Senin, 04 Februari 2013

Pengertian Ahli Kitab


Gambaran Umum Ahl al-Kita>b
Penjelasan tentang makna Ahl al-Kita>b telah banyak dibahas dalam berbagai literatur-literatur keislaman, terutama dalam kitab-kitab tafsir. Biasanya, penjelasan tentang makna Ahl al-Kita>b secara panjang lebar, berhubungan dengan hukum perkawinan dengan wanita mereka dan siapa saja yang termasuk dalam cakupan golongan ini yang boleh dikawini.
Ahl al-Kita>b terdiri dari dua kata ahl dan al-kita>b. Kata ahl [1] terdiri dari huruf alif, ha, dan lam, yang secara literal mengandung arti ramah, senang atau suka.[2] Kata ini sering digunakan untuk menunjuk kepada kelompok yang memiliki hubungan nasab, agama, profesi, etnis dan komunitas.[3] Atas dasar ini, ahl bisa menunjuk kepada hubungan yang didasarkan atas ikatan ideologi seperti ahl al-Isla>m yang menunjuk kepada penganut agama Islam.[4] Kata ahl ditemukan penggunaannya secara bervariasi, tetapi secara umum makna yang dikandungnya dapat dikembalikan kepada pengertian kebahasaan. Misalnya menunjuk kepada suatu kelompok tertentu, seperti ahl al-bayt yang ditujukan kepada keluarga nabi. Term ahl juga dapat menunjuk kepada penduduk, keluarga dan penganut suatu paham dan pemilik ajaran tertentu.[5]
Sedangkan kata al-kita>b[6] yang terdiri dari huruf kaf, ta, dan ba, yang memiliki pengertian menghimpun sesuatu yang lain,[7] seperti menghimpun kulit binatang untuk disamak dan menjahitnya.[8] Term al-kita>b kemudian diartikan tulisan, karena tulisan itu sendiri menunjukkan rangkaian dari beberapa huruf yang disebut lafaz. Disebut al-kita>b karena ia merupakan himpunan dari beberapa lafaz,[9] termasuk pula firman Allah swt yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Dengan demikian, term Ahl al-Kita>b menunjuk kepada komunitas ataupun agama yang memiliki kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya.
Yahudi dan Nasrani adalah dua kelompok agama yang diakui mempunyai kitab suci, yang walaupun kitab suci mereka diyakini oleh umat Islam telah diubah, minimal disepakati oleh para Ulama  sebagai golongan Ahl al-Kita>b.[10] Meskipun demikian, walaupun Islam mempunyai kitab suci sebagaimana halnya Yahudi dan Nasrani, al-Qur'an tidak menunjuk penganut agama Islam sebagai Ahl al-Kita>b.[11] Pemaknaan Ahl al-Kita>b sebatas pada Yahudi dan Nasrani, juga disepakati oleh Quraish Shihab.
Al-Qur'an dan Nabi Muhammad saw menamakan orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai Ahl al-Kita>b untuk membedakan mereka dengan para penyembah berhala, yakni orang-orang musyrik, dan orang-orang kafir lainnya,[12] karena kepada keduanya diturunkan kitab suci yakni Tawrat dan Inji>l. Keterangan ini menunjukkan bahwa secara sosio-historis, kontak antara umat Islam dengan Ahl al-Kita>b sudah terjalin sejak Nabi Muhammad saw dibangkitkan menjadi rasul. Tetapi kontak tersebut baru berjalan intensif, khususnya dengan kaum Yahudi, setelah Rasulullah hijrah ke Madinah.[13]
Perbedaan asasi antara orang Islam dengan Ahl al-Kita>b adalah soal keyakinan mereka tentang kenabian Muhammad saw. Orang Islam meyakini dan mengakui kenabian dan kerasulan Muhammad, juga mengakui nabi-nabi dan rasul-rasul yang dipercayai Ahl al-Kita>b, sedangkan Ahl al-Kita>b tidak meyakini kenabian dan kerasulan Muhammad, mereka hanya meyakini nabi-nabi yang diutus kepada mereka. Oleh karena mereka tidak mengakui Nabi Muhammad saw sebagai utusan Allah, maka mereka juga tidak mengakui al-Qur'an sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ini adalah akibat dari para pendeta Ahl al-Kita>b yang mengubah isi kitab Tawrat dan Inji>l. Padahal, tersebut dalam kedua kitab suci itu nama Nabi Muhammad saw sebagai rasul terakhir. Berbeda dengan nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya yang hanya di utus untuk kaumnya saja, Nabi Muhammad saw diutus bukan untuk kaumnya saja, yaitu suku Quraish atau masyarakat Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia, rah}matan li al-'a>lami>n.
Al-Qur'an menginformasikan, bahwa Nabi 'I>sa> as mengajak penganut agama Yahudi untuk mengikuti ajaran yang dibawanya, karena ajaran agama Nabi 'I>sa> as tersebut merupakan kelanjutan dari ajaran agama yang dibawa  Nabi Mu>sa> as dan sekaligus menginformasikan tentang akan datangnya Nabi Muhammad saw sesudah beliau. Karenanya, Nabi Mu>sa> as yang membawa agama Yahudi dan Nabi 'I>sa> yang membawa agama Nasrani, juga diakui oleh umat Islam sebagai utusan Allah.[14] Dari sini terlihat bahwa penganut agama Yahudi dan Nasrani mempunyai persambungan akidah atau mempunyai sumber ajaran yang sama dengan umat Islam. Agama Islam adalah kelanjutan, pembetulan dan penyempurnaan bagi agama Yahudi dan Nasrani. Sebab inti ajaran yang disampaikan Allah kepada Nabi Muhammad saw adalah sama dengan inti ajaran yang disampaikan oleh-Nya kepada semua nabi, termasuk kepada Nabi Mu>sa> as dan 'I>sa> as, yaitu ajaran tawhi>d. Kesimpulannya ialah sesungguhnya seluruh umat pemeluk agama Allah swt adalah pemeluk agama yang tunggal. Tetapi pembetulan dan penyempurnaan selalu diperlukan dari waktu ke waktu, sampai akhirnya tiba saat tampilnya Nabi Muhammad saw sebagai penutup para nabi dan rasul, karena menurut al-Qur'an, ajaran-ajaran kebenaran itu dalam proses sejarah mengalami berbagai bentuk penyimpangan.[15]
Ulama  yang sering diambil pendapatnya mengenai siapakah yang dikhitab oleh al-Qur'an sebagai Ahl al-Kita>b adalah Muhammad 'Abduh dan Muhammad Rasyi>d Rid}a. Keduanya berpendapat bahwa Ahl al-Kita>b tidaklah sebatas pada orang-orang Yahudi dan Nasrani saja. Kedua Ulama  besar asal Mesir itu menyebutkan bahwa orang-orang Majusi, S}a>bi'i>n, penyembah berhala di India, Cina dan Jepang, seperti penganut agama Hindu, Budha, Kong Hu Chu dan Shinto, yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, percaya adanya hidup sesudah mati dan sebagainya adalah termasuk Ahl al-Kita>b yang diduga dahulu mempunyai kitab suci dan kitab mereka mengandung ajaran tawhi>d sampai sekarang.[16]
Menurut Rasyid Rid}a, agama-agama tersebut pada mulanya berpaham monoteisme (tawhi>d) dan memiliki kitab suci. Akan tetapi karena perjalanan waktu yang begitu panjang, agama-agama tersebut berbaur dengan paham-paham syirik. Kitab-kitab suci mereka telah mengalami intervensi dari tangan-tangan manusia sehingga isinya menyimpang jauh dari aslinya, sebagaimana Yahudi dan Nasrani.[17]
Pendapat Muhammad 'Abduh dan Rasyi>d Rid}a ini berbeda dengan pendapat Quraish yang membatasi maknanya pada golongan Yahudi dan Nasrani saja, kapan, dimanapun dan dari keturunan siapapun mereka. Hal ini berarti, pertama, seseorang yang menganut agama Ahl al-Kita>b sebelum al-Qur'an diturunkan maupun sesudahnya, sebelum mengalami perubahan maupun setelah mengalami perubahan, termasuk dalam kategori Ahl al-Kita>b, kedua, kelompok Ahl al-Kita>b ini tidak hanya sebatas di jazirah Arab saja, di tempat para nabi diutus oleh Allah, tetapi juga termasuk mereka yang berada di luar jazirah Arab. Menurut Quraish, orang-orang Yahudi di Israel, dan di manapun mereka berada, begitu juga orang-orang Nasrani di Indonesia dan di manapun mereka berada sekarang ini adalah termasuk Ahl al-Kita>b, ketiga, walaupun agama Yahudi dan Nasrani pada awalnya hanya diperuntukkan bagi orang-orang Israel, tetapi ia tetap memasukkan orang-orang di luar etnis Israel, yang menganut agama Yahudi dan Nasrani sebagai Ahl al-Kita>b.
Walaupun sama-sama membatasi makna Ahl al-Kita>b sebatas pada Yahudi dan Nasrani saja, pendapat Quraish ini berbeda dengan pendapat Ima>m Sya>fi'i> yang memaknakan Ahl al-Kita>b hanya kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani dari keturunan Israel. Pendapat Ima>m Sya>fi'>i> ini lebih mengacu pada tataran etnis, sedangkan pemaknaan Ahl al-Kita>b menurut Quraish lebih pada tataran teologis. Pendapat Quraish, bahwa Ahl al-Kita>b hanyalah sebatas pada Yahudi dan Nasrani ini juga dipegang oleh Yusuf Qardawi dan jumhur Ulama .[18]
Pengungkapan term atau istilah Ahl al-Kita>b di dalam al-Qur'an selalu menunjuk kepada Yahudi dan atau Nasrani.[19] Dikatakan demikian, karena pengungkapan ini, kadang menunjuk kepada keduanya, dan kadang pula menunjuk kepada salah satu dari keduanya. Term atau istilah Ahl al-Kita>b yang menunjuk kepada kedua komunitas agama ini, Yahudi dan Nasrani, kadang bernada kecaman, dan kadang bernada pujian. Salah satu kecaman terhadap Ahl al-Kita>b adalah disebabkan prilaku mereka yang mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan. Sedangkan pujian al-Qur'an yang diberikan kepada Ahl al-Kita>b adalah karena ada diantara mereka yang membaca ayat-ayat Allah, mengikuti ajaran nabi, dan juga dapat dipercaya. Adapun term atau istilah Ahl al-Kita>b yang ditujukan kepada Yahudi, selalu bernada kecaman disebabkan prilaku mereka yang selalu memusuhi Islam. Sedangkan term atau istilah Ahl al-Kita>b yang hanya menunjuk kepada Nasrani, kadang bernada negatif atau kecaman, dan ada pula yang bernada positif atau pujian.[20]  
Disamping istilah yang langsung menunjuk kepada Ahl al-Kita>b, terdapat pula sejumlah istilah dalam al-Qur'an yang sepadan dengan istilah Ahl al-Kita>b dan istilah yang secara tidak langsung menunjuk kepada istilah Ahl al-Kita>b. Istilah-istilah ini memberikan indikasi, bahwa yang dimaksud adalah Ahl al-Kita>b. Istilah-istilah yang sepadan itu antara lain al-laz|i>na a>tayna> hum al-kita>b, al-laz|i>na u>tu> al-kita>b, al-laz|i>na u>tu> nas{i>ban min al-kita>b, sedangkan istilah-istilah yang secara tidak langsung menunjuk kepada Ahl al-Kita>b diantaranya al-yahu>d, al-laz|i>na ha>du>, bani> isra>i>l, an-nas}a>ra> dan istilah yang lainnya.[21] Dari istilah-istilah ini dapat diketahui sifat-sifat dari Ahl al-Kita>b serta sisi baik dan buruk mereka. Itulah sebabnya menurut Quraish mengapa ada kecaman terhadap mereka dan mengapa al-Qur'an mengatur tentang cara bersikap dengan mereka. Prilaku (sifat dan sikap) Ahl al-Kita>b itu tidaklah semuanya buruk ataupun baik, sebagaimana disimpulkan Quraish, bahwa sifat dan sikap mereka itu tidaklah sama, di antara mereka itu ada yang bersikap baik kepada umat Islam dan ada juga yang bersikap sinis. Ini tentunya nanti akan memberikan semacam pedoman bagi pria muslim yang ingin mengawini wanita Ahl al-Kita>b, untuk memilih wanita Ahl al-Kita>b yang baik-baik.[22] Karena itu, untuk memperoleh gambaran yang lebih luas mengenai Ahl al-Kita>b, istilah-istilah tersebut perlu pula dikemukakan dalam pembahasan ini.


[1] Kata ini bermakna; 1. Orang yang mahir, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian). 2. Orang yang termasuk dalam suatu golongan, seperti keluarga, kaum dan famili. Lihat Team Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994) hlm. 12-13.
[2]  Louis Ma'lu>f, al-Munjid fi al-'A>lam (Beirut: Da>r as-Syuru>q, 1986), hlm.20. Lihat juga A. Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pondok Pesantren al-Munawwir, 1997), hlm.45.
[3] Ar-Ra>gib al-As}fahani>, Mu'jam Mufrada>t Alfa>z al-Qur'a>n (Beirut: Da>r al-Fikr, tth), hlm.25.
[4] Abu> al-H}usai>n Ah}mad ibn Fa>ris ibn Zakariya, Mu'jam al-Maqa>yis fi al-Lugah (Beirut: Da>r al-Fikr, 1994), hlm. 95. Lihat juga Jama>l ad-Di>n Muh>ammad ibn Mukram al-Ans}a>ri, Lisa>n al-'Arab (Kairo: Da>r al-Mis}}riyyah, t.th), Juz XI, hlm. 28-29.

[5] Muhammad Galib Mattola, Ahl al-Kita>b Makna dan Cakupannya (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 19.
[6] Kata ini berarti; 1. Buku  2. Wahyu Tuhan yang dibukukan atau kitab suci. Lihat Team Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 506.
[7] Abu> H}usai>n, Mu'jam al-Maqa>yis, hlm. 917.
[8] Ar-Ra>gib al-As}fah}a>ni>, Mu'jam Mufrada>t, hlm.440
[9]  M. Galib M, Ahl al-Kita>b, hlm. 19.
[10] Sa'di Abu> Habieb, Ensiklopedi Ijmak: Persepakatan Ulama dalam Hukum Islam, alih bahasa: K.H.A. Sahal Machfudz dan K.H. Mustofa Bisri (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997), hlm. 19.
[11] Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban: Membangun Makna dan Relevansi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta: Paramadina, 2000), hlm. 61.
[12] Departemen Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Peningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1987/1988), I: 62.
[13] M. Galib M, Ahl al-Kita>b, hlm. 3.
[14] Oleh karena kaum muslim mempercayai nabi-nabi Ahl al-Kita>b, maka Nabi Muhammad saw diperintahkan mengajak kaum Ahl al-Kita>b menuju kepada "kalimat kesamaan" (kalimat as-sawa'>) antara beliau dengan mereka, yaitu secara prinsipnya, menuju kepada ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa atau tawh}i>d. Tetapi dipesankan bahwa, jika mereka menolak ajaran menuju kepada "kalimat kesamaan" itu, nabi dan para pengikut beliau, yaitu kaum beriman, harus bertahan dengan identitas mereka selaku orang-orang yang berserah diri kepada Allah (muslimu>n). Lihat Q.S. 'Ali-Imra>n (3): 64.
[15] Nurcholish Madjid, Islam Agama Peradaban, hlm. 61-62.
[16] Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2003), hlm.367-368.
[17] Harifuddin Cawidu, Konsep Kufr dalam al-Qur'an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hlm. 166.
[18] Lihat  Yusuf Qardawi, Fatwa-fatwa Mutakhir Dr.Yusuf Qardawi, alih bahasa H.M.H. al-Hamid al-Husaini (Jakarta: Yayasan al-Hamidy, 1996), hlm. 580. Lihat juga Sa'di Abu> Habieb, Ensiklopedi Ijmak, hlm. 19.
[19] M. Galib M, Ahl al-Kita>b, hlm. 20-25.
[20]Ayat yang bernada negatif misalnya kecaman al-Qur'an terhadap mereka yang sangat berlebihan dalam mengkultuskan Nabi '>I>sa> as. Pengkultusan ini pada gilirannya menempatkan Nabi 'I>>sa> sebagai tuhan. Lihat Q. S. al-Ma>idah (5): 77. Sedangkan yang bernada pujian misalnya, Q.S. 'Ali> Imra>n (3): 199, yang menyatakan bahwa di antara Ahl al-Kita>b itu ada yang konsisten terhadap ajaran agamanya, yang pada gilirannya menerima ajaran Nabi Muhammad saw, karena demikianlah ajaran yang ada dalam kitab sucinya.
[21] M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, hlm. 348.
[22] Al-Qur'an mensyaratkan al-muh}s}ana>t, yaitu wanita-wanita yang terhormat atau wanita-wanita yang menjaga kehormatannya yaitu wanita-wanita yang baik-baik. Tetapi, ada juga yang mengartikannya dengan wanita merdeka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar