Jumat, 06 Juni 2014

PENGERTIAN KESULTANAN



a.      Kesultanan.
Adapun istilah kesultanan seringkali diartikan kekuasaan dalam kitab al-Qur’an, menurut Lewis ada seorang penulis dari kelompok scribal, Abd Hamid, yang hidup pada awal abad kedelapan, secara umum menggunakan istilah sultan untuk pemerintah.[1]  
Dari uraian di atas, tampak bahwa istilah negara dalam Islam memiliki beberapa sinonim di antaranya Daulah, Khila>fah, Ima>mah dan S{ult}aniyyah, oleh sebab itu merupakan hal yang lazim kalau wacana Negara Islam selalu hangat untuk diperdebatkan, karena secara de facto ternyata Islam mempraktekkan beberapa istilah yang bersinonom dengan konsep negara, sedangkan  secara konseptual atau de jure Islam memang tidak mengenal konsep negara yang detail. Namun demikian patut diteliti apakah teori-teori tersebut untuk konteks modern saat ini bisa dikategorikan sebuah konsep negara.
Mengingat wacana negara Islam di Indonesia selalu menjadi perdebatan panjang dalam sejarah didirikannya negara ini, sejak pra-kemerdekaan sampai sekarang. Patut dicari apa sebenarnya yang membuat tokoh muslim berkeinginan keras meletakkan Islam sebagai dasar negara Indonesia? Salah satu jawaban atas pertanyaan ini, yaitu karena mereka bertujuan menerapkan Syari‘at secara efektif di seluruh penjuru wilayah negara, M. Natsir salah satu tokoh Islam yang kontra dengan gagasan Soekarno mengklaim bahwa kemerdekaan Indonesia merupakan salah satu cita-cita Islam oleh sebab itu pencapaian kemerdekaan Indonesia merupakan bagian integral dari perjuangan Islam untuk menerapkan Syari‘at.[2]
Tampaknya klaim ini didasarkan pada kenyataan saat itu, bahwa umat Islam Indonesia sebagai kelompok mayoritas mempunyai peran yang sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Untuk mendukung opini ini bisa dilihat dari semangat jihad Islam yang terukir dalam sejarah tanah air ini, seperti Sultan Babullah dari Ternate, Sultan Hasanuddin  dari Makassar, Pangeran Diponegoro (pemimpin Perang Diponegoro 1825-1830, Imam Bonjol (pemimpin Perang Padri 1921-1937), Teuku Umar, Tjut Nya’Dien dan Tengku Tjhik di Tiro (pemimpin Perang Aceh tahun 1872-1912).[3] Di samping itu terdapat juga ulama-ulama Jawa, salah satunya Syekh Hayim Asy’ari yang terkenal dengan “Resolusi Jihadnya”.



[1] Bernard Lewis, Bahasa Politik, hlm. 49.
[2] Dikutip dari Faisal Ismail, Ideologi Hegemoni, hlm. 41.
[3] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar