KODE ETIK PROFESI HAKIM INDONESIA
A. Gambaran Umum Peranan Hakim
1. Pengertian Hakim
Sebelum membahas pengertian
kode etik, maka terlebih dahulu perlu dipahami pengertian hakim. Hakim berasal
dari kata حكم – يحكم – حاكم : sama artinya
dengan qod}i yang berasal dari kata قضى – يقضى – قا ض artinya memutus. Sedangkan menurut bahasa adalah orang yang bijaksana
atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.[1]
Adapun pengertian menurut syar'a yaitu orang yang diangkat oleh kepala negara untuk
menjadi hakim dalam menyelesaikan gugatan, perselisihan-perselisihan dalam
bidang hukum perdata oleh karena penguasa sendiri tidak dapat menyelesaikan
tugas peradilan,[2]
sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah mengangkat qod}i untuk
bertugas menyelesaikan sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh,
sebagaimana ia telah melimpahkan wewenang ini pada sahabatnya.[3] Hal
ini terjadi pada sahabat dan terus berlanjut pada Bani Umayah dan Bani
Abbasiah, diakibatkan dari semakin luasnya wilayah Islam dan kompleknya masalah
yang terjadi pada masyarakat, sehingga diperlukan hakim – hakim untuk
menyelesaikan perkara yang terjadi.
Hakim sendiri adalah
pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.[4]
Sedangkan dalam Undang-undang kekuasaan kehakiman adalah penegak hukum dan
keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup di
masyarakat.[5] Dengan
demikian hakim adalah sebagai pejabat Negara yang diangkat oleh kepala Negara
sebagai penegak hukum dan keadilan yang diharapkan dapat menyelesaikan
permasalahan yang telah diembannya menurut Undang-undang yang berlaku.
a. Menyelesaikan
seperti dalam Firman Allah :
فلما قضى زيد منها وطرازوجناكها[7]
b. Menunaikan dalam
firman Allah
فإذا قضية الصلوة فانتشروا فىالأرض...[8]
c. Menghalangi atau
mencegah yang artinya hakim bisa melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar, menolong
yang teraniaya dan menolak kez}oliman yang merupakan kewajiban.
2. Dasar Dan Syarat
Pengangkatan Hakim
Lembaga peradilan sebagai lembaga Negara yang ditugasi
menerapkan hukum (Izhar Al Hukm) terhadap perkara-perkara yang berkaitan
dengan hukum dan adanya hakim sebagai pelaksana dari Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, ketetapan Majelis Permusyawarakatan
Indonesia Nomor X/MPR/1998 yang menyatakan perlunya reformasi di bidang hukum
untuk penanggulangan dibidang hukum dan ketetapan Majlis Permusyawatan Rakyat
Nomor III/MPR/1978 Tentang Hubungan Tata Kerja Lembaga Tinggi Negara .[9]
Dalam al-Quran di
jelaskan :
Dalam ayat lain di
sebutkan :
وان احكم بينهم
بما انزل لله ولا تتبع اهواءهم واحدرهم ان يفتنوك عن بعض ماانزل لله اليك...[11]
Ayat tersebut
menjelaskan bahwa Allah menciptakan Daud sebagai khalifah di muka bumi ini
supaya menghukumi di antara manusia dengan benar. Sedangkan ayat selanjutnya menegaskan bila menghukumi
manusia harus sesuai dengan dengan apa yang telah dianjurkan oleh Allah dan orang yang menghukumi tersebut
adalah hakim. Dalil hadis} antara lain
فريضة
محكمة وسنة متبعة[13]
Dari hadis dan ijma'
tersebut dijelaskan tentang keutamaan ijtihad, kemuliaan ijtihad yang dilakukan
dengan sungguh-sungguh baik benar atau salah akan mendapat pahala. Maksudnya
seorang hakim dalam memutuskan perkara yang dihadapinya itu melalui qiyas yang
mengacu kepada al-Kitab dan al-Sunah bukan berdasarkan pendapat pribadi, yang
terlepas dari keduanya.
Hal ini sebagai salah
satu usaha menggali hukum guna melindungi kepentingan-kepentingan orang-orang
yang teraniaya dan untuk mernghilangkan sengketa-sengketa yang timbul dalam
masyarakat, akibat dari luasnya wilayah Islam, seperti pada masa bani umayah
khalifah hanya mengangkat qod}i pusat dan didaerah diserahkan pada penguasa daerah dan hanya diberi
wewenang untuk memutuskan perkara, sedangkan untuk pelaksanaan putusan oleh
khalifah langsung atau oleh utusannya.[14]
Sedangkan pada masa Bani Abbasiah dibentuknya Mahkamah Agung, pembentukan hakim
setiap wilayah, pembukuan dan mulainya organisasi peradilan,[15]
sehingga menempatkan hakim sebagi sosok yang sangat diperlukan dan mempunyai
peranan penting.
Hakim sebagai
pelaksana hukum-hukum Allah mempunyai kedudukan yang sangat penting sekaligus
mempunyai beban yang yang sangat berat. Dipandang penting karena melalui hakim
akan tercipta produk-produk hukum baik
melalui ijtihad yang sangat dianjurkan sebagai keahlian hakim yang diharapkan
dengan produk tersebut segala bentuk kez}aliman yang terjadi dapat
tercegah dan diminimalisir sehingga ketentraman masyarakat terjamin. Dari tugas
hakim ini menunjukkan posisi hakim sangat penting sebagai unsur badan
peradilan. Dari penjelasan dasar hakim di atas menempatkan Hakim sebagai salah
satu unsur peradilan yang dipandang penting dalam menyelesaikan perkara yang
diperselisihkan antara sesama, oleh sebab itu harus didukung oleh pengetahuan
dan kemampuan yang professional dengan syarat-syarat yang umum dan khusus yang
di tentukan oleh oleh Mahkamah Agung atas kekuasaan kehakiman yang diatur oleh
undang-undang tersendiri, terkecuali Mahkamah Konstitusi yang kekuasaan dan
kewenangannya oleh Mahkamah Konstitusi.
Adapun syarat menjadi hakim secara umum adalah :
1. Warga Negara Indonesia
2. Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha
Esa
3. Setia Pada Pancasila dan
Undang-undang
4. Bukan anggota organisasi
terlarang
5. Pegawai Negeri
6. Sarjana hukum
7. Berumur serendah-rendahnya 25
tahun
8. Berwibawa, jujur, adil dan
berkelakuan baik.[16]
Mengenai
ketentuan khuhusnya terdapat pada masing-masing lembaga
[2] Tengku
Muhammad Hasbi Ash S{idiqi,
Peradilan Dan Hukum Acara Islam cet. ke-1, Semarang : PT Pustaka Rizki Putera, 1997),
hlm.39.
[4]
Mengadili diartikan sebagai serangkaian tindakan hakim untuk menerima,
memeriksa dan memutus perkara berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak
di sidang pengadilan dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam
undang-undang.lihat Undang-undang Nomor
8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 (1)
[5]
Ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa
keadilan masyarakat. lihat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman beserta penjelasannya, Pasal 28 Ayat (1)
[9]
Sebagai salah satu dasar atas
terbentuknya lembaga Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi dan lembaga peradilan di bawahny
[12] Ima>m Abi> Husain Muslim Bin al-Hajjaj Ibn Muslim
al-Qusyairi>
Annisaburi>, Kitab Ja>mi' I As}ah}ih}, Bab Baya>nu Ajrul Ha>kim
Iz|a> ajtahidu fa as}oba au akhtou , (Bairut : Dar al-Fikr, tt), juz 5, hlm.131. dan lihat juga
Al-Hafizh Bin Hajar al-Asqolani, Bulu>bul
Ma>ram, Kitab al-Qod}o,
Hadis} nomor 4
(Semarang
: Toha Putra, tt), hlm.315.
[16] Undang-undang
No 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Pasal 14 Ayat ( 1 ) dan Ketentuan tersebut dipakai di
secara umum di lingkungan peradilan tingkat pertama sampai Mahkamah Agung, tetapi
ada persyaratan khusus atau persyaratan lain yang ditentukan oleh masing–masing undang-undang di tingkat peradilan masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar