhadap anak-anak sendiri.
Pasal 382g.
(s.d.t. dg. S. 1,927-31 jis., 390, 421.) Semua surat permohonan, tuntutan, penetapan,
pemberitahuan dan semua surat lain yang dibuat guna memenuhi
ketentuan-ketentuan dalam bagian ini adalah bebas dari meterai. (Zeg. 31, II,
61o.)
Segala permintaan
termaksud dalam bagian ini, yang berasal dari dewan perwalian, harus dilayani
dengan cuma-cuma, demikian pula segala salinan pertama, salinan dan petikan
yang diminta oleh dewan perwalian guna kepentingan tugas yang diperintahkan
kepadanya, oleh panitera diberikan kepadanya dengan cuma-cuma. (Rv. 888 dst.)
Bagian 10. Pengawasan Wali Atas Pribadi Anak Belum
Dewasa.
(Tidak berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 383.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali harus menyelenggarakan pemeliharaan dan
pendidikan bagi anak belum dewasa menurut kemampuan harta kekayaannya dan harus
mewakili anak belum dewasa itu dalam segala tindakan perdata. (LN. 1953-86,
pasal 7.) (1)
1UU 36/1953 tentang Bank Tabungan Pos pasal 7 berbunyi sebagai
berikut:
Tentang tabungan atas nama
anak-anak.
(1) Anak-anak jang belum dewasa, tidak usah dengan
perantaraan orang tua atau walinja,
dapat juga mengambil buku buku tabungan dengan buku itu memasukkan
uang dan menerima sendiri pembajaran kembali uang tabungan jang tertuli atas
namanja didalam tata-usaha Bank Tabungan Pos.
(2) Akan
tetapi pembajaran kembali itu tidak dapat dilakukan, djikalau orang tuanja atau
walinja memadjukan keberatannja.
(3) Dengan tidak mengurangi jang ditetapkan dalam
ajat (4) pasal 5 Undang-undang ini, pemegang kekuasaan ibu-bapa atau wali atas
anak jang belum dewasa, boleh meminta djuga pembajaran kembali dari tabungan
atas nama anak itu; tetapi djika anak itu telah berumur 16 tahun, pembajaran
kembali ini hanja boleh dilakukan setelah mendapat kuasa dari Pengadilan
Negeri.
Kuasa ini
tidak akan diberikan, bilamana uang itu tidak akan dgunakan untuk keperluan
jang tak dapat dielakkan.
Djika
pengadilan menganggap perlu, maka dipanggillah sanak-saudara anak itu untuk
didengar pendapatnja, akan tetapi bila mereka tidak datang menghadap, sjarat
ini tidak usah diindahkan tagi, asal sadja panggilan mereka dilakukan setjara
semestinja.
(4) Baik bapa maupun
ibu penabung jang belum dewasa tidak dapat memungut hasil atas tabungan jang
tertjatat atas nama anak itu didalam buku-buku Bank Tabungan Pos.
Anak belum
dewasa harus menghormati walinya. (KUHPerd. 78, 151, 282, 298, 361, 388, 399,
421, 452, 904, 1330, 1447 dst., 1798.)
Pasal 384.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Bila wali,
berdasarkan alasan-alasan yang penting, merasa tidak puas terhadap kelakuan si
anak belum dewasa, maka atas permintaan wali sendiri atau atas permintaan dewan
perwalian, asal saja dewan diminta oleh wali untuk itu, pengadilan negeri boleh
memerintahkan penempatan anak itu untuk waktu tertentu dalam sebuah lembaga
negara atau swasta yang akan ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penempatan itu dilakukan atas biaya si anak
belum dewasa, dan bila ia tidak mampu, atas biaya wali; penempatan semacam itu
hanya boleh dilakukan selama-lamanya enam bulan berturut-turut, bila pada hari
penetapan hakim si anak belum dewasa belum mencapai umur empat belas tahun,
atau selama-lamanya satu tahun bila pada hari penetapan ia telah mencapai umur
tersebut, dan sekali-kali tidak boleh melewali saat anak belum dewasa menjadi
dewasa. (KUHPerd. 320 dst., 452.)
Pengadilan negeri
tidak boleh memerintahkan penempatan itu sebelum men dengar atau memanggil
secara sah wali pengawas, para keluarga sedarah dan semenda dari anak belum
dewasa, dewan perwalian dan, tanpa mengurangi ke tentuan,dalam alinea berikut,
juga si anak belum dewasa sendiri.
Bila si anak belum
dewasa tidak datang menghadap pada hari yang ditentukan untuk mendengarnya,
maka pengadilan negeri menunda pemeriksaan sampai pada hari yang ditentukan,
dan memerintahkan agar anak belum dewasa itu pada hari tersebut dibawa ke
depannya oleh juru sita atau polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah
jawatan kejaksaan; bila ternyata si anak belum dewasa pada hari itu pun juga
tidak datang menghadap, maka pengadilan negeri, tanpa mendengamya,
memerintahkan atau menolak penempatannya.
Dalam hal ini tidak
perlu diperhatikan bentuk acara lebih lanjut, melainkan perintah penempatan
itulah yang harus diberikan, tetapi itu pun tidak perlu memuat alasannya.
Bila pengadilan negeri
dalam penetapannya memutuskan, bahwa si anak belum dewasa dan si wali tidak
mampu membiayai penempatan itu, maka semua biaya menjadi beban negara.
Penetapan yang
memerintahkan suatu penempatan, dilaksanakan atas perintah, setelah ada
permintaan dari pihak wali.
Pasal 384a.
(s.d.u. dg, S. 1927-31
jis. 390, 421.) Dengan penetapan
Menteri Kehakiman si anak belum dewasa
sewaktu-waktu boleh dikeluarkan dari lembaga termaksud dalam pasal yang lalu,
bila alasan-alasan yang mengakibatkan penempatan itu telah tidak ada atau bila
keadaan jasmani dan rohani anak belum dewasa itu tidak mengizinkan penempatan
lebih lama.
Wali selalu leluasa
untuk mempersingkat waktu penempatan yang telah ditentukan dalamm perintah.
Untuk memperpanjang waktu penempatan, perlu diperhatikan lagi ketentuan dalam
pasal yang lalu.
Pengadilan negeri
hanya boleh memerintahkan perpanjangan waktu itu, tiap-tiap kali tidak lebih
dari enam bulan berturut-turut; perintah itu tidak boleh di berikan sebelum
mendengar permintaan itu dari kepala lembaga tempat anak belum dewasa itu
tinggal pada waktu permintaan perpanjangan diajukan atau diri seorang
penggantinya.
Bagian II. Tugas Pengurusan
Wali.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 385.
Wali harus mengurus
harta kekayaan anak belum dewasa laksana seorang bapak rumah tangga yang baik
dan bertanggungjawab atas biaya, kerugian dan bunga yang diperkirakan timbul
karena pengurusan yang buruk.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila kepada si anak belum dewasa, baik dengan suatu
akta antara orang-orang yang masih hidup, maupun dengan sebuah wasiat, telah
dihibahkan atau dihibah-wasiatkan sejumlah harta benda dan pengurusannya itu
dipercayakan kepada seorang pengurus atau lebih yang telah ditunjuk, maka
ketentuan-ketentuan pasal 307, yang berlaku bagi pemangku kekuasaan orang tua,
berlaku juga bagi wali. (KUHPerd. 391, 400, 452.)
Pasal 386.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Dalam waktu sepuluh hari setelah perwalian mulai
berlaku, wali harus menuntut pengangkatan penyegelan, bila penyegelan ini telah
dilakukan, dan dengan dihadiri oleh wali pengawas, segera membuat atau menyuruh
membuat daftar barang-barang kekayaan si anak belum dewasa. (Ov. 100 dst.)
Daftar barang-barang
atau inventaris itu boleh dibuat di bawah tangan; tetapi dalam segala hal
keberesannya harus dikuatkan di bawah sumpah oleh wali sendiri di hadapan balai
harta peninggalan; bila inventaris itu dibuat di bawah tangan, inventaris itu
harus diserahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370 dst, 417; 452;
Rv. 663 dst., 672 dst.; Wsk. 50.)
Pasal 387.
Bila si anak belum
dewasa berutang kepada wali, maka hal itu harus dijelaskan dalam inventaris;
dalam hal tidak ada penjelasan dalam inventaris yang demikian itu, wali tidak
akan diperbolehkan menagih sesuatu yang dipiutangkannya, sebelum anak belum
dewasa itu menjadi dewasa; tambahan lagi, ia akan kehilangan segala bunga dan
angsuran atas jumlah pokok yang sedianya dapat ditagih semenjak pembuatan
inventaris sampai saat anak belum dewasa menjadi dewasa; tetapi selama masa
itu, bagi wali, kedaluwarsa tidak berlaku, (KUHPerd. 452, 1986.)
Pasal 388.
(S. d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pada permulaan setiap perwalian, kecuali yang
dilakukan oleh ayah atau ibu, balai harta peninggalan, setelah mendengar wali
pengawas bila bukan balai harta peninggalan sendiri yang menjadi wali pengawas,
dan setelah memanggil keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa, menurut
perkiraan dan dalam keseimbangan dengan harta kekayaan yang harus diurus, harus
menentukan jumlah uang yang diperlukan untuk biaya hidup anak belum dewasa itu
beserta biaya yang diperlukan guna mengurus harta kekayaan; semuanya itu tidak
mengurangi kemungkinan campur tangan pengadilan negeri, bila balai harta
peninggalan tidak menyetujui pendapat sebagian besar keluarga anak belum dewasa
yang hadir.
Dalam akta yang sama
harus ditentukan pula, apakah wali, dalam menjalankan pengurusan, diperkenankan
pula dengan upah menggunakan seorang pengurus khusus atau lebih, yang akan
mewakili wali dan di bawah tanggungjawab wali. (KUHPerd. 333 dst., 345, 361,
372, 452.)
Pasal 389.
(s.d. u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Wali wajib mengusahakan supaya dijual segala
meja-kursi atau perkakas rumah tangga, yang pada permulaan atau selama
perwalian jatuh ke dalam kekayaan si anak belum dewasa, demikian juga
barang-barang bergerak yang tidak memberikan hasil, pendapatan atau keuntungan,
kecuali barang-barang yang menurut alamnya dapat disimpan, asal saja dengan
persetujuan balai harta peninggalan dan setelah mendengar atau memanggil dengan
sah wali pengawas, bila yang menjadi wali-pengawas bukan balai harta
peninggalan sendiri, serta keluarga sedarah atau semenda.
Penjualan harus
dilakukan di muka umum oleh petugas yang berhak, dengan memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan setempat, kecuali jika pengadilan, setelah mendengar dan
memanggil seperti di atas, kiranya memerintahkan, bahwa barang-barang tertentu
yang ditunjuk, untuk kepentingan anak belum dewasa, harus dijual di bawah
tangan dengan harga atau di atas harga yang telah ditaksir oleh ahli-ahli yang
diangkat untuk itu. (KUHPerd. 417.)
Pengadilan negeri
boleh juga, setelah mendengar seperti di atas, mengizinkan penjualan di muka
umum atau di bawah tangan akan barang-barang bergerak yang sehubungan dengan
ketentuan alinea pertama pasal ini telah disimpan dalam wujud asli, bila
kepentingan si anak belum dewasa menghendakinya.
Barang-barang dagangan
boleh dijual di bawah tangan oleh wali dengan perantaraan makelar, komisioner
atau orang lain yang sejajar, dengan harga kurs yang berlaku, sedangkan
hasil-hasil tanah hendaknya dijual di pasar atau di mana saja dengan harga
pasar. (KUHPerd. 333 dst., 390, 511 dst., 515, 1012; KUHD. 62, 76; Rv. 678
dst.)
Pasal 390.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) si ayah atau si
ibu, sejauh menurut undang-undang mempunyai hak nikmat hasil atas harta
kekayaan si anak belum dewasa, bebas dari kewajiban menjual perabot rumah
tangga atau barang-barang bergerak lainnya, bila mereka lebih suka menyimpannya
dengan maksud mengembalikannya dalam keadaan aslinya kelak kepada si anak belum
dewasa.
Dalam hal itu mereka,
atas biaya sendiri, harus menyuruh seorang ahli, yang akan diangkat oleh wali
pengawas dan mengangkat sumpah di depan kepala pemerintah daerah, untuk
menaksir harga sebenarnya barang-barang tersebut. Barang-barang yang tidak
dapat diserahkan kembali dalam wujud aslinya harus di dengan sejumlah harga
uang taksiran. (KUHPerd. 311, 370, 389, 1078; Wsk. 38.)
Pasal 391.
Wali diwajibkan
membungakan sisa penghasilan setelah pendapatan dikurangi dengan pengeluaran,
bila saldo untung melebihi seperempat daripada pendapatan biasa si anak belum
dewasa. (S. 1897-231.)
Mereka tidak boleh
membungakan uang tunai si anak belum dewasa, selain dengan cara membeli
surat-surat pendaftaran dalam buku utang besar Kerajaan Belanda, membeli
surat-surat piutang atas beban Indonesia dan memindahkannya atas nama si anak
belum dewasa, membeli barang-barang tetap atau membeli surat-surat piutang
berbunga, dan dengan memberi jaminan hipotek atas barang tak bergerak, yang
harganya dibebaskan dari segala beban sekurang-kurangnya sepertiga lebih dari
jumlah uang yang diperbungakan.
Bila wali lalai selama
satu tahun untuk membungakan sejumlah uang dengan cara seperti diperintahkan
dalam pasal ini, mereka harus membayar bunga uang itu menurut undang-undang.
(KUHPerd. 370, 372, 385, 393, 452, 1250, 1767; S, 1848-22.) -,
Pasal 392.
(s.du. dg.,S. 1927=31 jis. 390, 421.) Bila dalam harta
kekayaan si anak belum dewasa terdapat sertipikat-sertipikat utang nasional,
wali wajib meminta memindahkannya ke dalam buku besar atas nama anak belum
dewasa itu.
Surat piutang atas
beban Indonesia pun harus dipindahkannya atas nama si anak belum dewasa. Dengan ancaman hukuman membayar biaya,
kerugian dan terus berusaha agar peraturan ini dilaksanakan.
Bagaimana balai harta
peninggalan menurut pasal ini dan pasal-pasal 371 dan 474 harus melaksanakan
kewajiban untuk membayar ganti kerugian bagi semua anggota majelis bersama-sama
atau bagi setiap anggota khususnya, diatur oleh pemerintah dalam sebuah
instruksi bagi semua balai harta peninggalan. (KUHPerd. 370, 372, 391, 416,
1365 dst.; S. 1891-21, bdk. Wsk. 24.)
Pasal 393.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis, 390, 421.) Wali tidak boleh meminjam uang untuk kepentingan si
anak belum dewasa, juga tidak boleh mengasingkan atau menggadaikan
barang-barang tak bergerak, pula tidak boleh menjual atau memindah tangankan
surat-surat utang negara, piutang-piutang dan andil-andil, tanpa memperoleh
kuasa untuk itu dari pengadilan negeri.
Pengadilan negeri tidak akan memberikan kuasa ini, kecuali atas dasar
keperluan yang mutlak atau bila jelas bermanfaat dan setelah mendengar atau
memanggil dengan sah keluarga atau semenda anak belum dewasa dan wali pengawas.
(KUHPerd. 309, 333, 372, 397 dst., 412, 425, 452, 1076, 1170, 1216, 1330 dst.,
1448, 1852; Rv,. 644,.dst.; LN. 1953-86 pasal 7 di bawah KUHPerd. 383)
Pasal 394.
Bila wali hendak
menjual barang-barang tak bergerak, maka surat permohonan yang diajukan oleh
wali harus dilampiri sebuah daftar segala harta kekayaan si anak belum dewasa
dan dalam daftar itu harus disebutkan barang yang hendak dijual.
Pengadilan negeri
berwenang untuk mengizinkan penjualan barang-barang itu, baik barang-barang
yang ditunjuk maupun barang-barang lain, yang menurut pertimbangan pengadilan
negeri penjualan barang-barang itu tidak menimbulkan begitu banyak kerugian
bagi si anak belum dewasa. (KUHPerd. 425, 452.)
Pasal 395.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Penjualan harus dilakukan di muka umum, di hadapan
wali pengawas, oleh pegawai yang berhak dan menurut kebiasaan setempat. (AB.
15; KUHPerd. 370, 396, 452; Rv. 684 dst.)
Pasal 396.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390,421.) Pengadilan
negeri boleh mengizinkan penjualan di bawah tangan suatu barang tak bergerak
dalam hal-hal yang luar biasa dan bila kepentingan anak belum dewasa
menghendakinya.
Izin itu tidak akan
diberikan, kecuali atas permintaan wali yang harus disertai alasan-alasannya
dan dengan persetujuan bersama dari wali pengawas dan keluarga sedarah atau
semenda.
Bila keluarga sedarah
atau semenda tidak semua datang menghadap atas panggilan, maka cukup
persetujuan bersama dari mereka yang datang.
Barang tidak bergerak
itu tidak boleh dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga yang sebelum
pemberian izin telah ditaksir oleh tiga orang ahli yang diangkat oleh
pengadilan negeri. (KUHPerd. 333 dst., 397 dst., 452; Rv. 685.)
Pasal 397.
Segala bentuk acara
yang ditentukan dalam pasal 393 tidak berlaku, bila dalam suatu putusan
pengadilan, atas permintaan salah seorang di antara beberapa orang penilik
barang yang belum dibagi, diperintahkan menjualnya, kecuali bahwa penjualan itu
selalu harus dilakukan di muka umum. (KUHPerd. 452; Rv. 684 dst.)
Pasal 398.
Bila hakim, sehubungan
dengan pasal 393, mengizinkan penjualan suratsurat berharga milik si anak belum
dewasa, maka boleh ditetapkan bahwa penjualan itu hendaknya dilakukan di bawah
tangan, asalkan surat-surat tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga harganya
pada hari pejualan dapat diperlihatkan dalam surat kabar biasa mengenai harga
atau pemberitahuan sejenis itu, sebagaimana lazimnya dikeluarkan di Indonesia.
(KUHPerd. 396, 452; KUHD 62.)
Pasal 399.
Wali tidak boleh
menjual barang tak bergerak si anak belum dewasa, selain dengan lelang umum.
Dalam hal itu
pembelian tidak akan mempunyai kekuatan, sebelum disahkan pengadilan negeri
menurut syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam alinea alinea kedua, ketiga
dan keempat pasal 396. (KUHPerd. 452, 1470.)
Pasal 400.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Wali tidak
boleh menyewa atau mengambil sebagai hak usaha untuk diri sendiri barang-barang
si anak belum dewasa, kecuali bila pengadilan negeri telah mengizinkan
syarat-syaratnya setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah
atau semenda si anak belum dewasa dan wali pengawas; dalam hal demikian, wali
pengawaslah yang berhak mengadakan perjawian dengan si wali. (KUHPerd. 417,
452.)
Tanpa izin yang sama,
wali tidak boleh menerima penyerahan hak atau piutang terhadap mereka yang ada
di bawah perwaliannya. (KUHPerd. 333 dst., 370, 385, 452, 613, 1533, 1548.)
Pasal 401.
Wali tidak boleh
menerima warisan yang diperuntukkan bagi si anak belum dewasa, selain dengan
hak istimewa akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 1046.)
Wali tidak boleh menolak
warisan tanpa izin untuk itu yang diperoleh dengan cara yang ditentukan dalam
pasal 393. (KUHPerd. 371, 386, 430, 452, 1023, 1057, 1448.)
Pasal 402.
Izin yang sama
diperlukan juga untuk menerima sebuah hibah yang diperuntukkan bagi si anak
belum dewasa; akibat hibah yang demikian adalah sama seperti akibat hibah yang
diberikan kepada seorang yang telah dewasa. (KUHPerd. 452, 1448, 1677, 1685,
1687.)
Pasal 403.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Sebelum mengajukan gugatan di muka hakim untuk si anak
belum dewasa, atau sebelum membelanya terhadap suatu gugatan, atas tanggung
jawab sendirisi wali boleh meminta kepada balai harta peninggalan supaya
dikuasakan untuk itu; balai itu, atas permintaan tersebut, harus menanyakan
terlebih dulu pendapat para keluarga sedarah atau semenda si anak belum dewasa,
demikian pula pendapat wali pengawas, sekiranya perwalian pengawas tidak
dilakukan oleh balai harta peninggalan sendiri.
Wali yang tanpa izin
tersebut mengajukan gugatan di muka hakim atau mengadakan pembelaan atas suatu
gugatan, dapat dihukum oleh hakim untuk membayar segala biaya perkara dengan
uangnya sendiri, bila dipandangnya bahwa tidak dengan alasan yang layak perkara
itu dimulainya atau dipertahankannya; hal ini tidak mengurangi kewajiban wali untuk
membayar biaya, kerugian dan bunga, sekiranya ada alasan untuk itu.
Hukuman yang sama
dapat juga diberikan bila ternyata bahwa izin tersebut didapatnya karena
penuturan yang bohong atau penyembunyian keadaan yang sebenarnya. (KUHPerd. 333
dst., 404 dst., 452, 1448; Wsk. 13; Rv. 58 dst..)
Pasal 404.
Dalam suatu perkara
yang diajukan terhadap si anak belum dewasa, wali tidak leluasa menyatakan
menerima putusan tanpa kuasa untuk itu dari balai harta peninggalan dengan cara
yang disebutkan dalam permulaan pasal yang lain. (KUHPerd. 403, 452; Wsk. 13.)
Pasal 405.
Wali diharuskan
mendapat izin yang sama, bila ia hendak meminta pemisahan atau pembagian;
tetapi tanpa izin la boleh menjawab tuntutan akan pemisahan atau pembagian yang
diajukan terhadap anak belum dewasa. (KUHPerd. 403, 452; 1066.)
Pasal 406.
Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam hal pemisahan dan
pembagian harta yang menyangkut kepentingan anak belum dewasa, ditetapkan dalam
Bab XVII Buku Kedua yang berjudul Pemisahan Harta Peninggalan. (KUH Perd. 401,
452, 1066 dst., 1072 dst., 1448.)
Pasal 406a.
(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Bila anak-anak belum dewasa yang berada di bawah
beberapa orang wali mempunyai harta kekayaan yang sama, pengadilan negeri boleh
menunjuk salah seorang dari mereka atau orang lain untuk menyelenggarakan
pengurusan harta kekayaan itu sampai pemisahan dan pembagian selesai, atas
jaminan yang ditentukan pengadilan negeri. (KUHPerd. 319e6.)
Pasal 407.
Tanpa izin yang dibicarakan dalam pasal 393, wali tidak boleh mengadakan
perdamaian atas nama si anak belum dewasa, pula tidak diperbolehkan menyerahkan
penyelesaian suatu perkara kepada wasit. (KUHPerd. 452, 1448; 1851; Rv. 615
dst.)
Pasal 408.
(s.d.u. dg. S. 1927-31jis. 390, 421.) Jika si ayah atau si ibu dan istrinya atau suaminya
yang telah lebih dulu meninggal dunia, dulunya kawin dengan harta bersama
secara penuh atau terbatas, maka pengadilan negeri, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah para keluarga sedarah atau semenda beserta wali pengawas,
boleh memberi kuasa kepadanya agar selama waktu yang ditentukan, bahkan sampai
si anak yang belum dewasa menjadi dewasa, terus menguasai harta kekayaan itu,
pendapatan perusahaan, perdagangan, pabrik atau yang sejenis itu.
Izin itu tidak dapat
diberikan, kecuali jika setelah pengadilan negeri melihat daftar, kekayaan,
ternyata bahwa kepentingan anak belum dewasa adalah sangat besar dan ada
jaminan yang diberikan oleh wali atau wali pengawas. Izin tersebut, atas permohonan wali atau wali
pengawas, boleh dicabut setelah mendengar seperti di atas.
Bahkan kejaksaan,
karena jabatan boleh menuntut pencabutan izin itu. (KUHPerd. 119, 127, 153,
155, 333 dst., 370, 452.)
Bagian 12. Perhitungan
Pertanggungjawaban Perwalian.
(Tidak berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 409
Setiap wali, pada
akhir perwalian wajib mengadakan perhitungan penutup dan pertanggungjawaban.
(KUHPerd. 342, 372, 378, 381b, 452; Rv. 580-40; IR. 233.)
Pasal 410.
(s.d.u. dg. S.
1917-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Perhitungan dan pertanggung-jawaban itu harus dilakukan atas biaya dan kepada
si anak belum dewasa bila ia telah menjadi dewasa, atau kepada ahli.warisnya
bila ia telah meninggal, atau kepada
pengganti pengurus.
Wali harus membayar
lebih dulu biaya-biaya untuk itu.
Dalam perhitungan itu, untuk semua pengeluaran yang perlu, yang pantas dan
yang cukup beralasan, wali harus mendapat penggantian. (KUHPerd. 330, 370, 410,
462; Rv. 99, 764 dst.)
Pasal 411.
(s.d.u. dg. S.1928-546.) Semua wali, kecuali ayah, ibu
dan wali peserta, boleh memperhitungkan upah sebesar tiga persen dari segala
pendapatan, dua persen dari segala pengeluaran, dan satu setengah persen dari
modal yang mereka terima, kecuali jika mereka lebih suka menerima upah yang
ditentukan dengan surat wasiat atau dengan akta otentik tersebut dalam pasal
355; dalam hal yang demikian mereka tidak boleh memperhitungkan upah yang lebih
besar. (Ov. 22, 80; KITHPerd. 388, 452,
1794; S. 1924-523.)
(Dg. S. 1,927-31 ditambahkan alinea kedua,
kemudian dicabut lagi dg. S. 1927-456.)
Pasal 412.
Setiap persetujuan
mengenai perwalian dan perhitungan-perwalian, yang telah diadakan antara wali
dan anak belum dewasa yang sementara itu menjadi dewasa, adalah batal dan tidak
berharga, bila persetujuan itu tidak didahului perhitungan yang baik dan
pertanggungjawaban dengan alat-alat bukti yang diperlukan; semuanya itu harus
dinyatakan dengan pengakuan tertulis dari pihak yang kepadanya harus dilakukan
perhitungan itu, yang diberikan sekurang-kurangnya sepuluh hari sebelum
persetujuan. (AB. 23; KUHPerd. 452, 904, 1451,1852.)
Pasal 413.
Perhitungan penutup
yang harus diadakan oleh wali, tanpa ditagih pun harus memberikan bunga sejak
hari perhitungan ditutup.
Segala bunga dari apa
yang masih menjadi utang si anak belum dewasa terhadap walinya tidak akan
berjalan, kecuali sejak hari teguran pelaksanaan pembayaran, setelah
perhitungan dan pertanggung-jawaban ditutup. (KUHPerd. 335 dst., 452, 1149-7o, 1250, 1767;
Rv. 580-8 o,
704-3 o,
774; Wsk. 33; S. 1848-22.)
Pasal 414.
Segala tuntutan si
anak belum dewasa terhadap walinya berkenaan dengan tindakan-tindakan
perwalian, gugur karena daluwarsa setelah lewat sepuluh tahun, terhitung sejak
anak itu menjadi dewasa. (KUHPerd. 452, 1946.)
Bagian 13. Balai harta
Peninggalan Dan Dewan Perwalian.
(Berlaku bagi semua
golongan Timur Asing)
Pasal 415.
(s.d.u. dg. S. 1921-489; S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri ada balai
harta peninggalan, yang daerah dan tempat kedudukannya sama dengan daerah dan
tempat kedudukan pengadilan negeri. (RO. 117 dst.; RBg. 73 dst.)
Pemerintah boleh
menentukan, bahwa segala kekuasaan yang diberikan kepada suatu balai harta
peninggalan beserta usaha-usahanya, dipangku dan dijalankan oleh atau atas nama
salah satu balai harta peninggalan yang lain.
Dalam hal demikian, balai harta peninggalan tersebut terakhir harus
diwakili oleh seorang anggota perwakilan yang berkantor di tempat balai harta
peninggalan tersebut pertama. Kecuali
dalam hal yang ditunjukkan dalam instruksi untuk semua balai harta peninggalan,
anggota perwakilan itu selamanya berkuasa untuk bertindak atas nama balai harta
peninggalan. (Wsk. 13; S. 1934-28 jo. 1948-35.)
Bila pemerintah telah
mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya dalam alinea yang lalu, maka
balai harta peninggalan yang diperintahkan bertugas untuk balai harta
peninggalan lain, dalam segala urusan yang mengenai majelis tersebut terakhir,
dianggap mempunyai tempat tinggal semata-mata di kantor anggota perwakilan
tersebut.
(s.d. u. dg. S. 1902-222.) Untuk setiap balai harta peninggalan harus diangkat
agen-agen di tempat-tempat yang benar-benar membutuhkannya. (Wsk. 40.) (s.d.t.
dg. S. 1916-325.) Penunjukan wakil
semua balai harta peninggalan di Negeri Belanda dilakukan oleh Menteri Urusan
Daerah Seberang Lautan, yang harus membuat instruksi bagi perwakilan tersebut.
Pasal 416.
Instruksi untuk semua
balai harta peninggalan ditentukan oleh pemerintah, setelah mendengar Mahkamah
Agung. Instruksi ini mengatur susunan
dan peraturan dalam tiap-tiap balai harta peninggalan, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
dalam perundang-undangan baru. (Ov. 70; KUHPerd. 366, 452; Rv. 787; S.
1872-166.)
Pasal 416a.
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421; s.d.u. dg. S. 1933-564.) Dalam daerah hukum setiap pengadilan negeri, ada
sebuah dewan perwalian, yang ditugaskan melakukan segala usaha pemeliharaan,
kecuali campur tangan yang dengan tegas disebutkan dalam kitab undang-undang
ini dan peraturan-peraturan pemerintah lainnya, bagi anak belum dewasa yang
dipercayakan kepadanya dengan putusan hakim menurut pasal 214, pasal 319f
alinea ketima, atau pasal 382 alinea ketiga, seperti juga bagi anak-anak
diserahkan kepadanya oleh kejaksaan menurut pasal 319i atau pasal 382a. (S.
1927-382.)
(s.d.t. dg. S. 1933-564.) Daerah dan tempat kedudukan dewan perwalian sama
dengan daerah dan tempat kedudukan pengadilan negeri.
Biaya yang dikeluarkan
dewan perwalian dibebankan kepada negara.
(s.d.t. dg. S. 1938-622.) Bila dewan perwalian, menurut bab ini atau Bab X, XI,
XIV dan XIVA buku ini, maju ke pengadilan, maka bantuan seorang pengacara atau
advokat tidak diharuskan.
(s.d.t. dg. S. 1938-622.) Dewan perwalian harus berusaha, agar segala uang yang
dibayar oleh orang-orang yang menurut buku ini diwajibkan memberikan tunjangan
untuk nafkah dan pendidikan anak belum dewasa, dgunakan sesuai dengan
maksudnya.
Pasal 416b.
(s.d. t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.; s.d.u. dg. S. 1933-564,) Tanpa mengurangi ketentuan alinea berikut, dewan
perwalian terdiri dari balai harta peninggalan setempat, dengan jumlah anggota
yang ditentukan oleh pemerintah. (S. 1927-382.)
Bila pemerintah mempergunakan kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh
alinea kedua pasal 415, maka dewan perwalian terdiri dari anggota perwakilan
balai harta peninggalan yang berkedudukan di lain daerah, yaitu anggota yang
berkantor di daerah setempat, dan sejumlah anggota yang ditentukan oleh
pemerintah. (S. 1934-28.)
Pegawai balai harta
Peninggalan melakukan tugas pada dewan perwalian sama seperti pada balai harta
peninggalan.
Cara dewan perwalian
menunaikan tugasnya, diatur oleh pemerintah. (S. 1927-382.)
Untuk tiap dewan
perwalian, di tempat-tempat yang membutuhkannya diangkat agen-agen.
Pasal 417.
(s.d.u. dg. S. 1925-113jo. 181; 1927-31jis. 390,421.) Setiap balai harta peninggalan dan dewan perwalian
boleh mewakilkan atau menguasakan dirinya kepada salah seorang anggota atau
pegawainya, atau kepada seorang agennya dalam hal bila mereka selaku majelis
harus menunaikan tugas di luar gedung rapat mereka (KUHPerd. 127, 386, 396,
452, 1071 dst., 1075; F. 67 dst.)
Dalam hal-hal, bila
balai harta peninggalan dan dewan perwalian dimintai pertimbangan, mereka harus
menyatakan pendapatnya secara tertulis dengan alasan-alasannya. (KUHPerd. 38,
41, 381, 384, 389, 393, 400, 408, 418, 422, 455, 1075, 1127; Wsk. 36.)
Pasal 418.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Balai harta
peninggalan dan dewan perwalian bisa dikesampingkan dari segala campur tangan,
yang diperintahkan kepada mereka menurut ketentuan undang-undang. (KUHPerd.
366, 449, 451 dst, 1127.)
Segala perbuatan dan
perjanjian yang bertentangan dengan ketentuan di atas adalah batal dan tidak
berharga. (AB, 23.)
Pasal 418a.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390,421.) Kepala daerah
dan pegawai catatan sipil wajib sedapat mungkin memberikan
keterangan-keterangan dengan cuma-cuma kepada balai harta peninggalan dan dewan
perwalian, dan dengan cuma-cuma pula memberikan salinan dan petikan dari
daftar-daftar yang tersebut untuk kepentingan tugas yang harus mereka lakukan;
salinan dan petikan yang diberikan itu bebas dari meterai. (Zeg. 31, II, 6o.)
BAB XVI. PENDEWASAAN (Ov. 60)
(berlaku bagi golongan Timur
Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 419.
Dengan pendewasaan,
seorang anak yang masih di bawah umur boleh dinyatakan dewasa, atau kepadanya boleh diberikan
hak-hak tertentu orang dewasa. (KUHPerd. 307, 330, 399, 420 dst., 426 dst.)
Pasal 420
Pendewasaan yang menjadikan orang yang masih
di bawah umur menjadi dewasa, diperoleh dengan venia aetatis atau surat-surat
pernyataan dewasa, yang diberikan oleh pemerintah setelah mempertimbangkan
nasihat Mahkamah Agung. (KUHPerd. 274.)
Pasal 421.
Permohonan akan surat
pernyataan dewasa boleh diajukan kepada pemerintah oleh anak yang di bawah
umur, bila ia telah mencapai umur dua puluh tahun penuh.
Pada surat permohonan
itu harus dilampirkan akta kelahiran, atau bila itu tidak dapat diberikan,
tanda bukti lain yang sah tentang umur yang disyaratkan itu. (KUHPerd. 72, 330,
383; BS. 40.)
Pasal 422.
(s.d.u. dg. S.
1927-31 jis. 390, 421.) Mahkamah
Agung tidak memberi nasihat sebelum mendengar atau memanggil secukupnya kedua
orang tua anak yang di bawah umur itu atau orang tuanya yang masih hidup, dan
bila anak yang di bawah umur itu ada dalam perwalian, walinya, wali pengawasnya
dan keluarga-keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd. 300, 306, 333 dst.)
Pasal 423.
(s.d.u. dg. S. 1925-497; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
termaksud dalam pasal yang lampau mengenai para orang tua, wali dan wali
pengawas yang bertempat tinggal atau berdiam di luar kabupaten tempat Mahkamah
Agung berkedudukan. Pegawai yang ditugaskan melakukan pemeriksaan itu, harus
memberikan penjelasan apa saja yang dianggapnya perlu pada waktu mengirimkan
berita acaranya. Berita acara itu dengan penjelasannya harus dilampirkan pada
nasihat yang harus disampaikan oleh Mahkamah Agung kepada pemerintah.
Pasal 424.
si anak yang telah
dinyatakan dewasa, dalam segala hal sama dengan orang dewasa.
(s.d.u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Akan tetapi mengenai pelaksanaan perkawinan, dia tetap
wajib untuk meminta izin dari para orang tuanya atau dari kakek-neneknya atau
dari pengadilan negeri menurut ketentuan-ketentuan pasal 35 dan pasal 37,
sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, sedangkan terhadap
anak-anak luar kawin yang telah diakui, pasal 39 alinea pertama tetap berlaku
sampai mereka mencapai umur dua puluh satu tahun penuh. (KUHPerd. 299, 330,
1006.)
Pasal 425.
(s.d. u. dg. S. 1901-194 jo. S. 1905-552; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Untuk kepentingan anak yang masih di bawah umur itu,
pemerintah bebas untuk menambahkan dalam surat pernyataan dewasa itu suatu
ketentuan, bahwa meskipun anak itu diberi pernyataan dewasa, dia tidak
diperbolehkan, sampai dia mencapai umur dua puluh satu tahun penuh, untuk
memindahtangankan atau membebani harta tak bergeraknya selain dengan
persetujuan pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang diberikan setelah
mendengar atau memanggil secukupnya kedua orang tuanya, atau salah seorang yang
masih hidup dari mereka, atau bila keduanya sudah tidak ada, keluarga-keluarga
sedarah atau semenda.
Dalam hal penjualan,
pengadilan negeri boleh juga menyetujui hal itu dilakukan di bawah tangan.
(KUHPerd. 393, 396; Rv. 685.)
Terhadap pemeriksaan
kedua orang tua, alinea keempat pasal 206 berlaku.
Pasal 426.
(s. d. u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan, yang memberikan hak-hak tertentu sebagai
orang dewasa kepada anak yang di bawah umur, boleh diberikan oleh pengadilan
negeri kepada anak yang di bawah umur atas permohonannya, bila dia telah
mencapai umur delapan belas tahun penuh.
Hal itu tidak diberikan bila bertentangan dengan kemauan salah seorang
tuanya yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 140, 299
dst., 307 dst., 430 dst.)
Pasal 427.
(s.d.u. dg. S. 1875-257; S. 1927-31jis. 390,421.) Pengadilan negeri tidak mengambil keputusan sebelum
mendengar atau memanggil dengan sah kedua orang tuanya, bila anak yang di bawah
umur itu ada dalam kekuasaan orang tuanya, atau bila dia ada dalam perwalian,
mendengar atau memanggil dengan sah walinya, wali pengawasnya, keluarga sedarah
atau semenda, serta kedua orang tuanya atau orang tua yang masih hidup bila
yang melakukan perwalian atas orang yang di bawah umur itu bukan orang tuanya.
Alinea keempat pasal
206 berlaku dalam hal mendengar para orang tua, wali dan wali pengawas.
Sebelum mengambil
keputusan, pengadilan negeri boleh memerintahkan anak yang di bawah umur itu
untuk menghadap sendiri.
Sebelum menutup
pemeriksaan, pengadilan negeri harus menentukan hari pengambilan keputusan.
Terhadap keputusan
pengadilan negeri ini, tidak dapat dimintakan banding. (KUHPerd. 299 dst., 330,
349, 350, 352, 380 dst., 428; Rv. 327 dst.)
Pasal 428.
(s.d.u. dg. S. 1875-257.) Pada waktu memberikan pendewasaan, pengadilan negeri
harus menentukan dengan tegas, hak-hak kedewasaan manakah yang diberikan kepada
anak yang di bawah umur itu. (KUHPerd. 430.)
Pasal 429.
Si anak di bawah umur
yang telah mendapat pendewasaan demikian itu, dianggap sebagai orang dewasa
hanya dalam hal perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang dengan tegas diperintahkan
kepadanya, dan ia tidak boleh mengingkari keabsahannya atas dasar
kebelumdewasaan. Untuk hal-hal lainnya
dia tetap dalam kedudukan belum dewasa. (KUHPerd. 428, 1446 dst.)
Pasal 430.
Wewenang dan hak-hak
yang diberikan kepada si anak yang belum dewasa menurut pasal-pasal 426, 427,
dan 428, tidak boleh lebih daripada wewenang dan hak untuk menerima seluruh
atau sebagian pendapatannya, mengeluarkan dan menggunakan pendapatannya itu,
mengadakan persewaan, menggarap tanah-tanahnya, dan melakukan usaha-usaha yang
perlu untuk itu, melakukan suatu pekerjaan tangan, mendirikan suatu pabrik atau
ikut berusaha dalam itu, dan akhimya menjalankan mata-pencaharian dan
perdagangan.
(s.d.u. dg. S. 1875-257.) Dalam kedua hal tersebut terakhir, anak yang di bawah
umur itu berwenang seperti seorang dewasa untuk mengangkat segala perjanjian
yang berhubungan dengan pabrik itu, mata-pencaharian dan perdagangan itu,
kecuali pemindahtanganan dan pembebanan harta-harta tetapnya dan
pemindahtanganan dan penggadaian efek-efeknya yang memberi bunga, surat-surat
pendaftaran dalam buku besar utang-utang negara, tagihan-tagihan utang hipotek
dan saham-saham dalam perseroan terbatas atau perseroan lain.
(s. d. t. dg. S. 1875-257,) Dalam hal perbuatan-perbuatan yang boleh dia lakukan
berdasarkan pendewasaan yang telah diperolehnya, dia boleh bertindak di
pengadilan, baik sebagai penggugat ataupun sebagai tergugat. Pasal 21 tidak berlaku terhadap
perbuatan-perbuatan itu. (KUHPerd. 299, 307, 383, 385, 506 dst. 613, 814, 1386,
1446, 1448, 1548 dst., 1677; KUHD 19 dst., 40 dst.)
Pasal 431.
(s.d. u. dg. S. 1875-257, S. 1927-31 jis. 390, 421.) Pendewasaan tersebut dalam lima pasal yang lampau oleh
pengadilan negeri boleh ditarik kembali, bila anak di bawah umur itu
menyalahgunakannya atau bila ada cukup kekhawatiran bahwa dia akan menyalahgunakannya.
Penarikan kembali
dilakukan atas permohonan ayahnya, bila kedua orang tuanya masih hidup, atau
atas permohonan ibunya, bila kekuasaan orang tua dilakukan olehnya, atau atas
permohonan wali atau wali pengawas, bila orang yang di bawah umur itu berada
dalam perwalian.
Terhadap permohonan
itu tidak diambil keputusan sebelum mendengar atau memanggil dengan sah anak
yang di bawah umur itu dan walinya, bila permohonan itu diajukan oleh wali
pengawasnya, atau mendengar atau memanggil dengan sah wali pengawas, bila
permohonan diajukan oleh si wali.
Pengadilan negeri
boleh memerintahkan supaya keluarga sedarah atau semenda, dan ayahnya atau
ibunya, sekiranya salah seorang dari antara mereka masih hidup tanpa dibebani
tugas perwalian, dipanggil untuk didengar. Pengadilan mengambil keputusan tanpa
banding. (KUHPerd. 299 dst., 330, 333 dst., 370, 427.)
(s.d.t. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Alinea keempat pasal 206 tidak berlaku terhadap
pemeriksaan para orang tua, wali dan wali pengawas.
Pasal 432.
Semua pendewasaan tersebut dalam bab ini, demikian pula pencabutannya
menurut pasal-pasal yang lampau, harus diumumkan dengan cara membuat maklumat
dan memasangnya dalam berita negara. (Ov. 105.)
Dalam maklumat
pendewasaan itu, harus dicantumkan dengan teliti, bagaimana dan untuk apa hal
itu diberikan. Sebelum diadakan maklumat
ini, baik pendewasaan itu maupun pencabutannya, tidak berlaku terhadap pihak
ketiga. (KUHPerd. 430 dst.; S. 1851-51.)
BAB XVII. PENGAMPUAN
(Berlaku bagi seluruh
golongan Timur Asing.)
Pasal 433.
Setiap orang dewasa,
yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan
di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya.
Seorang dewasa boleh
juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. (KUHPerd. 456 dst., 460,
462, 895, 1006, 1330.)
Pasal 434.
Setiap keluarga
sedarah berhak minta pengampuan keluarga sedarahnya berdasarkan keadaan dungu,
gila atau mata gelap.
Disebabkan karena
pemborosan, pengampuan hanya dapat diminta oleh para keluarga sedarah dalam
garis lurus, dan oleh mereka dalam garis samping sampai derajat keempat.
Dalam satu dan lain
hal, suami atau istri dapat minta pengampuan bagi istrinya atau suaminya.
Barangsiapa, karena
lemah akal pikirannya, merasa tidak cakap mengurus kepentingan diri sendiri
dengan baik, dapat minta pengampuan bagi diri sendiri. (KUHPerd. 114, 290 dst.
445; IR. 229 dsb.)
Pasal 435.
Bila seseorang yang
dalam keadaan mata gelap tidak dimintakan pengampuan oleh orang-orang tersebut
dalam pasal yang lain, maka jawatan kejaksaan wajib memintanya.
Dalam hal dungu atau
gila, pengampuan dapat diminta oleh jawatan kejaksaan bagi seseorang yang tidak
mempunyai suami atau istri, juga yang tidak mempunyai keluarga sedarah yang
dikenal di Indonesia.
Pasal 436.
Semua permintaan untuk
pengampuan harus diajukan kepada pengadilan negeri yang dalam daerah hukumnya
tempat berdiam orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 17 dst.)
Pasal 437.
Peristiwa-peristiwa
yang menunjukkan keadaan dungu, gila, mata getap atau keborosan, harus dengan
jelas disebutkan dalam surat permintaan, dengan bukti-bukti dan penyebutan
saksi-saksinya. (KUHPerd. 440, 456 dst., 1909, 1914.)
Pasal 438.
Bila pengadilan negeri
berpendapat, bahwa peristiwa-peristiwa itu cukup penting guna mendasarkan suatu
pengampuan, maka perlu didengar para keluarga sedarah atau semenda. (KUHPerd.
290, 333 dst., 453; IR. 230.)
Pasal 439.
Pengadilan negeri,
setelah mendengar atau memanggil dengan sah orang-orang tersebut dalam pasal
yang lain, harus mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan; bila orang
ini tidak mampu untuk datang, maka pemeriksaan harus dilangsungkan di rumahnya
oleh seorang atau beberapa orang hakim yang diangkat untuk itu, disertai oleh
panitera, dan dalam segala hal dihadiri oleh jawatan kejaksaan. (KUHPerd. 445.)
Bila rumah orang yang
dimintakan pengampuan itu terletak dalam jarak sepuluh pal lebih dari
pengadilan negeri, maka pemeriksaan dapat dilimpahkan kepada kepala
pemerintahan setempat. Dari pemeriksaan
ini, yang tidak usah dihadiri oleh jawatan kejaksaan, harus dibuat berita acara
yang salinan otentiknya dikirimkan kepada pengadilan negeri. (KUHPerd. 445,
1023.)
Pemeriksaan tidak akan
berlangsung sebelum kepada yang dimintakan pengampuan itu diberitahukan isi
surat permintaan dan laporan yang memuat pendapat dari anggota-anggota keluarga
sedarah. (KUHPerd. 441, 443, 455.)
Pasal 440.
Bila pengadilan
negeri, setelah mendengar atau memanggil dengan sah keluarga sedarah atau
semenda, dan setelah mendengar pula orang yang dimintakan pengampuan,
berpendapat bahwa telah cukup keterangan yang diperoleh, maka pengadilan dapat
memberi keputusan tentang surat permintaan itu tanpa tata-cara lebih lanjut;
dalam hal yang sebaliknya, pengadilan negeri harus memerintahkan pemeriksaan
saksi-saksi agar peristiwa-peristiwa yang dikemukakannya menjadi jelas.
(KUHPerd. 437, 445.)
Pasal 441.
Setelah mengadakan
pemeriksaan tersebut dalam pasal 439, bila ada alasan, pengadilan negeri dapat
mengangkat seorang pengurus sementara untuk mengurus pribadi dan barang-barang
orang yang dimintakan pengampuannya. (KUHPerd. 445 dst., 449; IR. 231.)
Pasal 442.
Putusan atas suatu
permintaan akan pengampuan harus diucapkan dalam sidang terbuka, setelah
mendengar atau memanggil dengan sah semua pihak dan berdasarkan kesimpulan
jaksa. (KUHPerd, 445.)
Pasal 443.
Bila dimohonkan
banding, maka hakim banding, sekiranya ada alasan, dapat mendengar lagi atau
menyuruh mendengar lagi orang yang dimintakan pengampuan. (KUHPerd. 439; IR.
236.)
Pasal 444.
Semua penetapan dan
putusan yang memerintahkan pengampuan, dalam waktu yang ditetapkan dalam
penetapan atau keputusan itu, harus diberitahukan oleh pihak yang memintakan
pengampuan kepada pihak lawannya dan diumumkan dengan menempatkannya dalam
berita negara; semuanya atas ancaman hukuman membayar segala biaya, kerugian
dan bunga sekiranya ada alasan untuk itu. (Ov. 105; KUHPerd. 445 dst., 461.)
Pasal 445.
Bila pengampuan
diminta sehubungan dengan alinea keempat pasal 434, pengadilan negeri mendengar
para keluarga sedarah atau keluarga semenda dan, sendiri atau dengan wakilnya,
si suami atau si istrinya yang meminta, sekiranya ini berada di Indonesia; juga
harus dilakukan ketentuan-ketentuan dalam pasal 439 alinea kesatu dan kedua,
440, 441 dan 442. Dalam hal demikian,
jawatan kejaksaan harus menyelenggarakan pengumuman mengenai keputusan dengan,
Cara yang ditentukan dalam pasal 444.
Pasal 446.
Pengampuan mulai berjalan, terhitung sejak putusan atau penetapan
diucapkan.
Semua tindakan perdata
yang setelah itu dilakukan oleh orang yang ditempatkan di bawah pengampuan,
adalah batal demi hukum.
Namun demikian,
seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan, tetap berhak
membuat surat-surat wasiat. (KUHPerd. 88, 441, 444, 449, 895, 1330, 1446, 1813;
Rv. 248-2-.)
Pasal 447.
Semua tindak perdata
yang terjadi sebelum perintah pengampuan diucap berdasarkan keadaan dungu, gila
dan mata gelap, boleh dibatalkan, bila dasar pengampuan itu telah ada pada saat tindakan-tindakan itu dilakukan.
(KUHPerd. 61-40,
88, 1330-20.)
Pasal 448.
Setelah orang
meninggal dunia, maka segala tindak perdata yang telah dilakukannya, kecuali
pembuatan surat-surat wasiat berdasarkan keadaan dungu, gila dan mata gelap,
tidak dapat disanggah, selain bila pengampuan atas dirinya telah diperintahkan
atau dimintakan sebelum ia meninggal duniaa, kecuali bila bukti-bukti tentang
penyakit-penyakit itu tersimpul dari perbuatan yang disanggah itu. (KUHPerd.
446, 895, 1320-10.)
Pasal 449.
Bila keputusan tentang pengampuan telah mendapatkan kekuatan hukum maka
oleh pengadilan negeri diangkat seorang pengampu. dan itu segera diberitahukan
kepada balai harta peninggalan.
Pengangkatan itu
segera diberitahukan kepada balai harta peninggalan.
Pengampuan pengawas
diperintahkan kepada balai harta peninggalan. (KUHPerd. 418.)
(s.d. u. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421 .) Dalam hal yang demikian, berakhirlah segala campur
tangan pengurus sementara, yang wajib mengadakan perhitungan dan pertanggung
jawaban atas pengurusannya kepada pengampu; bila ia sendiri yang diangkat
menjadi pengampu, maka perhitungan dan pertanggungjawaban itu harus dilakukan
kepada pengampu Pengawas. (KUHPerd. 359 dst., 377 dst., 379 dst., 441, 446; Rv.
580-8o;
Wsk. 60.)
450. Dicabut
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.
Pasal 451.
(s.d.u. dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.) Kecuali jika
alasan-alasan penting menghendaki pengangkatan orang lain menjadi pengampu,
suami atau istri harus diangkat menjadi pengampu bagi istri atau suaminya,
tanpa mewajibkan si istri mendapatkan persetujuan atau kuasa apapun juga untuk
menrima pengangkatan itu. (KUHPerd. 103, 300, 349, 359, 377 dst., 379-3o, 380, 418.)
Pasal 452
Orang yang ditempatkan
di bawah pengampuan berkedudukan sama dengan anak yang belum dewasa.
Bila seseorang yang
karena keborosan ditempatkan di bawah pengampuan hendak melakukan perkawinan,
maka ketentuan-ketentuan pasal 38 dan pasal 151 berlaku terhadapnya.
(s.d.u. dg. S. 1927-31
jis. 390, 421 .) Ketentuan undang-undang tentang perwalia atas anak
belum dewasa, yang tercantum dalam pasal 331 sampai dengan 344, pasal-pasal
362, 367, 369 sampai dengan 388, 391 dan berikutnya dalam Bagian 11, 12 dan 13
Bab XV, berlaku juga terhadap pengampuan. (Ov. 23; KUH-Perd. 63, 330, 458, 539,
1006, 1046, 1149-7 o, 1330 dst., 1446, 1454, 1813; RV. 336; KUHP. 35, 37, 524.)
Pasal 453.
(s.d.u. dg. S. 1,927-31 jis. 390, 421.) Bila seseorang yang ditempatkan di bawah pengampuan
mempunyai anak-anak belum dewasa serta menjalankan kekuasaan orang tua,
sedangkan istri atau suaminya telah dibebaskan atau diberhentikan dari
kekuasaan orang tua, atau berdasarkan pasal 246 tidak diperintahkan menjalankan
kekuasaan orang tua atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kekuasaan orang
tua, seperti juga jika orang yang di bawah pengampuan itu menjadi wali atas
anak-anaknya yang sah, maka demi hukum pengampu adalah wali atas anak-anak
belum dewasa itu sampai pengampuannya dihentikan, atau sampai istri atau
suaminya memperoleh perwalian itu karena penetapan yang dimaksudkan dalam pasal
206 dan pasal 230, atau mendapatkan kekuasaan orang tua berdasarkan pasal 246a,
atau dipulihkan dalam kekuasaan orang tua atau perwalian. (KUHPerd. 300, 345,
353, 458.)
Pasal 454.
Penghasilan orang yang
ditempatkan di bawah pengampuan karena keadaan dungu, gila atau mata gelap,
harus dgunakan khusus untuk memperbaiki nasibnya dan memperlancar penyembuban.
(KUHPerd. 388, 391, 451.)
455. Dicabut
dg. S. 1897-53.
Pasal 456.
(s.d. u. dg. S. 1897-53.) Terhadap orang-orang yang tidak dapat dibiarkan
mengurus diri sendiri atau membahayakan keamanan orang lain karena kelakuannya
terlanjur buruk dan terus-menerus buruk, harus dilakukan tindakan seperti
diatur dalam Reglemen Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili di
Indonesia. (RO. 134; KUHPerd. 455, 457; IR. 234.)
Pasal 457.
Dalam hal adanya
kepentingan yang mendesak, para kepala daerah setempat, menjelang pengesahan
pengadilan negeri, berkuasa memerintahkan penahanan sementara orang-orang yang
dimaksud dalam pasal-pasal yang lalu.
Mereka wajib untuk
bertindak dengan cermat; dan selambat-lambatnya dalam empat hari atau, dalam
hal tempat kedudukan pengadilan negeri yang bersangkutan ada di pulau lain,
dengan kapal yang pertama, mereka harus mengirimkan surat-surat tentang
penahanan kepada kejaksaan yang berwenang, yang harus menyampaikan lagi surat-surat
itu dengan tuntutannya kepada pengadilan negeri segera setelah menerima
surat-surat itu.
Bila pengadilan negeri
tidak menemukan alasan-alasan guna menguatkan penahanan, maka dengan putusan
harus diperintahkan supaya orang yang ditahan itu segera dikeluarkan dari
tahanan.
Putusan ini harus
segera dilaksanakan oleh kepala daerah yang bersangkutan segera setelah
diterimanya, dan hal itu harus diberitahukan kepada kejaksaan dengan cara
seperti yang ditentukan dalam alinea kedua pasal ini. (KUHPerd. 462.)
Pasal 458.
Seorang anak belum
dewasa yang ada di bawah pengampuan tidak dapat melakukan perkawinan, pula
tidak dapat mengadakan perjanjian-perjanjian, selain dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan pada pasal 38 dan pasal 151. (KUHPerd. 453.)
Pasal 459.
Tidak seorang pun, kecuali suami-istri dan keluarga sedarah dalam garis ke
atas atau ke bawah, wajib menjalankan suatu pengampuan lebih dari delapan tahun
lamanya; setelah waktu itu lewat, pengampu boleh minta dibebaskan dan
permintaan ini harus dikabulkan. (KUHPerd. 290 dst., 376 dst.)
Pasal 460.
Pengampuan berakhir bila sebab-sebab yang mengakibatkannya telah hilang; tetapi pembebasan dari pengampuan ini
tidak akan diberikan, selain dengan memperhatikan tata cara yang ditentukan
oleh undang-undang guna memperoleh pengampuan, dan karena itu orang yang
ditempatkan di bawah pengampuan tidak boleh menikmati kembali hak-haknya
sebelum keputusan tentang pembebasan pengampuan itu memperoleh kekuatan hukum
yang pasti. (KUHPerd. 88, 433 dst., IR.
232.)
Pasal 461.
Pembebasan diri
pengampuan harus diumumkan dengan cara yang diatur dalam pasal 444.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 462.
Seorang anak belum
dewasa yang berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, tidak boleh
ditempatkan di bawah pengampuan, tetapi tetap berada di bawah pengawasan
ayahnya, ibunya atau walinya. (KUHPerd. 299, 330, 383, 433.)
Alinea kedua dan ketiga dicabut berdasarkan S. 1897-53.
BAB XVIII. KETIDAKHADIRAN (Wsk. 69.)
(Berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Bagian I. Hal-hal yang
Diperlukan.
Pasal 463.
Bila seseorang
meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakilinya dalam
urusan-urusan dan kepentingan-kepentingannya, atau untuk mengatur
pengelolaannya mengenai hal itu, ataupun bila kuasa yang diberikan tidak
berlaku lagi sedangkan keadaan sangat memerlukan mengatur pengelolaan itu
seluruhya atau sebagian, atau untuk mengusahakan wakil bagianny, maka atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan, atau atas tuntutan kejaksaan,
pengadilan negeri di tempat tinggal orang yang dalam keadaan tidak hadir itu
harus memerintahkan balai harta peninggalan untuk mengelola barang-barang dan
kepentingan-kepentingan orang itu seluruhnya atau sebagian, membela hak-haknya,
dan bertindak sebagai wakilnya. (IR. 235; RBg. 271.)
Semuanya itu tidak
mengurangi ketentuan-ketentuan khusus menurut undang-undang dalam hal
kepailitan atau ketidakmampuan yang nyata. (KUHPerd. 17, 374, 470, 1079, 1813;
F. I dst.)
(s.d.u. dg.,S.
1925-113jo. 181.) Sekiranya harta
kekayaan dan kepentingan orang yang tak hadir itu
sedikit, maka atas permintaan atau tuntutan seperti di atas, ataupun dengan
menyimpang dari permintaan atau tuntutan itu karena karena jabatan,
pengadilan negeri, baik dengan penetapan
termaksud dalam alinea pertama, maupun dengan penetapan lebih lanjut yang masih
akan diambilnya, juga berkuasa untuk memerintahkan pengelolaan harta kekayaan
dan pengurusan kepentingan itu kepada seorang atau lebih yang ditunjuk oleh
pengadilan negeri dari keluarga sedarah atau semenda orang yang tidak hadir
itu, atau kepada istri atau suaminya; dalam hal ini, satu-satunya kewajiban
ialah bila orang yang tak hadir itu kembali, maka keluarga, istri atau suaminya
itu, wajib mengembalikan harta kekayaan itu atu harganya, setelah dikurangi
segala utang yang sementara itu telah dilunasi, tanpa hasil dan pendapatannya,
Pasal 464.
Balai harta
Peninggalan berkewajiban, jika perlu setelah penyegelan, membuat daftar lengkap
harta kekayaan yang pengelolaannya dipercayakan kepadanya. Untuk selanjutnya
balai harta peninggalan, harus mengindahkan peraturan-peraturan mengenai
pengelolaan harta kekayaan anak-anak yang mash di bawah umur, sejauh
peraturan-peraturan itu dapat diterapkan pada pengelolaannya, kecuali bila
pengadilan negeri menentukan lain mengenai hal-hal tertentu. (Ov. 100 dst.;
KUHPerd. 385 dst., 391, 465 dst.; Rv. 672.)
Pasal 465.
Balai harta
Peninggallan berkewajiban untuk memberikan perhitungan dan pertanggung-jawaban secara singkat dan
memperlihatkan efek-efek dan suzat-surat yang berhubungan dengan pengelolaan
itu kepada jawatan kejaksaan pada pengadilan negeri yang telah mengangkatnya.
Perhitungan ini boleh dibuat di atas kertas yang tidak bermeterai dan
disampaikan tanpa tata cara peradilan. Terhadap perhitungan dan
pertanggungjawaban ini jawatan kejaksaan boleh mengajukan usul-usul kepada
pengadilan negeri, seiauh hal itu dianggapnya perlu untuk kepentingan orang
yang dalam keadaan tidak hadir itu.
Pengesahan perhitungan dan pertanggungjawaban ini tidak mengurangi hak
orang yang tidak hadir itu atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk
mengajukan keberatan-keberatan terhadap perhitungan itu. (KUHPerd. 464, 472,
483, 791, 803; Rv. 764 dst.)
Pasal 466.
Dihapus dg. S.
1928-210; memberi wewenang untuk pembebanan upah untuk pengelolaan seperti yang
ditentukan oleh KUHPerd. pasal 463 dst.
Bagian 2. Pernyataan Mengenai
Orang yang Diperkirakan Telah Meninggal Dunia.
(Berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tiongboa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 467.
Bila orang
meninggalkan tempat tinggalnya tanpa memberi kuasa untuk mewakili urusan-urusan
dan kepentingan-kepentingannya, atau mengatur pengelolaannya atas hal itu, dan
bila telah lampau lima tahun sejak kepergiannya, atau lima tahun setelah
diperoleh berita terakhir yang membuktikan bahwa dia masih hidup pada waktu
itu, sedangkan dalam lima tahun itu tak pernah ada tanda-tanda tentang hidupnya
atau matinya, maka tak peduli apakah pengaturan-pengaturan sementara telah
diperintahkan atau belum, orang yang dalam keadaan tak hadir itu, atas
permohonan pihak-pihak yang berkepentingan dan dengan izin pengadilan negeri di
tempat tinggal yang ditinggalkannya, boleh dipanggil untuk menghadap pengadilan
itu dengan panggilan umum yang berlaku selama jangka waktu tiga bulan, atau
lebih lama lagi sebagaimana diperintahkan oleh pengadilan.
Bila atas panggilan
itu tidak menghadap, baik orang yang dalam keadaan tidak hadir itu maupun orang
lain untuknya, untuk memberi petunjuk bahwa dia masih hidup, maka harus
diberikan izin untuk panggilan demikian yang kedua, dan setelah pemanggilan
kedua ini, dalam hal seperti di atas, izin untuk pemanggilan demikian yang
ketiga harus diberikan.
Panggilan ini
tiap-tiap kali harus dipasang dalam surat-surat kabar yang dengan tegas akan
ditunjuk oleh pengadilan negeri pada waktu memberikan izin yang pertama, dan
tiap-tiap kali juga harus ditempelkan pada pintu utama ruang sidang pengadilan
negeri dan pada pintu masuk kantor keresidenan tempat tinggal terakhir orang
tidak hadir itu. (KUHPerd. 463, 469 dst., 472, 475 dst., 493, 1792; Rv. 6-7o)
Pasal 468.
Bila atas panggilan
tidak datang menghadap, baik orang yang dalam keadaan tak hadir, maupun orang
lain yang cukup menjadi petunjuk tentang adanya orang itu, maka pengadilan
negeri, atas tuntutan jawatan kejaksaan dan setelah mendengar jawatan itu,
boleh menyatakan adanya dugaan hukum bahwa orang itu telah meninggal, terhitung
sejak hari ia meninggalkan tempat tinggalnya, atau sejak hari berita terakhir
mengenai hidupnya, yang harinya secara pasti harus dinyatakan dalam putusan
itu. (KUHPerd. 463, 467, 469, 471, 482, 1916.)
Pasal 469.
Sebelum mengambil
putusan atas tuntutan itu, jika perlu setelah mengadakan pemeriksaan
saksi-saksi yang diperintahkan untuk itu, dengan kehadiran jawatan kejaksaan,
pengadilan negeri harus memperhatikan sebab-sebab terjadinya ketidakhadiran
itu, sebab-sebab yang mungkin telah menghalangi penerimaan kabar dari orang
yang dalam keadaan tidak hadir itu, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
dugaan tentang kematian.
Pengadilan negeri, berkenaan dengan ini semua, boleh menunda pengambilan
keputusan sampai lima tahun lebih lama daripada jangka waktu tersebut dalam
pasal 467, dan boleh memerintahkan pemanggilan-pemanggilan lebih lanjut dan
penempatannya dalam surat kabar, sekiranya hal itu dianggap perlu oleh
pengadilan untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tidak hadir itu.
(KUHPerd. 494; Rv. 171 dst.)
Pasal 470.
Bila seseorang pada waktu meninggalkan tempat tinggalnya telah memberikan
kuasa untuk mewakilinya dalam urusan-urusannya, atau telah mengatur
pengelolaannya, dan bila telah lampau sepuluh tahun setelah keberangkatannya,
atau setelah berita terakhir bahwa ia masih hidup, sedangkan dalam sepuluh
tahun itu tidak ada tanda-tanda apakah ia masih hidup atau telah mati, maka
atas permohonan orang-orang yang berkepentingan, orang yang dalam keadaan tak
hadir itu boleh dipanggil, dan boleh dinyatakan bahwa ada dugaan hukum tentang
kematiannya, dengan cara dan menurut peraturan-peraturan yang tercantum dalam
tiga pasal yang lain. Berlalunya waktu
sepuluh tahun ini diharuskan, pun sekiranya kuasa yang diberikan atau
pengaturan yang diadakan oleh orang yang dalam keadaan tak hadir itu telah
berakhir lebih dahulu.
Akan tetapi dalam hal
yang terakhir ini, pengelolaan harus diselenggarakan dengan cara seperti yang
tercantum dalam Bagian I bab ini. (KUHPerd. 463,467, 1795; 1813.)
Pasal 471.
Pernyataan mengenai
dugaan tentang kematian harus diumumkan dengan menggunakan surat kabar yang
telah dgunakan dalam pemanggilan-pemanggilan. (KUHPerd. 468.)
Bagian 3. Hak-hak Dan
Kewajiban-kewajiban Orang yang Diduga Sebagai Ahli Waris Dan orang-Orang Lain
yang Berkepentingan,
Setelah Pernyataan Mengenai
Dugaan Tentang Kematian.
(Berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 472.
Orang-orang yang
diduga menjadi ahli waris dari orang yang dalam keadaan tak hadir, yakni mereka
yang pada hari yang dinyatakan dalam putusan hakim itu berhak atas harta
peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu, baik menurut hak waris karena
kematian, maupun menurut surat wasiat, berwenang untuk menuntut perhitungan,
pertanggungjawaban dan penyerahan
barang-barang itu dari balai harta peninggalan, bila balai ini diserahi
tugas pengelolaan barang-barang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk
pengelolaan barang-barang orang yang dalam keadaan tak hadir itu, dan untuk
menguasai barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir itu; segala
sesuatunya itu dilaksanakan dengan mengadakan jaminan pribadi atau kebendaan,
yang disahkan oleh pengadilan guna menjamin, bahwa barang-barang itu akan
dgunakan tanpa menjadi berantakan atau terlantar, dan bahwa barang-barang itu
atau, bila sifat barang-barang itu mengharuskan, harganya akan dikembalikan,
semuanya untuk kepentingan orang yang dalam keadaan tak hadir itu sekiranya dia
pulang kembali, atau untuk kepentingan para ahli waris lainnya sekiranya hak
mereka kemudian ternyata lebih kuat.
Dengan demikian,
mereka yang diduga menjadi ahli waris beserta orang-orang yang berkepentingan
berwenang untuk menuntut supaya dibuka surat-surat wasiatnya, sekiranya ada .
(KUHperd. 463, 465, 468, 473 dst., 483, 784, 832 dst., 943, 1051, 1162, 1820;
Rv. 611 dst., 764.)
Pasal 473.
Bila tidak diberikan
jaminan tersebut dalam pasal yang lain, barang-barang itu harus ditaruh di
bawah pengelolaan pihak ketiga, dan mengenai barang bergerak harus
diperintahkan penjualannya, dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang
terdapat dalam pasal 786 dan pasal 787 kitab undangundang ini. (KUHPerd. 789,
792, 803, 1730.)
Pasal 474.
Para ahli waris
dugaan, berkenaan dengan hal menikmati harta peninggalan orang yang dalam
keadaan tak hadir, mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang sama, seperti
yang diatur untuk para pemegang hak pakai hasil, sejauh ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan untuk hal itu berlaku, dan tentang hal itu tidak ada peraturan
lain. (KUHPerd. 482, 761, 782.)
Pasal 475.
Atas dasar yang sama
seperti yang ditentukan dalam tiga pasal yang lain tentang para ahli waris
dugaan dari orang yang dalam keadaan tak hadir, orang-orang yang mendapat hibah
wasiat, dan orang-orang lain yang sedianya mempunyai suatu hak atas harta
peninggalan orang yang dalam keadaan tak hadir itu bila dia ini meninggal boleh
segera melakukan hak mereka. (KUHPerd. 472, 476 807-lo, 880 dst., 959)
Pasal 476.
Mereka yang menguasai
atau mengelola barang-barang dari orang yang dalam keadaan tak hadir, masing-masing sejauh mengenai dirinya
berkewajiban untuk memberi perhitungan dan pertanggungjawaban dan untuk
menyerahkan kepada orang yang dalam keadaan tak hadir bila dia pulang, atau
kepada para ahli waris atau para pemegang hak lainnya, sekiranya mereka datang
dan menunjukkan hak mereka yang lebih kuat. (KUHPerd. 472 dst., 475.)
Pasal 477.
Semua ahli waris
dugaan itu, segera setelah mengambil barang-barang untuk membuat daftar lengkap
barang-barang yang ditinggalkan orang yang dalam keadaan tak hadir itu. Kepada mereka diberikan hak istimewa akan
pendaftaran harta peninggalan. Bila
tidak diadakan pendaftaran harta peninggalan demikian itu, seperti juga dalam
hal-hal hak istimewa tersebut di atas, tersebut dalam pasal yang lalu.
(KUHPerd. 783, 1023 dst.)
Pasal 478.
Tanpa mengurangi
ketentuan-ketentuan yang lalu, dan sejauh karena itu tidak ada ketentuan lain,
para ahli waris dugaan boleh membagi di antara mereka segala harta peninggalan
orang yang dalam keadaan tidak hadir yang telah mereka kuasai, dengan
mengindahkan peraturan-peraturan tentang pemisahan harta peninggalan. telah mendapat hak-hak itu daripadanya. Hak-hak itu hanya hapus oleh lampaunya waktu
yang disyaratkan untuk kedaluwarsa. (KUHPerd. 1055, 1987 dst.)
Namun
barang-barang tetapnya tidak boleh djual untuk dapat mengadakan pemisahan itu,
melainkan harus ditaruh dalam suatu penitipan, bila tidak dapat dibagi atau
dimasukkan dalam suatu kaveling, dan hasilnya dapat dibagi menurut kesepakatan
mereka.
Tentang
semuanya itu harus dibuatkan dan ditandatangani sebuah akta, yang juga
menunjukkan, barang-barang apakah yang diberikan kepada penerima hibah wasiat
dan orang-orang lain yang berhak. (KUHPerd. 479 dst., 484, 1066 dst., 1169,
1730.)
Pasal 479.
Daftar
dan akta tersebut dalam pasal yang lalu, demikian pula akta tentang jaminan,
harus dibawa ke kepaniteraan pengadilan negeri yang telah mengeluarkan
keputusan tentang kematian dugaan, dan disimpan di sana. (KUHPerd. 467, 472,
480; Rv. 612 dst.)
Pasal 480.
Mereka
yang karena ketentuan-ketentuan yang lain telah mendapat bagian dari
barang-barang tetap, atau ditugaskan untuk mengelolanya, demi kepastian mereka
boleh menuntut agar barang-barang itu diperiksa oleh ahli-ahli, yang diangkat
untuk itu oleh pengadilan negeri yang di daerah hukumnya barang-barang itu
terletak, dan agar dibuatkan uraian tentang keadaannya:. Setelah ahli-ahli itu memberikan perslah
kepada pengadilan, dan pengadilan mengesahkannya, kemudian mendengar jawatan
kejaksaan, maka uraian dan perslah itu harus disimpan di kepaniteraan.
(KUHPerd. 487, 783.)
Pasal 481.
Barang-barang
tetap kepunyaan orang yang dalam keadaan tak hadir, yang dibagikan kepada ahli
waris dugaan, atau diserahkan kepadanya untuk dikelola, selanjutnya tidak boleh
dipindahtangankan atau dibebani, sebelum lewat waktu yang ditentukan dalam
pasal 484, kecuali kalau ada alasan penting, dan dengan izin pengadilan negeri.
(KUHPerd. 1168, 1170.)
Pasal 482.
Bila
orang yang dalam keadaan tidak hadir itu pulang kembali setelah ada keterangan
kematian dugaan, atau diperoleh tanda-tanda bahwa dia masih dalam keadaan
hidup, maka mereka yang telah menikmati hasil-hasil dan pendapatan-pendapatan
dari barang-barangnya, wajib untuk mengembalikan hasithasil dan
pendapatan-pendapatan itu sebagai berikut: setengahnya bila dia pulang kembali,
atau bila tanda-tanda bahwa dia masih hidup diperoleh dalam waktu lima belas
tahun setelah hari kematian dugaan yang dinyatakan dalam putusan hakim; atau
seperempatnya, bila tanda-tanda itu diperoleh kemudian, tetapi sebelum lampau
waktu tiga puluh tahun setelah pernyataan itu.
Akan
tetapi semua itu dengan ketentuan, bahwa pengadilan negeri yang telah memberi
keputusan tentang kematian dugaan itu, mengingat sedikitnya barang-barang yang
ditinggalkan, boleh memerintahkan yang berlainan tentang pengembalian
hasil-hasil dan pendapatan itu, atau dapatjuga memberi pembebasan sama sekati.
(KUHPerd. 468, 474, 486, 492.)
Pasal 483.
Bila orang
yang dalam keadaan tidak hadir itu kawin dengan gabungan harta bersama, atau
gabungan keuntungan dan kerugian saja, atau gabungan hasil-hasil dan pendapatan,
sedangkan istri atau suaminya memilih membiarkan gabungan itu berjalan terus,
maka dia boleh mencegah pengambilan barang-barang dalam penguasaan sementara
oleh orang-orang yang diduga sebagai ahli waris, dan mencegah pelaksanaan
hak-hak yang mestinya baru akan timbul setelah kematian orang yang dalam
keadaan tidak hadir itu, dan mengambil atau mempertahankan barang-barang itu
dalam pengelolaannya, dengan mendahului yang lain-lain, dengan menunaikan
kewajiban akan pendaftaran tersebut dalam pasal 477.
Akan
tetapi penghentian pengambilan barang-barang dalam penguasaan dengan segala
akibat-akibatnya, tidak boleh berlangsung lebih lama daripada sepuluh tahun
penuh, terhitung dari hari tersebut dalam putusan hakim yang menyatakan
kematian dugaan itu.
Namun bila
si istri atau si suami tidak menentang pengambilan barang-barang dalam
penguasaan itu oleh para ahli waris, maka ia boleh mengambil bagiannya dalam
harta bersama itu, atau barang-barang miliknya sendiri, dan segala sesuatu yang
merupakan haknya, asal saja ia memberikan jaminan untuk barang-barang yang
mungkin harus dikembalikan.
Si istri
yang memilih dilanjutkan gabungan harta bersama, tetap mempunyai hak untuk
melepaskan diri dari gabungan harta bersama itu di kemudian hari. (KUHPerd.
114, 119, 124 dst., 132, 136, 155, 164, 465, 468, 472, 484, 493.)
Pasal 484.
Bila telah
lampau tiga puluh tahun setelah hari kematian dugaan seperti yang dinyatakan
dalam keputusan hakim, atau bila sebelumnya telah berlalu seratus tahun penuh
setelah kelahiran orang yang dalam keadaan tak hadir, maka penjamin-penjamin
dibebaskan dan pembagian barang-barang yang ditinggalkan tetap berlaku, sejauh
pembagian itu telah terjadi, atau bila belum terjadi, para ahli waris dugaan
boleh mengadakan pembagian tetap, dan boleh menikmati semua hak atas harta
peninggalan itu secara pasti. Maka
berhentilah hak istimewa akan pendaftaran harta, dan dapatlah para ahli waris
dugaan diwajibkan untuk merierima atau menolak warisan, menurut peraturan-peraturan
yang ada tentang hal itu. (KUHPerd. 472, 478, 486 dst., 1029, 1066 dst.; BS.
40.)
Pasal 485.
Bila
sebelum waktu tersebut dalam pasal yang lalu, diterima berita tentang kematian
orang yang ada dalam keadaan tak hadir, maka mereka yang atas dasar
undang-undang atau. atas dasar penetapan-penetapan orang yang dalam keadaan tak
hadir itu telah mendapat hak-hak atas harta peninggalannya, atau para pengganti
mereka itu, boleh menuntut perhitungan, pertanggungjawaban dan penyerahan atas
dasar pasal 476 dan pasal 482. (KUHPerd. 126.)
Pasal 486.
Sekiranya
orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembati, atau menunjukkan bahwa
dia masih hidup, setelah lampau tiga puluh tahun sejak hari kematian dugaan
seperti yang dinyatakan dalam keputusan hakim, maka dia hanya berhak untuk
menuntut kembali barang-barangnya dalam keadaan seperti adanya pada waktu itu,
beserta harga barang-barang yang telah dipindahtangankan, atau barang-barang
yang telah dibeli dengan hasil pemindahtanganan barang-barang kepunyaannya,
namun semuanya tanpa suatu hasil atau pendapatan. (KUHPerd. 468, 482, 484,
830.)
Pasal 487.
Demikian
pula anak-anak dan keturunan-keturunan lebih lanjut orang yang dalam keadaan
tak hadir, boleh menerima kembali barang-barangnya, sejauh hak mereka timbul
dalam waktu tiga puluh tahun sejak lampaunya waktu yang ditetapkan dalam pasal
484.
Pasal 488.
Bila
dengan putusan hakim dinyatakan dugaan hukum tentang kematian, semua tuntutan
hukum terhadap orang yang dalam keadaan tak hadir itu, harus diajukan terhadap
para ahli waris dugaan yang telah mengambil barang-barangnya dalam penguasaan
mereka, tanpa mengurangi hak mereka untuk memberlakukan hak istimewa mereka
akan pendaftaran harta peninggalan. (KUHPerd. 463, 468, 483, 781, 1032.)
Bagian 4. Hak-hak
Yang iatuh Ke Tangan Orang Tak Hadir Yang Tak Pasti Hidup Atau Mati.
(Berlaku bagi
golongan Timur Asing bukan Tiongboa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 489.
Orang
yang menuntut suatu hak, yang katanya telah beralih dari orang yang tak hadir
kepadanya, tetapi hak itu baru jatuh pada orang yang tak hadir setelah keadaan
hidup atau matinya menjadi tidak pasti, wajib untuk membuktikan, bahwa orang
yang tak hadir itu masih hidup pada saat hak itujatuh padanya; selama dia tidak
membuktikan hal itu, maka tuntutannya harus dinyatakan tidak dapat diterima.
(KUHPerd. 468, 836, 847, 899, 1865.)
Pasal 490.
Bila
pada orang tak hadir, yang keadaan hidup atau matinya tidak pasti, jatuh suatu
warisan atau hibah wasiat, yang sedianya mewadi hak orang-orang lain andaikata
orang yang tak hadir itu hidup, atau yang sedianya harus dibagi dengan
orang-orang lain, maka warisan atau hibah wasiat itu, seluruhnya atau sebagian,
boteh diambil dalam penguasaan oleh orang-orang lain itu, seakan-akan orang itu
telah meninggal, tanpa kewajiban untuk membuktikan kematian orang itu; namun
untuk itu mereka harus mendapat izin lebih dahulu dari pengadilan negeri yang
dalam daerah hukumnya terletak rumah kematian orang itu, dan pengadilan itu
harus memerintahkan pemanggilan-pemanggilan umum dan mengeluarkan peraturan
pengamanan yang perlu untuk pihak-pihak yang berkepentingan. (KUHPerd. 467, 472
dst., 477, 836, 847, 852 dst., 880, 899.)
Pasal 491
Ketentuan-ketentuan
dari kedua pasal yang lalu tidak inengesampingkan hak untuk menuntut
warisan-warisan dan hak-hak lain yang ternyata kemudian telahjatuh pada orang
yang dalam keadaan tak hadir itu atau orang-orang yang
Pasal 492.
Bila kemudian orang yang dalam keadaan tak hadir itu pulang kembali, atau
haknya dituntut atas namanya, pengembalian penghasilan dan pendapatannya boleh
dituntut, terhitung dari hari ketika hak itu jatuh pada orang yang tak hadir
itu, atas dasar dan menurut ketentuan-ketentuan pasal 482.
Bagian 5. Akibat akibat
keadaan tidak hadir berkenaan dengan perkawinan.
(Berlaku bagi golongan
Timur Asing bukan-Tionghoa, dan bagi golongan Tionghoa.)
Pasal 493.
Bila salah seorang
dari suami-istri, selain meninggalkan tempat tinggal dengan kemauan buruk,
selama sepuluh tahun penuh tak hadir di tempat tinggalnya tanpa berita tentang
hidup-matinya orang itu, maka suami atau istri yang diringgalkan berwenang
untuk memanggil orang yang tak hadir itu tiga kali berturut-turut dengan
panggilan pengadilan, menurut cara yang ditentukan dalam pasal 467 dan pasal
468, dengan izin dari pengadilan negeri di tempat tinggal mereka bersama. (Ov.
65; KUHPerd. 27, 86, 114, 126-2 o, 199-2 o, 209-21, 211.)
Pasal 494.
Bila atas panggilan
ketiga dari pengadilan, baik orang yang tak hadir maupun orang lain untuknya,
tidak ada yang muncul memberi cukup petunjuk tentang hidupnya orang itu, maka
pengadilan negeri boleh memberi izin kepada suami atau istri yang diringgalkan
untuk kawin dengan orang lain. Ketentuan-ketentuan
pasal 469 berlaku dalam hal ini. (Ov. 65.)
Pasal 495.
Bila setelah pemberian
izin, tetapi sebelum perkawinan dengan yang lain itu dilakukan, orang yang tak
hadir itu muncul, atau sescorang membawa bukti cukup tentang masih hidupnya
orang itu, maka izin yang telah diberikan tidak berlaku lagi demi hukum.
Bila orang yang
ditinggalkan itu telah melakukan perkawinan lain, orang yang tak hadir juga
mempunyai hak untuk melakukan perkawinan lain. (Ov. 65; KUHPerd. 99-2 o.)
496, 497, 498. (Dihapus
dg. S. 1927-31 jis. 390, 421.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar