a. Kesultanan.
Adapun istilah
kesultanan seringkali diartikan kekuasaan dalam kitab al-Qur’an, menurut Lewis
ada seorang penulis dari kelompok scribal, Abd Hamid, yang hidup pada
awal abad kedelapan, secara umum menggunakan istilah sultan untuk pemerintah.[1]
Dari uraian di atas,
tampak bahwa istilah negara dalam Islam memiliki beberapa sinonim di antaranya Daulah, Khila>fah, Ima>mah dan S{ult}aniyyah,
oleh sebab itu merupakan hal yang lazim kalau wacana Negara Islam selalu hangat
untuk diperdebatkan, karena secara de facto ternyata Islam mempraktekkan
beberapa istilah yang bersinonom dengan konsep negara, sedangkan secara konseptual atau de jure Islam
memang tidak mengenal konsep negara yang detail. Namun demikian patut diteliti
apakah teori-teori tersebut untuk konteks modern saat ini bisa dikategorikan
sebuah konsep negara.
Mengingat wacana
negara Islam di Indonesia selalu menjadi perdebatan panjang dalam sejarah
didirikannya negara ini, sejak pra-kemerdekaan sampai sekarang. Patut dicari
apa sebenarnya yang membuat tokoh muslim berkeinginan keras meletakkan Islam
sebagai dasar negara Indonesia?
Salah satu jawaban atas pertanyaan ini, yaitu karena mereka bertujuan
menerapkan Syari‘at secara
efektif di seluruh penjuru wilayah negara, M. Natsir salah satu tokoh Islam
yang kontra dengan gagasan Soekarno mengklaim bahwa kemerdekaan Indonesia
merupakan salah satu cita-cita Islam oleh sebab itu pencapaian kemerdekaan
Indonesia merupakan bagian integral dari perjuangan Islam untuk menerapkan Syari‘at.[2]
Tampaknya klaim ini
didasarkan pada kenyataan saat itu, bahwa umat Islam Indonesia sebagai kelompok
mayoritas mempunyai peran yang sangat besar dalam memperjuangkan kemerdekaan
bangsa ini. Untuk mendukung opini ini bisa dilihat dari semangat jihad Islam yang terukir dalam sejarah tanah air ini,
seperti Sultan Babullah dari Ternate, Sultan Hasanuddin dari Makassar, Pangeran Diponegoro (pemimpin
Perang Diponegoro 1825-1830, Imam Bonjol (pemimpin Perang Padri 1921-1937),
Teuku Umar, Tjut Nya’Dien dan Tengku Tjhik di Tiro (pemimpin Perang Aceh tahun
1872-1912).[3]
Di samping itu terdapat juga ulama-ulama Jawa, salah satunya Syekh Hayim
Asy’ari yang terkenal dengan “Resolusi Jihadnya”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar