Gambaran Umum Ahl
al-Kita>b
Penjelasan tentang makna Ahl
al-Kita>b telah
banyak dibahas dalam berbagai literatur-literatur keislaman, terutama dalam
kitab-kitab tafsir. Biasanya, penjelasan tentang makna Ahl
al-Kita>b
secara panjang lebar, berhubungan dengan hukum perkawinan dengan wanita mereka
dan siapa saja yang termasuk dalam cakupan golongan ini yang boleh dikawini.
Ahl
al-Kita>b
terdiri dari dua kata ahl dan al-kita>b. Kata ahl [1]
terdiri dari huruf alif, ha, dan lam, yang secara literal
mengandung arti ramah, senang atau suka.[2]
Kata ini sering digunakan untuk menunjuk kepada kelompok yang memiliki
hubungan nasab, agama, profesi, etnis dan komunitas.[3]
Atas dasar ini, ahl bisa menunjuk kepada hubungan yang didasarkan atas
ikatan ideologi seperti ahl al-Isla>m yang menunjuk kepada penganut
agama Islam.[4]
Kata ahl ditemukan penggunaannya secara bervariasi, tetapi secara umum
makna yang dikandungnya dapat dikembalikan kepada pengertian kebahasaan.
Misalnya menunjuk kepada suatu kelompok tertentu, seperti ahl al-bayt yang
ditujukan kepada keluarga nabi. Term ahl juga dapat menunjuk kepada
penduduk, keluarga dan penganut suatu paham dan pemilik ajaran tertentu.[5]
Sedangkan kata al-kita>b[6]
yang terdiri dari huruf kaf, ta, dan ba, yang memiliki
pengertian menghimpun sesuatu yang lain,[7]
seperti menghimpun kulit binatang untuk disamak dan menjahitnya.[8]
Term al-kita>b kemudian diartikan tulisan, karena tulisan itu sendiri
menunjukkan rangkaian dari beberapa huruf yang disebut lafaz. Disebut al-kita>b
karena ia merupakan himpunan dari beberapa lafaz,[9]
termasuk pula firman Allah swt yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dengan
demikian, term Ahl al-Kita>b menunjuk
kepada komunitas ataupun agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan Allah
kepada Rasul-Nya.
Yahudi
dan Nasrani adalah dua kelompok agama yang diakui mempunyai kitab suci, yang
walaupun kitab suci mereka diyakini oleh umat Islam telah diubah, minimal
disepakati oleh para Ulama sebagai
golongan Ahl al-Kita>b.[10]
Meskipun demikian, walaupun Islam mempunyai kitab suci sebagaimana halnya
Yahudi dan Nasrani, al-Qur'an tidak menunjuk penganut agama Islam sebagai Ahl
al-Kita>b.[11]
Pemaknaan Ahl al-Kita>b sebatas pada Yahudi dan Nasrani, juga
disepakati oleh Quraish Shihab.
Al-Qur'an
dan Nabi Muhammad saw menamakan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai Ahl
al-Kita>b untuk membedakan mereka dengan para penyembah berhala, yakni
orang-orang musyrik, dan orang-orang kafir lainnya,[12]
karena kepada keduanya diturunkan kitab suci yakni Tawrat dan Inji>l.
Keterangan ini menunjukkan bahwa secara sosio-historis, kontak antara umat
Islam dengan Ahl al-Kita>b sudah terjalin sejak Nabi Muhammad saw
dibangkitkan menjadi rasul. Tetapi kontak tersebut baru berjalan intensif,
khususnya dengan kaum Yahudi, setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.[13]
Perbedaan
asasi antara orang Islam dengan Ahl al-Kita>b adalah soal keyakinan
mereka tentang kenabian Muhammad saw. Orang Islam meyakini dan mengakui
kenabian dan kerasulan Muhammad, juga mengakui nabi-nabi dan rasul-rasul yang
dipercayai Ahl al-Kita>b, sedangkan Ahl al-Kita>b tidak
meyakini kenabian dan kerasulan Muhammad, mereka hanya meyakini nabi-nabi yang
diutus kepada mereka. Oleh karena mereka tidak mengakui Nabi Muhammad saw
sebagai utusan Allah, maka mereka juga tidak mengakui al-Qur'an sebagai kitab
suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ini adalah akibat dari para
pendeta Ahl al-Kita>b yang mengubah isi kitab Tawrat dan Inji>l.
Padahal, tersebut dalam kedua kitab suci itu nama Nabi Muhammad saw sebagai
rasul terakhir. Berbeda dengan nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya yang hanya
di utus untuk kaumnya saja, Nabi Muhammad saw diutus bukan untuk kaumnya saja,
yaitu suku Quraish atau masyarakat Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia, rah}matan
li al-'a>lami>n.
Al-Qur'an
menginformasikan, bahwa Nabi 'I>sa> as mengajak penganut agama Yahudi
untuk mengikuti ajaran yang dibawanya, karena ajaran agama Nabi 'I>sa> as
tersebut merupakan kelanjutan dari ajaran agama yang dibawa Nabi Mu>sa> as dan sekaligus
menginformasikan tentang akan datangnya Nabi Muhammad saw sesudah beliau.
Karenanya, Nabi Mu>sa> as yang membawa agama Yahudi dan Nabi 'I>sa>
yang membawa agama Nasrani, juga diakui oleh umat Islam sebagai utusan Allah.[14]
Dari sini terlihat bahwa penganut agama Yahudi dan Nasrani mempunyai
persambungan akidah atau mempunyai sumber ajaran yang sama dengan umat Islam.
Agama Islam adalah kelanjutan, pembetulan dan penyempurnaan bagi agama Yahudi
dan Nasrani. Sebab inti ajaran yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad saw
adalah sama dengan inti ajaran yang disampaikan oleh-Nya kepada semua nabi,
termasuk kepada Nabi Mu>sa> as dan 'I>sa> as, yaitu ajaran tawhi>d.
Kesimpulannya ialah sesungguhnya seluruh umat pemeluk agama Allah swt adalah pemeluk
agama yang tunggal. Tetapi pembetulan dan penyempurnaan selalu diperlukan dari
waktu ke waktu, sampai akhirnya tiba saat tampilnya Nabi Muhammad saw sebagai
penutup para nabi dan rasul, karena menurut al-Qur'an, ajaran-ajaran kebenaran
itu dalam proses sejarah mengalami berbagai bentuk penyimpangan.[15]
Ulama yang sering diambil pendapatnya mengenai
siapakah yang dikhitab oleh al-Qur'an sebagai Ahl al-Kita>b adalah
Muhammad 'Abduh dan Muhammad Rasyi>d Rid}a. Keduanya berpendapat bahwa
Ahl al-Kita>b tidaklah sebatas pada orang-orang Yahudi dan Nasrani saja.
Kedua Ulama besar asal Mesir itu
menyebutkan bahwa orang-orang Majusi, S}a>bi'i>n, penyembah
berhala di India, Cina dan Jepang, seperti penganut agama Hindu, Budha, Kong Hu
Chu dan Shinto, yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, percaya adanya hidup
sesudah mati dan sebagainya adalah termasuk Ahl al-Kita>b yang diduga
dahulu mempunyai kitab suci dan kitab mereka mengandung ajaran tawhi>d
sampai sekarang.[16]
Menurut
Rasyid Rid}a, agama-agama tersebut pada mulanya berpaham monoteisme (tawhi>d)
dan memiliki kitab suci. Akan tetapi karena perjalanan waktu yang begitu
panjang, agama-agama tersebut berbaur dengan paham-paham syirik. Kitab-kitab
suci mereka telah mengalami intervensi dari tangan-tangan manusia sehingga
isinya menyimpang jauh dari aslinya, sebagaimana Yahudi dan Nasrani.[17]
Pendapat
Muhammad 'Abduh dan Rasyi>d Rid}a ini berbeda dengan pendapat Quraish yang
membatasi maknanya pada golongan Yahudi dan Nasrani saja, kapan, dimanapun dan
dari keturunan siapapun mereka. Hal ini berarti, pertama, seseorang yang
menganut agama Ahl al-Kita>b sebelum al-Qur'an diturunkan maupun
sesudahnya, sebelum mengalami perubahan maupun setelah mengalami perubahan,
termasuk dalam kategori Ahl al-Kita>b, kedua, kelompok Ahl
al-Kita>b ini tidak hanya sebatas di jazirah Arab saja, di tempat
para nabi diutus oleh Allah, tetapi juga termasuk mereka yang berada di luar
jazirah Arab. Menurut Quraish, orang-orang Yahudi di Israel, dan di manapun
mereka berada, begitu juga orang-orang Nasrani di Indonesia dan di manapun
mereka berada sekarang ini adalah termasuk Ahl al-Kita>b, ketiga,
walaupun agama Yahudi dan Nasrani pada awalnya hanya diperuntukkan bagi
orang-orang Israel, tetapi ia tetap memasukkan orang-orang di luar etnis Israel,
yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai Ahl al-Kita>b.
Walaupun
sama-sama membatasi makna Ahl al-Kita>b sebatas pada Yahudi dan
Nasrani saja, pendapat Quraish ini berbeda dengan pendapat Ima>m
Sya>fi'i> yang memaknakan Ahl al-Kita>b hanya kepada orang-orang
Yahudi dan Nasrani dari keturunan Israel. Pendapat Ima>m Sya>fi'>i>
ini lebih mengacu pada tataran etnis, sedangkan pemaknaan Ahl al-Kita>b
menurut Quraish lebih pada tataran teologis. Pendapat Quraish, bahwa Ahl
al-Kita>b hanyalah sebatas pada Yahudi dan Nasrani ini juga dipegang
oleh Yusuf Qardawi dan jumhur Ulama .[18]
Pengungkapan
term atau istilah Ahl al-Kita>b di dalam al-Qur'an selalu menunjuk
kepada Yahudi dan atau Nasrani.[19]
Dikatakan demikian, karena pengungkapan ini, kadang menunjuk kepada keduanya,
dan kadang pula menunjuk kepada salah satu dari keduanya. Term atau istilah Ahl
al-Kita>b yang menunjuk kepada kedua komunitas agama ini, Yahudi dan
Nasrani, kadang bernada kecaman, dan kadang bernada pujian. Salah satu kecaman
terhadap Ahl al-Kita>b adalah disebabkan prilaku mereka yang
mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan. Sedangkan pujian al-Qur'an yang
diberikan kepada Ahl al-Kita>b adalah karena ada diantara mereka yang
membaca ayat-ayat Allah, mengikuti ajaran nabi, dan juga dapat dipercaya.
Adapun term atau istilah Ahl al-Kita>b yang ditujukan kepada Yahudi,
selalu bernada kecaman disebabkan prilaku mereka yang selalu memusuhi Islam.
Sedangkan term atau istilah Ahl al-Kita>b yang hanya menunjuk kepada
Nasrani, kadang bernada negatif atau kecaman, dan ada pula yang bernada positif
atau pujian.[20]
Disamping
istilah yang langsung menunjuk kepada Ahl al-Kita>b, terdapat pula
sejumlah istilah dalam al-Qur'an yang sepadan dengan istilah Ahl
al-Kita>b dan istilah yang secara tidak langsung menunjuk kepada istilah
Ahl al-Kita>b. Istilah-istilah ini memberikan indikasi, bahwa yang
dimaksud adalah Ahl al-Kita>b. Istilah-istilah yang sepadan itu
antara lain al-laz|i>na a>tayna> hum al-kita>b, al-laz|i>na
u>tu> al-kita>b, al-laz|i>na u>tu> nas{i>ban min
al-kita>b, sedangkan istilah-istilah yang secara tidak langsung menunjuk
kepada Ahl al-Kita>b diantaranya al-yahu>d, al-laz|i>na
ha>du>, bani> isra>i>l, an-nas}a>ra> dan
istilah yang lainnya.[21]
Dari istilah-istilah ini dapat diketahui sifat-sifat dari Ahl al-Kita>b
serta sisi baik dan buruk mereka. Itulah sebabnya menurut Quraish mengapa ada
kecaman terhadap mereka dan mengapa al-Qur'an mengatur tentang cara bersikap
dengan mereka. Prilaku (sifat dan sikap) Ahl al-Kita>b itu tidaklah
semuanya buruk ataupun baik, sebagaimana disimpulkan Quraish, bahwa sifat dan
sikap mereka itu tidaklah sama, di antara mereka itu ada yang bersikap baik
kepada umat Islam dan ada juga yang bersikap sinis. Ini tentunya nanti akan
memberikan semacam pedoman bagi pria muslim yang ingin mengawini wanita Ahl
al-Kita>b, untuk memilih wanita Ahl al-Kita>b yang baik-baik.[22]
Karena itu, untuk memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai Ahl
al-Kita>b, istilah-istilah tersebut perlu pula dikemukakan dalam
pembahasan ini.
[1] Kata ini bermakna; 1. Orang
yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). 2. Orang yang termasuk
dalam suatu golongan, seperti keluarga, kaum dan famili. Lihat Team Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1994) hlm. 12-13.
[2] Louis Ma'lu>f, al-Munjid
fi al-'A>lam (Beirut: Da>r as-Syuru>q, 1986), hlm.20. Lihat juga
A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok
Pesantren al-Munawwir, 1997), hlm.45.
[3] Ar-Ra>gib al-As}fahani>, Mu'jam
Mufrada>t Alfa>z al-Qur'a>n (Beirut:
Da>r al-Fikr, tth), hlm.25.
[4] Abu> al-H}usai>n Ah}mad
ibn Fa>ris ibn Zakariya, Mu'jam al-Maqa>yis fi al-Lugah (Beirut:
Da>r al-Fikr, 1994), hlm. 95. Lihat juga Jama>l ad-Di>n Muh>ammad
ibn Mukram al-Ans}a>ri, Lisa>n al-'Arab (Kairo: Da>r
al-Mis}}riyyah, t.th), Juz XI, hlm. 28-29.
[5] Muhammad
Galib Mattola, Ahl al-Kita>b Makna dan Cakupannya (Jakarta: Paramadina,
1998), hlm. 19.
[6] Kata
ini berarti; 1. Buku 2. Wahyu Tuhan yang
dibukukan atau kitab suci. Lihat Team Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 506.
[10] Sa'di
Abu> Habieb, Ensiklopedi Ijmak: Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam,
alih bahasa: K.H.A. Sahal Machfudz dan K.H. Mustofa Bisri (Jakarta: Pustaka Firdaus,
1997), hlm. 19.
[11] Nurcholish Madjid, Islam
Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam
Sejarah (Jakarta:
Paramadina, 2000), hlm. 61.
[12] Departemen
Agama Republik Indonesia,
Ensiklopedi Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan
Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN
Jakarta, 1987/1988), I: 62.
[14] Oleh
karena kaum muslim mempercayai nabi-nabi Ahl
al-Kita>b,
maka Nabi Muhammad saw diperintahkan mengajak kaum Ahl
al-Kita>b menuju kepada "kalimat kesamaan" (kalimat
as-sawa'>) antara beliau dengan mereka, yaitu secara prinsipnya, menuju
kepada ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa atau tawh}i>d. Tetapi
dipesankan bahwa, jika mereka menolak ajaran menuju kepada "kalimat
kesamaan" itu,
nabi dan para pengikut beliau, yaitu kaum beriman, harus bertahan dengan
identitas mereka selaku orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslimu>n).
Lihat Q.S. 'Ali-Imra>n (3): 64.
[16] Muhammad
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan
Umat (Bandung:
Mizan, 2003), hlm.367-368.
[17] Harifuddin
Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur'an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan
Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 166.
[18] Lihat
Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa
Mutakhir Dr.Yusuf Qardawi, alih bahasa H.M.H. al-Hamid al-Husaini (Jakarta:
Yayasan al-Hamidy, 1996), hlm. 580. Lihat juga Sa'di Abu> Habieb, Ensiklopedi
Ijmak, hlm. 19.
[19] M. Galib M, Ahl
al-Kita>b, hlm. 20-25.
[20]Ayat yang bernada negatif
misalnya kecaman al-Qur'an terhadap mereka yang sangat berlebihan dalam
mengkultuskan Nabi '>I>sa> as. Pengkultusan ini pada gilirannya
menempatkan Nabi 'I>>sa> sebagai tuhan. Lihat Q. S. al-Ma>idah (5):
77. Sedangkan yang bernada pujian misalnya, Q.S. 'Ali> Imra>n (3): 199,
yang menyatakan bahwa di antara Ahl al-Kita>b itu ada yang konsisten
terhadap ajaran agamanya, yang pada gilirannya menerima ajaran Nabi Muhammad
saw, karena demikianlah ajaran yang ada dalam kitab sucinya.
[22] Al-Qur'an
mensyaratkan al-muh}s}ana>t, yaitu wanita-wanita yang terhormat atau
wanita-wanita yang menjaga kehormatannya yaitu wanita-wanita yang baik-baik.
Tetapi, ada juga yang mengartikannya dengan wanita merdeka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar