a. Imamah.
Selain kedua istilah
di atas, “imamah” dalam kajian Islam juga sering digunakan sebagai teori yang
menyerupai makna negara. Menurut Mawardi, imam bisa dimaknai khalifah, raja,
sultan atau kepala negara, dengan demikian menurut Munawir Sjadzali, Mawardi
memberikan ruang bagi agama suatu jabatan politik yaitu kepala negara.[1]
Sementara menurut Taqiyuddin an-Nabhani, imamah dan khilafah merupakan dua
istilah yang sama maknanya, karena khilafah adalah suatu kepemimpinan yang
berlaku secara umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan
hukum-hukum syari’at
dan mensyiarkan Islam ke seluruh penjuru dunia.[2]
Pada dasarnya teori imamah lebih banyak
berkembang di aliran syi’ah daripada aliran sunni, dalam aliran Syi’ah Imama>h
menekankan dua rukun, yaitu kekuasaan imam (wilayah) dan kesucian Imam (‘ismah).[3]
[1] Munawir
Sjadzali, Islam dan Tata Negara, hlm. 63.
[2] Dikutip
dari Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara, hlm. 32. baca juga karya
asli, Taqiyuddin an-Nabhani, alih bahasa Moh. Magfur
Wachid, Sistem Pemerintahan dan Realitas Doktrin, Sejarah dan Doktrin,
Sejarah Empirik, (Bangil: Al-Izzah,1996), hlm. 39.
[3] Hamid
Enayat, Reaksi Politik Sunni, hlm. 9. M. Din Syamsuddin, Etika Agama,
hlm. 79.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar