Minggu, 24 Februari 2013

Delik Penyertaan Pembunuhan


  Pengertian Delik Penyertaan Pembunuhan
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan dilarang yang disertai ancaman pidana pada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.[1] Demikian juga pembunuhan yang merupakan suatu tindak pidana yang dilarang oleh undang-undang yang termaktub dalam KUHP pasal 338-340, begitu juga dengan delik penyertaan.
Adapun kata penyertaan yang bersinonim dengan Deelneming aan strafbare feiten tercantum dalam titel V buku KUHP.[2] Sedangkan arti kata penyertaaan menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. adalah turut sertanya seorang atau lebih pada waktu seorang lain melakukan tindak pidana,[3] jadi suatu tindak pidana yang dilakukan oleh banyak orang yang dilakukan secara bersama-sama dengan waktu yang bersamaan dan niat yang sama pula dalam melakukan tindak pidana tersebut.
Menurut Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, pengertian kata penyertaan atau Deelneming tidak ditentukan secara tegas dalam KUHP, mereka berpendapat penyertaan adalah suatu perbuatan pidana dapat dilakukan oleh beberapa orang, dengan bagian dari tiap-tiap orang dalam melakukan perbuatan itu sifatnya berlainan. Penyertaan dapat terjadi sebelum perbuatan dilakukan dan dapat pula penyertaan terjadi bersamaan dilakukannya perbuatan itu.[4]
Menurut Adami Chazawi pengertian penyertaan (deelneming) adalah pengertian yang meliputi semua bentuk turut serta atau terlibatnya orang atau orang-orang baik secara psikis maupun secara fisik dengan melakukan masing-masing perbuatan sehingga melahirkan suatu tindak pidana.[5]
Pada hakekatnya pengertian tentang penyertaan atau deelneming tidak ditentukan secara tegas di dalam KUHP.
Adapun pengertian dari istilah pembunuhan adalah suatu tindak pidana kejahatan terhadap jiwa atau nyawa manusia.
Sedangkan pengertian penyertaan pembunuhan dapat diartikan turut sertanya seorang atau lebih dalam melakukan suatu tindak pidana kejahatan terhadap jiwa atau nyawa manusia yang dilakukan dengan tujuan dan waktu yang sama.                                                                                                


                [1] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 3 Percobaan dan Penyertaan, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 67.
 
                [2] Martiman Prodjohamidjojo, Memahami Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Cet. Ke- 1, (Jakarta: Pradnya Paramita,1997), hlm 49.

                [3] Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia, Cet. Ke-7, (Bandung: Refika, 1989), hlm. 108. 
                [4] Aruan Sakidjo dan Bambang Poernomo, Hukum Pidana Dasar Aturan umum Hukum Pidana Kodifikasi, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1990), hlm. 141.

                [5] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana., hlm. 71.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar